Yusril, Fadli Zon dan Jokowi

by

Ada yang menarik hubungan Yusril, Fadli Zon dan Jokowi. Dimulai dari Kasus pembebasan Abu Bakar Ba’asyir. Kasus yang heboh ini, dimulai dari Prof Yusril Ihza Mahendra yang menjanjikan pembebasan Ustadz Abu. Jumat (18/1), Yusril memberi janji pembebasan tanpa syarat, Senin (21/1) Jokowi membatalkan.

Wartapilihan.com – Kehadiran Yusril di tempat tahanan Ba’asyir, LP Gunung Sindur saat itu, adalah sebagai utusan resmi Presiden Jokowi. Yusril menyatakan bahwa dirinya bahwa telah dilakukan rapat dengan Presiden, Kapolri, Menkumham dan pihak terkait untuk pembebasan Ba’asyir.Tentu saja Abu Bakar Ba’asyir dan pihak keluarga gembira dengan janji Yusril. Penasehat hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi Ma’ruf Amin itu. Bahkan para santri Pesantren Ngruki sudah siap-siap untuk menyambut kedatangan ustadznya yang legendaris itu.

Tapi sayang, harapan itu sirna setelah Menkopolhukam Wiranto dan Presiden Jokowi membatalkan pembebasan tanpa syarat itu. Wiranto menyatakan presiden jangan “grusa grusu” dan serta merta mengambil keputusan (dalam pembebasan Ba’asyir). Sedangkan dalam pernyataannya Jokowi menyatakan bahwa sebenarnya ia prihatin, seperti anak melihat orang tua. Tanpa menyinggung pernyataan Yusril, Jokowi menyatakan,”Syaratnya harus dipenuhi, kalau enggak, saya enggak mungkin nabrak. Contoh setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila. Itu basic sekali. Sangat prinsip sekali. Saya kira jelas sekali.”

Menanggapi keputusan pemerintah yang berubah itu, Yusril tidak mau menyalahkan pemerintah. Yusril menyatakan,”Sudah saya laksanakan (perintah Jokowi). Ada perubahan di internal pemerintah ya saya memahami itu dan kembali ke pemerintah.” Yusril melanjutkan,”Sampai sini tugas saya sudah selesai. Kalau ada hal baru yang minta saya analisis atau saya kerjakan, ya saya kerjakan, jadi saya tunggu saja dulu. Sementara ini saya belum bertemu dengan Pak Jokowi.”

Permainan Catur Politik
Tentu saja, sikap Yusril dan Jokowi yang ingin membebaskan Abu Bakar Ba’asyir itu mendapat pertentangan keras dari kubu opisisi. Fadli Zon dan Mahendradatta (Penasihat Hukum Ba’asyir) dari Partai Gerindra melihat bahwa upaya Yusril dan Jokowi itu adalah bagian dari kampanye politik untuk mendapat simpati umat Islam. Tim Jokowi ingin membuat citra bahwa mereka tidak mengkriminalisasi ulama. Setelah sebelumnya pemerintah tercoreng karena memperkusi Ustad Abdus Somad, Neno Warisman, memenjarakan Ustadz Alfian Tanjung, dan lain-lain.
Mengambil pengalaman Pemilu 2014 lalu, dimana Tim Jokowi banyak disudutkan karena lingkarannya diisi banyak tokoh-tokoh non Islam, kini Jokowi merangkul tokoh-tokoh Islam. Karena itu tidak heran bila KH Ma’ruf Amin ditempatkan sebagai Wakil Presiden. Jokowi juga merangkul pemilik Koran Republika Erick Tohir dan terakhir Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang.

Masuknya Ma’ruf Amin dan Erick Tohir, dianggap ‘Tim Jokowi’ aman-aman saja. Karena keduanya dianggap tidak banyak memahami detil-detil politik, ekonomi, militer dan lain-lain di negeri ini dan ‘kurang kokoh’ pribadinya. Tapi masuknya Yusril membuat keguncangan ‘yang luar biasa’ di kubu istana. Sebab, selama ini Yusril dan partainya dianggap sebagai garis keras atau radikal Islam. Sebuah istilah yang menjadi motto dan musuh bersama mayoritas kubu Jokowi.

Maka tidak heran, bila Guntur Romli pimpinan Partai Solidaritas Islam, pendukung fanatik Jokowi, menentang keras langkah Yusril. Guntur terus terang memilih pendapat Mahfud MD dari pada Yusril dalam soal pembebasan Ba’asyir. Dimana Mahfud menyatakan bahwa pembebasan Ba’asyir harus bersyarat, sedangkan menurut Yusril pembebasan Ba’asyir bisa tanpa syarat. Media Metro TV mengundang Yusril untuk dialog dengan judul : Langkah Zigzag Yusril. Media seword.com –media garis keras pendukung Jokowi- membuat judul : Habisi Yusril, Sebelum Dia Habisi Jokowi. Dan koreksian Wiranto yang keras atas kejadian itu, menunjukkan kubu istana ‘mayoritas’tidak suka dengan langkah Yusril.

Karena itu, melihat kejadian ini, MS Kaban Ketua Majelis Syura PBB menyatakan : “Itulah hebatnya taqdir Ilahi untuk Indonesia, yuk tauban nasuha pilih dan menangkan PS08 Prabowo Sandi.”

Yusril dan Fadli Zon
PBB memang partai yang aneh. Dimana antara Majelis Syura PBB dan Ketua Umumnya berbeda pendapat dalam mendukung calon presiden 2019. Kaban menggalang dukungan caleg-caleg seluruh Indonesia untuk mendukung pasangan Prabowo Sandi, sedangkan Yusril menggalang dukungan pengurus-pengurus PBB untuk pasangan Jokowi Ma’ruf Amin. Menurut Yusril, PBB akan menentukan resmi dukungan capres cawapres pada Rakornasnya, 27 Januari 2019 ini.

Konflik di PBB, bukan hanya kali ini. Pada Pemilu 1999, terjadi konflik di PBB yang lebih dahsyat. Fadli Zon, salah satu pendiri PBB menulis dalam buku memoarnya (Fadli Zon Menyusuri Lorong Waktu, Fadli Zon Library, Mei 2016): “Pada Pemilu 1999 Partai Bulan Bintang meraih suara terbanyak keenam dari 48 peserta Pemilu 1999. Saya termasuk meraih suara yang tertinggi di Sumatera Barat. Namun di dalam partai ada sistem persentase, jumlah dan ada skoring. Dengan perolehan suara itu seharusnya saya yang diusulkan maju ke Senayan. Namun akhirnya yang dikirim adalah MS Kaban. Dia Dapilnya Sumatera Barat juga. Kaban dari Bukittinggi, saya dari Lima Puluh Kota. Namun perolehan suara saya jauh lebih tinggi darinya. Dia meraih 4000an suara, sedangkan saya 15000-an suara. Dari sisi persentase, saya yang tertinggi juga. Saya anggap proses itu tidak adil.

Ketidaktransparanannya juga terjadi pada soal pengelolaan dana. Terjadilah perbedaan pendapat antara saya dan Yusril. Waktu itu saya dan sejumlah teman protes soal penerimaan dana dari Presiden Habibie, tetapi dananya tak jelas, tidak transparan.

Masalah ini meruncing sampai diliput berbagai media. Ujungnya adalah keluarnya 16 eksponen pendiri Partai Bulan Bintang, termasuk saya. Kelompok pendiri yang keluar ini, diantaranya adalah : Cholil Ridwan, Cholil Badawi, Farid Prawiranegara, Hartono Mardjono, Abdul Qodir Djaelani dan saya, sedangkan yang bertahan adalah Ahmad Sumargono. Saya dan kawan-kawan dari eksponen 16 (media menyebutnya Kelompok 16), kemudian melaporkan Yusril ke polisi pada Senin 15 Mei 2000.” Yusril saat itu membantah adanya tuduhan kelompok 16 itu.
Meski Fadli dkk keluar dari PBB –dengan Prabowo kemudian ia mendirikan Gerindra- hubungannya dengan pimpinan PBB kini terlihat baik. Dengan Kaban misalnya, Fadli tidak ada masalah. Dengan Yusril sebenarnya Fadli juga ‘tidak masalah’, tapi entah mengapa Yusril kini enggan mendekat dengan Prabowo.

Beberapa pengamat menyatakan bahwa kekecewaan Yusril terhadap Prabowo adalah ketika ia tidak dipilih menjadi calon gubernur Jakarta 2017, untuk bersaing dengan Ahok. Padahal Yusril saat itu sudah mengharap sangat menjadi calon, dan hampir ia dipilih oleh Prabowo. Tapi di menit-menit terakhir Prabowo lebih memilih Anies Baswedan daripada Yusril.

Berangkat dari kekecewaan ini Yusril nampaknya kini merapat ke Jokowi. Dan banyak masukan-masukan Yusril ke Jokowi yang membawa aspirasi umat Islam. Seperti jangan mudah mengkriminalisasi ulama dan terakhir kasus Ba’asyir. Sehingga akhirnya Jokowi menyetujui Yusril sebagai penasihat hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi Ma’ruf Amin.

Masuknya Yusril di istana menimbulkan ‘kegaduhan’. Karena banyak pendukung (inti) Jokowi yang tidak suka aliran ‘Islam Politik’ yang dibawa Yusril. Makanya jangan heran langkah Yusril membebaskan Ba’asyir, dipotong di tengah jalan oleh fihak istana.

Memang pengalaman dan pemahaman politik yang lemah, menjadikan Jokowi ‘tidak mandiri’ daam pengambilan keputusan. Jokowi banyak nurut keinginan-keinginan tokoh-tokoh di sekelilingnya. Megawati, Surya Paloh dan Luhut Panjaitan beberapa tokoh yang dikenal selama ini ‘mengendalikan’ Jokowi. Dan tokoh-tokoh ini nampaknya tidak mau Yusril mengambil peran besar dalam kebijakan Jokowi.

Bagaimana pertarungan Yusril di istana? Akankah ia tetap bisa mempengaruhi Jokowi dalam mengambil keputusan? Ataukah ia akan disingkirkan dari lingkaran Jokowi? Wallahu a’lam. Waktu yang akan menjawabnya.
Kepemimpinan yang lemah pada diri Jokowi-lah, yang menyebabkan Majelis Syuro PBB merekomendasikan untuk memilih Prabowo Sandi. Dan bila Yusril merapat kepada Prabowo, bukan tidak mungkin bila Prabowo menang, Yusril akan diangkat jadi menteri.

Masalahnya, Yusril minatnya jadi presiden bukan menteri. Yusril sudah jadi menteri beberapa kali, mungkin sudah bosan. Jadi? Mungkin kalau Yusril dan Fadli Zon salaman, PBB akan lolos ke parlemen he he he… Wallahu alimun hakim. II Izzadina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *