Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila ke-5 dari Pancasila. Zakat merupakan salah satu penunjang bagi adanya keadilan sosial. Zakat tidak hanya berbentuk uang atau sembako, melainkan juga berbentuk jasa seperti pendampingan hukum dan juga fasilitas umum seperti penyediaan air bersih.
Wartapilihan.com, Jakarta – Jasa pendampingan hukum tidak mudah didapatkan bagi masyarakat, terutama yang secara ekonomi tergolong lemah.
Untuk penyelesaian satu kasus, terkadang masyarakat membutuhkan biaya yang tidak ringan, sehingga membuat mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh jasa pendampingan hukum tersebut. Hal tersebut disampaikan Asrorun Niam Sholeh, Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
Ia mengatakan, bantuan hukum tidak hanya sekedar untuk menangani sebuah perkara di persidangan, melainkan bisa lebih luas yaitu mengarah pada upaya perubahan sistem hukum, sosial, ekonomi dan budaya, serta upaya penyadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya dalam memperoleh keadilan, baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.
“Dengan upaya itu diharapkan ada perbaikan sistem hukum yang lebih berkeadilan,” kata Asrorun, Senin, (11/6/2018), di Jakarta.
Adapun ketentuan Hukum dalam hal penyaluran zakat untuk kepentingan bantuan hukum diperbolehkan dengan syarat-syarat, (1) Penerima bantuan hukum tersebut beragama Islam; (2)Penerima zakat untuk bantuan hukum merupakan orang yang terdzalimi (madzlum); dan (3) Bantuan hukum tersebut tidak diberikan atas kasus yang bertentangan dengan agama.
“Penyaluran zakat sebagaimana dimaksud angka 1 karena asnaf fakir, miskin, dan/atau terlilit hutang (gharimin) yang kasusnya tengah diproses. Dan dalam hal pembelaan kasus hukum yang terkait dengan kepentingan Islam dan umat Islam penyaluran zakat dapat dimasukkan ke golongan (asnaf) fi sabilillah,” ungkap Dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.
Ia menambahkan, penyaluran zakat untuk kepentingan membangun sistem hukum yang berkeadilan hukumnya boleh, melalui asnaf fi sabilillah, dan pembangunan sistem hukum yang berkeadilan yang dapat dibiayai dengan dana zakat.
Tujuan adanya penyaluran zakat pelayanan hukum ini ialah dalam rangka (1) Menjamin tegaknya aturan yang sesuai dengan ajaran Islam; (2) Menjamin kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah); (3) Menjamin perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta; dan (4) Mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan agama.
“Zakat harus didistribusikan kepada yang berhak dan didayagunakan untuk menjadi solusi atas masalah umat. Ini salah satu tanggung jawab Amil,” kata dia.
Zakat untuk Air Bersih
Sebelumnya, MUI juga menetapkan fatwa kebolehan pendayagunaan harta zakat untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat, khususnya fakir miskin. Fatwa yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Hasanudin AF dan Dr. Asrorun Niam Sholeh tersebut dikatakan, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka hifzhun nafs (menjaga jiwa).
Pendayagunaan harta zakat untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi adalah boleh dengan ketentuan, pertama, telah terpenuhnya kebutuhan mendesak (hajah maassah) bagi para mustahiq yang bersifat langsung.
“Dan kedua, manfaat dari sarana air bersih dan sanitasi tersebut diperuntukkan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah aammah) dan kebajikan (al-birr),” pungkas dia.
Eveline Ramadhini