Muhaimin Iqbal, lelaki kelahiran Nganjuk ini kini namanya dikenal ahli di bidang pertanian; namun siapa sangka bahwa ia dulu pernah terjun di dunia ekonomi. Pada usia mudanya, 27 tahun, ia telah menjajaki karir sebagai direksi perusahaan jasa keuangan. Ia memiliki pandangan sendiri soal ekonomi dan ekonomi syariah. Ia pun merumuskan solusi melawan riba berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Wartapilihan.com, Depok –Dalam bidang asuransi dan manajemen resiko, ia juga pernah alami pengakuan tertinggi dari lembaga profesi di Inggris, Indonesia, Selandia Baru dan Australia. Namun, pengalamannya puluhan tahun mengurusi bidang keuangan membuatnya ajukan pensiun dini karena menyakini hukum riba dalam Islam.
Karena pensiun dini yang nekad dilakukannya, ia pun berwirausaha. Ia pun banyak membangun usaha seperti parfum Huurun, penjualan dinar di Gerai Dinar, aplikasi pertanian berbasis teknologi IGrow, dan banyak bisnis lainnya. Berikut beberapa petikan wawancara dengan Muhaimin Iqbal.
Bagaimana pandangan Anda mengenai bank syariah yang pertumbuhannya sejak dulu hingga sekarang tetap stagnan?
Perbankan syariah hanya 5% pasarnya, sisanya konvensional. Artinya, 95% pasar dikuasai siapa? Sistem yang ada sekarang nggak bisa didandani dengan cara orang melakukannya sekarang. Solusi melawan riba adalah sedekah dan jual beli. Satu masalah diberi dua solusi sama Allah. Di Indonesia, sedekah nggak jalan, jual beli juga melempem. Padahal jika berdagang dikuasai umat, pasti riba bisa dihilangkan.
Lantas bagaimana solusi agar bank syariah maju?
Solusinya bukan merubah akad, akadnya beda. Kita harus hargai itu, tapi harus ada target, masa sudah 20 tahun tapi masih sama saja. Seperti orang nikah, kan ada akad halal. Maka saya jawab begini, kalau akadnya halal terus istrinya digebukin setiap hari, nah itu namanya kedzaliman, seperti itu. Ada beberapa (bank syariah) yang akadnya bener, tapi eksekusinya mendzalimi yang lain.
Sedangkan pakaian aja kita tidak boleh menyerupai yang lain, apalagi dalam hal sepenting ini. Kalau dalam eksekusinya sama saja seperti orang lain, berarti ekonomi syariah telah menyerupai ekonomi konvensional. Jadi harus berbeda. Karena bank syariah bukan solusi, maka harus kembali ke Al-Qur’an.
Kalau begitu, apakah Anda menggunakan bank syariah atau konvensional untuk bertransaksi?
Prinsipnya bukan lembaganya, kita yang enggak boleh adalah transaksi yang menimbulkan riba. Kalau digunakan sebagai alat transaksi, mau nggak mau lewat itu kan. Asal kita nggak menggunakan fasilitas atau produk ribawi, jadi bukan lembaganya tapi produknya. Tabungan sama-sama nggak haram, boleh di bank syariah tidak apa-apa.
Saya misalkan seperti ini, misalnya ada restoran yang menjual makanan haram, nggak perlu restorannya disertifikasi syariah, kita bisa makan yang halalnya. Jadi, tidak sama sekali meninggalkan, ada pilihan menabung pun tidak usah ada bunganya juga bisa kita bilang ke pihak bank-nya. Bisa memilih seperti itu.
Bagaimana definisi riba menurut Anda?
Riba adalah setiap penambahan yang tidak ada alasannya. Kalau misalnya maunya yang harus lebih, uang tidak boleh menghasilkan uang. Misalnya, deposito, ngapain harus repot menanam atau berjualan, lebih baik disimpan. Uang pada dasarnya harus memutar aktivitas ekonomi masyarakat luas, menumbulkan kemakmuran lalu balik lagi dengan kemakmuran yang lebih. Uang berputar jangan sampai di golongan kaya juga.
Kenapa Indonesia miskin tertinggal? Karena uang berputar di Jakarta saja. Orang mungkin berpikir, ngapain orang uang putar di desa, kalau mau makmur berdagang menanam dan sebagainya, uangnya dijamin oleh pemerintah. Filosofinya harus lebih besar, harta harus membuat kemakmuran.
Sekarang gerakan sedekah dirasa sudah banyak, tetapi mengapa belum bisa menuntaskan riba?
Meski gerakan sedekah sudah banyak, seperti dua sisi. Air yang sedikit tidak bisa memadamkan api yang besar (riba). Sedangkan di sisi lain, umat akan bisa bersedekah kalau umat punya uang, kalau tidak punya uang gimana? Kalau orangnya banyak hutang bagaimana mau sedekah? Jadi, jual beli dan sedekah saling berkaitan satu sama lain.
Mengenai GeraiDinar.com, bagaimana kelanjutannya saat ini?
Gerai Dinar.com bersifat politis. Bank Indonesia (BI) nggak suka, jadinya saya tidak melanjutkannya, dan enggak dibahas lagi sekarang. Banyak yang nggak suka, jadi ada perkembangan itu.
Sekarang kan juga ada Bitcoin. Bitcoin itu uangnya sekarang uangnya gharar, gambling, karena tidak stabil harganya. Tetapi emas, dia adalah uang sepanjang jaman, sekarang 1 dinar dua juta tiga ratus, selama ribuan tahun. Tidak ada inflasi, bitcoin yang katanya uang yang paling modern malah tidak stabil.
Mengapa bisnis mulia ini tidak dilanjutkan atau diperjuangkan?
Rezimnya memang lagi begini, bukan hanya di Indonesia tapi global yang tidak berpihak pada kebenaran. Uang hanya bisa sebagai medium pembayaran, tetapi tidak bisa sebagai timbangan yang adil. Nilai uang terus tergerus minimal 5 persen setiap tahun, uang sekarang hanya berfungsi sebagai pembayaran saja.
Sepanjang jaman, emas itu berharga, dialah sebagai timbangan yang adil. Sesuau yang disebut dalam Al-Qur’an, maka kebenarannya abadi. Uang yang pernah disebut di Al-Qur’an dinar dan dirham.
Bagaimana harapan Anda soal Gerai Dinar?
Saya berharap aja nggak berani, kita nggak perlu berambisi mengajukan dinar sebagai uang global. Pada masanya juga akan semuanya kembali, kita tinggal tunggu saja sampai kembali. Allah sudah menjanjikan, kelak akan ada masa semuanya kembali seperti ke jaman Rasulullah.
Apa pesan Anda untuk umat?
Umat ini (Islam) pasti ditinggikan oleh Allah kapanpun selama memenuhi syarat yaitu beriman dan bertaqwa, namun juga berlaku sebaliknya, kapanpun umat ini tidak memenuhi syarat tidak akan bisa.
Babak belurnya umat, jatuh karena tamak. Bayangkan sekarang, Nabi sudah tidak ada. Yang ada hanya ajarannya. Kalau kita bisa mengikuti ajaranNya maka Allah akan menolong kita seperti yang Allah janjikan dalam QS Muhammad ayat 7, jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan meneguhkan kedudukanmu.
Teknologi yang sekarang bisa saja hilang oleh hanya suatu peristiwa dentuman besar, bisa nuklir atau apa saja. Maka, pesan saya, kembali lagi kepada ajaran Al-Qur’an. Bukan sekedar dihafalkan tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bidang apapun Anda.
Eveline Ramadhini