Direktur Eksekutif LBH Street Lawyer Juanda Eltari meminta KPK tidak ragu untuk memanggil Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk dimintai keterangannya terkait kebenaran informasi mengenai dugaan aliran dana dari Basuki Hariman.
Wartapilihan.com, Jakarta — Dugaan keterlibatan 2 (dua) mantan penyidik KPK atas rusak dan hilangnya barang bukti -berdasarkan informasi dari tulisan Bambang Widjojanto yang berjudul Tsunami ‘Kebejatan’ Penegakan Hukum, jika terbukti benar, hal tersebut merupakan tindakan yang menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice).
Tindakan dimaksud mengacu Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi dan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP yang berbunyi: ”Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian”
Sedangkan Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, ”Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”
Direktur Eksekutif LBH Street Lawyer Juanda Eltari meminta kepada KPK guna memeriksa 2 (dua) mantan Penyidiknya, bukan hanya semata proses internal saja, tapi dalam rangka menegakan hukum atas dugaan tindak pidana dalam kaitanya dugaan pengerusakan barang bukti, dan penghalangan penegakan hukum.
“Seperti KPK lakukan terhadap Fredrich Yunadi, dan pihak-pihak lainnya yang dianggap KPK telah menghalangi penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Juanda kepada Wartapilihan.com, Rabu (10/10).
Selain itu, ia meminta KPK tidak ragu untuk memanggil Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk dimintai keterangannya terkait kebenaran informasi mengenai dugaan aliran dana dari Basuki Hariman.
“KPK harus berani mengungkap kasus korupsi yang melibatkan petinggi negara, atau ikan besar (big fish), karena masyarakat Indonesia mendukung di belakang KPK untuk memberantas korupsi,” ungkapnya.
Menurut dia, KPK generasi sebelumnya memperoleh dukungan masyarakat karena mampu, dan berani mengungkap kasus-kasus besar. “Jangan sampai KPK periode sekarang dikenang masyarakat sebagai KPK terburuk yang pernah ada karena kurang nyalinya,” tandasnya.
Sementara, mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto mengatakan, yang harus dipersoalkan dalam seluruh kekisruhan ini, dimana posisi hukum dan nurani keadilan dari komsioner KPK yang sekaligus Pimpinan KPK. Menurutnya, kejahatan yang paling hakiki dengan derajat luar biasa terjadi didepan mata, hidung dan telinga mereka, tapi Pimpinan KPK “tinggal
diam”, “mati” akal-nurani keadilannya dan “mati suri”.
“Yang tidak bisa dimaafkan dan sulit untuk dimengerti, Pimpinan KPK dapat dituding telah secara sengaja menyembunyikan dan juga melakukan kejahatan yang sekaligus merusak kehormatan dan reputasi Lembaga KPK yang dibangun bertahun-tahun dengan susah payah sehingga dapat dipercaya rakyat serta menjadi pelepas dahaga harapan,” ujar dia.
Bambang menjelaskan, tidak ada pilihan lain, Pimpinan KPK harus segera “bangkit”, bertindak “waras” dan “menegakan keberaniannya”, jangan lagi mau “dipenjara” ketakutannya sendiri untuk melawan kejahatan yang makin sempurna. Tidak bisa lagi ada upaya sekecil apapun untuk menyembunyikan “kebusukan” yang tengah terjadi apalagi melakukan kejahatan. Misalnya, menyatakan bahwa kedua penyidik KPK yang diduga melakukan perbuatan penghilangan barang bukti telah dihukum berat dengan mengembalikan ke instansi kepolisian dan fakta yang sebenarnya tak muncul dipemeriksaan pengadilan.
“Apakah betul sudah ada pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Internal KPK atas kasus di atas? Apakah benar, hasil pemeriksaan dari Pengawas Internal telah disampaikan pada Pimpinan untuk kemudian diteruskan untuk ditindaklanjuti oleh Dewan Pertimbangan Pegawai. Jika hal iktu tidak benar maka Pimpinan KPK telah secara sengaja tak hanya menyembunyikan kejahatan, tapi juga melindungi pelaku kejahatannya dan memanipulasi proses pemeriksaan yang seharusnya sesuai fakta yang sebenarnya serta sekaligus melakukan kejahatan,” paparnya.
Ia menegaskan, tindakan penyidik KPK yang diduga merobek 19 catatan transaksi adalah tindakan penyalahgunaan kewenangan atau setidaknya menggunakan kewenangan untuk kepe2ntingan di luar KPK (Pasal 1 angka 9 jo Pasal 5 huruf a dan k) dan dapat dikualifikasi sebagai Pelanggaran Disiplin Berat sesuai Pasal 8 hurug g, l, dan n dari Peraturan KPK No. 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.
Jika merujuk pada Pasal 8 huruf s jo Pasal 11 peraturan di atas, menurutnya, tindakan itu dapat dikualifikasikan perbuatan yang dikatagorikan sebagai tindak pidana (setidaknya merintangi proses pemeeriksaan atau obstruction of justice) dan telah timbul kerugian maka harus dikenakan pasal pidana selain mengganti kerugian yang timbul bukan sekedar mengembalikan ke instansi asalnya.
“Saya mendesak, Ketua KPK Agus Raharjo, tidak lagi bersilat lidah dengan menyatakan pemulangan itu merupakan bentuk sanksi berat dengan menyatakan itu sanksi berat yang bisa diberikan terhadap pegawai dari Kepolisian, Kejaksaan, dan lembaga lain,” jelasnya.
“Pimpinan KPK berhentilah bertameng kenaifan karena sudah sangat menyebalkan. Saatnya Dewan Etik dibuat dan ditegakkan karena ada indikasi sebagian Pimpinan KPK telah mengetahui kejahatan yang terjadi tapi justru menyembunyikan dan berpura-pura tidak tahu atau setidaknya
melakukan tindakan yang tidak patut yang seharusnya menegakan
nilai-nilai dasar KPK (integritas, keadilan, profesionalitas, kepemimpinan
dan religiusitas),” sambung dia.
Kini, simpul Bambang, Pimpinan KPK tengah diuji dan publik diseantero republik sedang mengamati, apakah masih punya “sedikit” nyali untuk membongkar kasus ini hingga tuntas, setidaknya memanggil dan memeriksa Tito Karnavian yang kala itu menjabat berbagai jabatan penting di republik ini untuk mendapatkan konfirmasi sesuai klaim dari Muhammad Iqbal selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri saat itu, membantah aliran dana kepada Tito dengan menyatakan “catatan dalam buku merah itu belum tentu benar”.
Satya Wira