Yusril : Tampang Ndeso, Nggak Ndeso Bisa Diktator

by
foto:istimewa

 

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pada pemilu 2019 nanti jangan lagi memilih pemimpin yang dari tampangnya sederhana, tampangnya ndeso dan merakyat tapi setiap kebijakannya pro asing dan selalu menyengsarakan rakyatnya sendiri seperti sekarang ini.

Wartapilihan.com, Medan –“Jadi jangan kita pikir, oh orang ini tampangnya sederhana, tampangnya wong ndeso, kita pilih jadi presiden, jangan model pak Yusril, orangnya borjuis, bajunya kayak tengku melayu,” kata Yusril dalam pidatonya di Kongres Umat Islam Sumatera Utara, Jumat (30/3/2018).

Pasalnya kata Yusril, tidak ada pengaruh wajah orang itu dengan kebijakan-kebijakannya. Ia mencontohkan, Bung Karno presiden pertama RI tak bertampang merakyat tapi setiap kebijakannya sangat pro terhadap rakyat.

“Bung Karno itu, siapa yang bilang bung Karno itu tampangya merakyat? Enggak, pakai Jas putih mentereng, sepatunya mengkilat, kacamatanya yahud, merek RNB jaman dulu. Pecinya gagah. Pake mobil bak terbuka, hobinya koleksi barang antik patung, lukisan. Siapa bilang Bung Karno merakyat, enggak merakyat tampangnya, tapi siapa yang mengatakan bung Karno itu kebijakannya tidak pro rakyat, tidak ada. Loh yang sekarang ini?,” ujar Yusril.

Yusril menegaskan, tak ada hubunganya wajah ndeso dan nggak ndeso bisa saja jadi diktator. Bisa saja pro asing dan tidak pro kepada rakyat.

“Tidak ada hubungannya wajah itu, lah katanya saya ini dibilang diktator, wong tampang saya tampang wong ndeso, nggak ada urusannya. Tampang ndeso nggak ndeso bisa aja jadi diktator. Tampang ndeso nggak ndeso bisa aja pro asing tidak pro pada rakyatnya sendiri,” tegas Yusril.

Karena itu pakar Hukum Tata Negara ini berharap agar umat Islam aktif terlibat dalam berpolitik.

“Harapan saya, umat Islam jangan pasif. Harus aktif dalam politik. Jangan sampai 2019 terpilih kembali pemimpin yang seperti sekarang ini, bisa bikin kita susah semuanya” katanya.

Yusril mengajak umat Islam untuk belajar dari kasus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Hizbut Tahrir Indonesia tidak mau terlibat dalam Pemilu karena mau Khilafah. Tetapi, ketika Jokowi jadi presiden, dengan selembar surat diterbitkannya pembubaran HTI. HTI tidak bisa apa-apa,” katanya.

Dari kasus itu kemudian Yusril menyatakan kepada tokoh-tokoh HTI bahwa segudang kepintaran itu tidak ada artinya dibanding segenggam kekuasaan.

“Presiden itu ya, walaupun goblok, saya enggak sebut namanya siapa, saya enggak bilang namanya siapa, ini Presiden dalam arti umum, walaupun orangnya itu goblok, segoblok-gobloknya dia, ya tetap presiden. Kami-kami ini saya, Pak Amien, Pak Kivlan Zen dan lain-lain ini enggak ada apa-apanya, kita bukan siapa-siapa jika tidak punya kekuasaan,” pungkas Yusril. II Sumber : Abadikini

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *