Yahya C Staquf kini sedang ramai diperbincangkan akibat kehadirannya di Forum Israel dan membicarakan soal hubungan Islam dan Yahudi yang perlu untuk diinterpretasikan ulang sesuai konteks, bukan sesuai teks Al-Qur’an. Pernyataan ini mengundang banyak kecaman bagi Yahya karena dianggap telah mencoreng pembelaan Indonesia terhadap pihak Palestina untuk menghapuskan penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Wartapilihan.com, Jakarta – Yahya Cholil Staquf, videonya beredar secara viral semenjak ia menghadiri undangan At AJC Global Forum 2018 di Israel yang videonya dipublikasikan pada tanggal 10 Juni 2018 oleh akun YouTube AJC Global yang merupakan kepanjangan dari Global Jewish Advocacy (https://www.youtube.com/watch?v=bn0bswYyGZY).
Di dalam perbincangan tersebut, ia membawa nama Gus Dur dan mengatakan bahwa ia merupakan murid Gus Dur yang merupakan mantan presiden RI ke-4. Ia menjelaskan soal hubungan soal Islam dan Yahudi yang mengalami dinamika dan memiliki msalah serius karena sejarah agama yang berupa dogma.
“Hubungan antara Islam dan Yahudi adalah hubungan yang fluktuatif. Terkadang baik, terkadang konflik. Hal ini tergantung pada dinamika sejarah yang terjadi. Tapi secara umum kita harus mengakui bahwa ada masalah dalam hubungan dua agama ini. Dan salah satu sumber masalahnya terletak pada ajaran agama itu sendiri.
Dalam konteks realitas saat ini, kaum beragama baik Islam maupun Yahudi perlu menemukan cara baru untuk pertama-tama memfungsikan agama dalam kehidupan nyata. Dan kedua menemukan interpretasi moral baru yang mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan agama-agama lain.
Bukan hanya “mungkin”, tapi ini sesuatu yang “harus” dilakukan. Karena setiap ayat dari Alquran diturunkan dalam konteks realitas tertentu, dalam masa tertentu. Nabi Muhammad Saw. dalam mengatakan sesuatu juga selalu disesuaikan dengan situasi yang ada pada saat itu. Sehingga Alquran dan hadits adalah pada dasarnya dokumen sejarah yang berisi panduan moral dalam menghadapi situasi tertentu. Ketika situasi dan realitasnya berubah, maka manifestasi dari moralitas tersebut sudah seharusnya berubah pula.”
Ia menekankan untuk menginterpretasikan kembali ayat Al-Qur’an sesuai dengan konteks saat ini, berbeda dengan zaman dahulu karena situasi dan realitas telah berubah. Lebih jauh, ia mengemukakan, Al-Qur’an merupakan “dokumen sejarah” yang berisi panduan moral dalam menghadapi situasi tertentu.
Yahya merupakan alumni SMA 1 Yogyakarta dan berkuliah di Universitas Gadjah Mada. Ia saat ini merupakan Katib ‘Aam PBNU & Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Ia mengampu jabatan di Nadhatul Ulama (NU) sebagai seorang mubalig yang menjabat sebagai Sekretaris Umum Katib Syuriah PBNU. Jabatannya di Nahdlatul Ulama dia emban sejak Agustus 2015 hingga tahun 2020 mendatang.
Mantan Juru Bicara Presiden KH. Abdurrahman Wahid ini menjadi salah satu mubalig yang masuk dalam daftar rekomendasi dari Kemenag. Kementerian di bawah Lukman Hakim Saifuddin ini menganjurkan 200 mubalig untuk masyarakat guna mengisi acara-acara keagamaan.
Dalam ceramah-ceramahnya, ia cukup fokus menggaungkan soal Islam Nusantara, dimana Islam yang hadir di Indonesia, menurut dia lahir dari kedamaian bukan penjajahan, sedangkan Islam Arab datang melalui penaklukan, yang dengan kata lain ia sebut juga sebagai “penjajahan”.
Pada 1 Juni 2018, dari laman Facebook-nya Yahya Cholil Staquf (https://www.facebook.com/staquf) yang memiliki pengikut sebanyak 30-ribuan, ia memposting soal ucapan terimakasih kepada Presiden RI Jokowi karena diangkat sebagai salah seorang Anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Dari cover Facebook-nya pun ia memajang fotonya bersama Presiden Joko Widodo. Di salah satu paragraf tulisannya soal itu, ia mengatakan bahwa dunia saat ini ada di tengah benturan identitas dan peradaban.
“Ditengah kemelut dunia yang diwarnai berbagai perbenturan antar-identitas dan antar-peradaban serta semakin nyata menjurus kepada krisis global dewasa ini, visi para Bapak Pendiri Bangsa yang merupakan cita-cita mewujudkan peradaban mulia bagi seluruh umat manusia, sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, adalah wawasan yang sangat dibutuhkan oleh dunia. Hanya kita, Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang memiliki warisan visi dan cita-cita agung yang secara gamblang dijabarkan dan secara tegas dikukuhkan sebagai konsensus Bangsa seperti itu. Tidak ada yang lain.
Saya berharap, segera bangkit kesadaran seluruh anak Bangsa, terutama para pemimpin, bahwa kita sebagai Satu Bangsa tidak sedang sekedar mengarungi lautan gejolak dunia untuk mencari keselamatan bagi diri-sendiri saja. Tapi kita memiliki kekayaan dan kekuatan untuk membantu seluruh umat manusia menemukan masa depan yang lebih baik dan lebih mulia bagi peradaban dunia.”
Yahya pun merupakan penulis aktif di teronggosong.com, ia sering membahas isu Islam Nusantara dan keulamaan sejak tahun 2009, termasuk cerita-cerita pendek yang dibuatnya. Sementara di akun Twitter (https://twitter.com/staquf) ia memiliki 13.000 followers.
Di akun twitternya, pada tanggal 31 Maret 2017, ia sempat menyudutkan Anies Baswedan, dengan mengatakan sikapnya sebagai calon pemimpin DKI Jakarta yang kurang prularis dan tidak mau menjadi bagian integral dari masyarakat plural.
Eveline Ramadhini