Yusril Akui Berat Uji UU Pemilu

by
Doc.wp

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengharapkan MK masih bersikap rasional.

Wartapilihan.com, Jakarta –Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengaku tidak mudah untuk melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konsitusi (MK).  “Kita sudah empat kali ajukan pengujian UU ini di MK dan selalu ditolak. MK selalu mengatakan, meskipun seandainya UU itu dinilai buruk bukan kemudian berarti inkonstitusional,” kata Yusril dalam acara Diskusi di Markas PBB, Pasar Minggu Jakarta Selatan, Senin (21/8).

Yusril mengatakan bahwa MK tidak mungkin membatalkan UU yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang secara sah. “MK menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa membatalkan suatu UU yang merupakan kewenangan suatu lembaga pemerintah yang sah atau open legal policy. Kecuali secara nyata melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable,” kata Yusril.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini mengakui bahwa perjuangan untuk pengujian UU Pemilu itu ke MK sangat berat. “Jadi sudah jelas dapat dipastikan pengujian UU ini akan ditolak oleh MK. Jadi ini berat. Apalagi ketiga hal itu tadi merupakan sesuatu yang tidak eksplisit dalam konteks konstitusi tapi lebih kepada persoalan hukum,” jelasnya.

Seperti diketahui, Yusril dan Rhoma Irama ingin maju sebagai calon presiden pad Pemilu 2019, namun terhambat oleh UU Pemilu yang disahkan DPR beberapa waktu lalu. UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 yang disahkan DPR ini, juga telah ditandatangani presiden Jokowi pada 16 Agustus lalu.

UU Pemilu itu telah disahkan dalam rapat paripurna DPR sebelumnya pada 21 Juli 2017. Pengesahan UU itu diwarnai aski walkout dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Amanat Nasional.

Keempat fraksi itu keberatan terutama soal ambang batas pencalonan presiden. “Terakhir ketika Effendi Ghazali ajukan uji materi Pasal 9 UU 42/2008 tentang Pilpres ambang batasnya 20-25 persen. Permohonan pemilu serentak dikabulkan dan baru akan dilaksanakan 2019. Tetapi permohonan untuk hapus ambang batas pencalonan Presiden ditolak MK,” terang Yusril. Dalam UU Pemilu No 7/2017, dalam pasal 222 juga disebutkan tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Irman Putra Sidin juga menyayangkan adanya ambang batas calon presiden ini. “Semua parpol peserta pemilu mempunyai hak istimewa untuk ikut pilpres,”jelasnya. Semakin banyak calon menurutnya, semakin masyarakat dapat memilih yang terbaik dari para calon itu.

Berbeda dengan Yusril, Irman tidak pesimis terhadap sikap MK. “Kita percaya MK masih berfikir rasional, jangan terlalu pesimis,” sarannya.

Dalam diskusi itu, Irman juga menyayangkan sikap pemerintah yang mengeluarkan Perppu Ormas No. 2/2017. “Pembubaran ormas atau parpol harusnya dipersulit, bukan dipermudah,” jelasnya.

Bagi Irman, pemerintah harusnya tidak bersikap responsif tapi persuasif dalam menyikapi ormas yang dianggap melanggar Pancasila. “Tidak serta merta dibubarkan,”tuturnya. Ia mencontohkan rezim Susilo Bambang Yudhoyono yang bersikap persuasif terhadap ormas-ormas yang ada. Dimana apabila ada ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, maka pengadilan yang menilai dan memutuskan. ||

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *