Zakat dengan Cita Rasa Indonesia

by
foto:istimewa

Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA, Pimpinan Baznas Engrekang; Wakil Ketua Ikatan Alumni Beasiswa Baznas.

Judul Buku: Fikih Zakat Kontekstual Indonesia
Ketua Tim Penulis:Prof. Dr. KH. Satori Ismail, MA.
Penerbit: Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 2018

Zakat masih dan akan terus menjadi pembahasan menarik, terutama jika ditinjau dari persoektif ekonomi. Terbaru adalah pernyataan Wagub DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno (20/4/2018). Ia membandingkan antara penerimaan dana cukai rokok dengan target pengumpulan zakat oleh Baznas secara nasional. Mengapa penerimaan cukai rokok nasional mencapai 148 triliun, tapi Badan Amin Zakat Nasional (Baznas) targetnya hanya 8 triliun? Tanya Sandiaga.

Wartapilihan.com, Jakarta –Tentu pernyataan di atas menjadi semacam pukulan telak bagi umat Islam Indonesia, khususnya bagi para pengelola zakat, dan lebih khusus wal-khawas adalah para amil yang telah dilembagakan oleh negara dengan nama Baznas.

Hampir pasti kalau para perokok sembilan puluh persen adalah umat Islam, mereka adalah perokok legal yang bayar pajak ketika beli rokok. Terlepas dari kontroversi hukum rokok, yang jelas untuk pajak rokok saja hampir duapuluh kali lipat dengan penerimaan zakat di negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.

Itu berarti ada masalah besar dalam batang tubuh umat Islam Indonesia. Salah satu yang asasi dari tumpukan masalah itu adalah pembiaran akan kejahilan dalam menjalankan kewajiban beragama. Zakat adalah salah satunya.

Begitu banyak umat Islam yang sudah kena wajib zakat, tetapi belum ditunaikan, atau setidaknya mampu berinfak namun belum tersentuh hatinya. Keengganan membayar zakat dan infak bisa saja berawal dari salah paham teradap zakat atau pahamnya salah sehingga kemakhruhan rokok lebih utama daripada menunaikan kewajiban zakat atau mengamalkan sunnah infak dan sedekah.

Perlu ada upaya-upaya nyata dari pelbagai pihak untuk mengeluarkan umat dari alam salah paham dan pahamnya salah tentang syariat zakat, infak, dan sedekah ini. Sebab membiarkan umat terombang ambing dalam kesalahan dan tidak mendapat penjelasan yang komprehensif tidak dibenarkan. “Ta’khirul bayan an-syai’il hajah la yajuz.” Tidak boleh menunda-nunda keterangan yang dibituhkan oleh umat.

Buku “Fikih Zakat Kontekstual Indonesia” yang ditulis oleh Tim Penulis yang ahli dibidannya, dan diterbitkan oleh Badan Amil Zakat Nasional 2018, dapat menjadi oase di tengah ketandusan pemahaman akan zakat bagi para dai-dai kita di Indonesia.

Buku dengan gaya penulisan bagitu ilmiah, termasuk referensi yang jelas pada setiap kutipan baik langsung maupun tidak langsung. Bahkan, buku ini sangat layak jadi rujukan dalam forum-forum ilmiah, ataupun dalam penulisan karya-karya ilmiah, mulai dari artikel lepas hingga disertasi dan jurnal.

Namun sayang, buku setebal 311 halaman dan tim penulisnya diketuai oleh Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail tersebut belum menyebar ke berbagai kalangan, dan tidak pula dikomersilkan. Akan lebih bagus kalau Baznas Daerah juga diberi lisensi untuk menerbitkan buku tersebut lalu dibagikan kepada para dai dan atau para pegawai Unit Pengumpul Zakat (UPZ).

Pengalaman kami di Baznas Kabupaten Enrekang cukup menjadi pelajaran dan bahkan gambaran pada daerah lain. Bahwa para dai memang fasih mengitip ayat-ayat zakat, tapi begitu didesak pertanyaan yang teknis tentang penerimaan dan pendistribusian, sering kali jadi buntu.

Kita tulis dengan citarasa orang Indonesia, karena banyak yang beda materi yang dizakati antara satu negara dengan lainnya, kata Prof. Bambang dalam launching buku, Fikih Zakat Kontekstual Indonesia, sewaktu Rakernas Bali (22/3/2018).

Buku zakat dengan citarasa Indonesia ini hadir di saat yang tepat. Bacaan wajib bagi para pengelola Baznas secara khusus, dan umat Islam Indonesia secara umum. Yang pertama agar tidak bicara zakat melebihi apa yang mereka tahu, yang kedua agar memahami dan mengamalkan rukun Islam yang ketiga.

Saya tutup resensi ini dengan mengutip kata bijak, khaeru jalisin fi zamani kitab, buku adalah sebaik-baik teman duduk. Dan buku “Fikih Zakat Kontekstual Indonesia” dapat dijadikan teman sekaligus guru penunjuk arah kebaikan dalam menunaikan syariat zakat, infak, dan sedekah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *