Oleh : Dr Adian Husaini
Pada Klinik Pendidikan Keluarga kali ini, Dr Adian membahas tentang visi pendidikan yang benar. Yaitu, bukan untuk mencari materi, tapi untuk beribadah kepada Allah SWT. Simak lebih lengkapnya:
Wartapilihan.com, Depok –-Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Saat ini saya sedang berada di Pulau pari salah satu pulau yang ada di Kepulauan Seribu Jakarta. Disini tempatnya indah sekali namun tidak terlalu ramai. Jika kita refleksikan pada konsep pendidikan, Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, indah, dan melimpah yang ada di setiap pulau bahkan pulau terpencil yang pernah saya kunjungi yakni Pula Keira dan Ugar di Papua. Masyarakat kita sebenarnya bisa hidup cukup kalau hanya sekadar untuk makan dan menyambung hidup dari hasil alam semesta yang berlimpah ini. Itulah anugerah Alloh SWT.
Jika kita kaitkan pada pendidikan ini sangat penting. Dengan kekayaan alam yang melimpah ini kenapa kita masih mengirimkan rakyat ke luar negeri terutama TKW untuk mencari nafkah ke luar negeri. Sementara jika kekayaan ini dikelola dengan baik, sesungguhnya bukan hanya sekadar dari aspek pengelolaan yang terkait dengan industri. Jika berbicara industri kita akan berbicara nilai tambah lalu berbicara tentang uang lalu berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan dan berujung pada eksploitasi alam semesta.
Saya mencermati berbagai kurikulum yang berada di pelosok Indonesia hampir sama yakni ujungnya industrialisasi dan urbanisasi. Bahkan saya mendengar dari seorang dai yang baru baru ini mengunjungi saya, dia mengatakan kekayaan alamnya melimpah sekali seperti ikannya. Namun, orang-orang di daerahnya lebih bangga sebagai seorang pegawai. Saya tanya,”Jadi pegawai berapa gajinya?”Dia menjawab untuk lulusan SMA 650rb/bulan dan lulusan sarjana 1jt lebih sedikit.
Yang bisa kita refleksikan dari sini adalah betapa pentingnya kita tahu apa tujuan pendidikan. Tujuan dari pendidikan adalah tujuan dari hidup itu sendiri. Kalau tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang baik sebenarnya itu tujuan hidup kita yakni untuk beribadah. Namun, ini tidak sejalan dengan isi kurikulum buku ajar pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah yang menekankan bahwa kita ini berasal dari monyet kemudian berevolusi menjadi peralihan kera dan manusia yang disebut hominit. Digambarkan seakan-akan ada jenis manusia goa yang mereka ini tujuan utamanya adalah survive padahal sudah jelas dalam Al Qur’an bahwa “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepada-Ku”.
Inilah tujuan pendidikan kita yang sebenarnya. Membentuk visi bahwa tujuan hidup kita di dunia adalah beribadah, menghimpun sebanyak mungkin kebaikan karena kita hidup di dunia ini tidak lama sehingga ketika amal kita ditimbang di akhirat, yang pertama iman kita selamat karena itu modal dasar. Yang kedua, semoga kebaikan yang kita lakukan di dunia ini lebih banyak dari maksiat yang kita lakukan, itu yang kita harapkan.
Maknanya ketika kita tahu bahwa tujuan kita hidup di dunia ini adalah beribadah kita tidak akan menjadi manusia yang serakah dan mengambil hak orang lain, ini jangan sampai terpikirkan. Ini yang perlu ditanamkan betul di lembaga-lembaga pendidikan kita, jangan sampai salah dari jenjang TK-SMA yang saya lihat kita ditekankan harus punya daya saing. Ini adalah hal yang salah dan harus diletakkan pada tempatnya bahwa orientasinya adalah beribadah kepada Allah. Visinya yang harus ditanamkan dalam tujuan pendidikan adalah bahwa kita akan mempertanggungjawabkan amal kita di akhirat.
Itulah mengapa anak-anak ketika memasuki tingkatan SMA di berbagai sekolah dan pesantren itu visi utamanya adalah bagaimana dia melanjutkan ke perguruan tinggi dan masuk ke jurusan yang dianggap favorit lalu tujuannya meraih materi. Jangan kita anggap remeh masalah orientasi pendidikan ini yang bukan ibadah. Jika orientasi kita betul-betul ibadah kita akan mensyukuri segala nikmat Allah ini, jadi kita akan berusaha meningkatkan dan mengelola alam ini dengan baik yakni dengan visi sabar, qanaah, yang orientasinya beribadah sehingga tidak berani merusak alam dan menzalimi orang lain. II