Tanah Abang, Ombudsman, dan Class Action

by
Dahlan Pido, Wakil Ketua Umum ACTA (kanan). Foto : Istimewa.

Pernyataan Ombudsman DKI Jakarta yang menyalahkan Anies Baswedan dalam kasus Tanah Abang, membuat Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) gerah. Mereka akan melakukan gugatan Class Action.

Wartapilihan.com, Jakarta — “Pada hari Senin minggu depan (2/4), kami akan mendaftarkan gugatan Class Action terhadap Ombudsman Republik Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kami menduga bahwa Ombudsman telah menerapkan standar ganda dalam memeriksa laporan yang masuk dari masyarakat,” kata Dahlan Pido, Wakil Ketua Umum ACTA kepada Warta Pilihan pagi ini (29/4).

Setidaknya ada dua kasus yang menjadi acuan untuk menjadi dasar argumentasi gugatan.

“Yang pertama, laporan kami ACTA tertanggal 1 Maret 2018 soal dugaan maladministrasi terkait adanya pertemuan Presiden dan petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang disebutkan juga membahas pemenangan Pilpres. Dasar pelaporan tersebut sangat kuat karena Istana sebagai pusat pengendalian pelayanan publik tentu tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok orang saja,” terang Pido.

Namun, menurut Pido, laporan tersebut nyaris ditolak Ombudsman dengan berbagai dalih seperti tidak adanya AD/ART organisasi ACTA dan lain-lain.

“Yang paling parah, Ombudsman mengolok-olok kami sebagai Pelapor dengan mengatakan ke media bahwa kami hanya curhat karena tidak menyebutkan identitas terlapor, padahal dalam UU Ombudsman tidak ada aturan harus mencantumkan Terlapor. Tindakan Ombudsman ini adalah contoh yang sangat buruk bagi pelayanan publik dimana laporan nyaris ditolak dan pelapor diolok-olok,” papar pengacara yang juga menangani kasus Asma Dewi ini.

Yang kedua, kasus dugaan mal administrasi penataan Tanah Abang. “Tidak jelas siapa pelapor dalam kasus ini tapi Ombudsman bisa bergerak sangat cepat dan mengumumkan telah terjadi dugaan maladministrasi. Kami tidak melihat bahwa kasus tanah abang merupakan domain Ombudsman karena tidak menyangkut pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU Ombudsman dan UU Pelayanan Publik,” jelasnya.

Selain itu Pemerintah DKI Jakarta memiliki kewenangan untuk melakukan diskresi sebagaimana dijamin Pasal 6 ayat (2) huruf e UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

“Terlihat ada perbedaan dalam penanganan kedua kasus tersebut. Disatu sisi Ombudsman begitu lamban dan terkesan berusaha menolak laporan kami, disisi lain Ombudsman bisa begitu agresif mengusut kasus Tanah Abang meski termasuk diskresi yang legal. Kami khawatir publik akan menilai Ombudsman hanya tajam terhadap pemerintah DKI Jakarta dan tumpul memeriksa laporan terkait Istana,” paparnya.

Ada tiga tuntutan dalam gugatan class action ini yaitu agar Ombudsman dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, agar ombudsman dihukum untuk melakukan evaluasi dan perbaikan penanganan seluruh laporan dan agar Ombudsman meminta maaf kepada rakyat Indonesia secara terbuka.

Seperti diketahui, Ombudsman Perwakilan DKI Jakarta memberi waktu 30 hari kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melakukan koreksi kebijakannya yang menutup Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang. Ombudsman menyatakan tindakan Gubernur DKI itu tidak kompeten, ada penyimpangan prosedur, ada pengabaian kewajiban hukum dan ada perbuatan melawan hukum. Ombudsman RI mendukung sikap Ombudsman DKI Jakarta dalam kasus ini. II

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *