Seputar Nusantara: Korupsi “Bergotong-Royong”

by

Mayoritas anggota Dewan Provinsi Sumsel diduga menerima dana aspirasi yang diselewengkan. Sudah empat tahun belum juga diusut tuntas.

Wartapilihan.com, Jakarta –Kasus-kasus dugaan korupsi, sebagaimana kita tahu, bukanlah monopoli para pejabat yang berada di Ibu Kota Jakarta, tapi juga merambah ke berbagai daerah di tanah air. Beberapa kasus, misalnya, tidak hanya melibatkan walikota, bupati atau gubernur saja, tapi juga dilakukan secara “bergotong-royong” oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD).

Bulan Mei 2017 lalu misalnya, Kejaksaan Tinggi Riau memeriksa lebih 50 saksi untuk sebuah kasus dugaan korupsi “bergotong-royong” dana tak terduga pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pelalawan tahun 2012. Alokasi anggaran yang digunakan diduga fiktif.

Jika ditarik ke belakang, pada tahun 2004, di Provinsi Sumatra Barat(Sumbar), juga pernah terjadi korupsi “bergotong-royong”. Waktu itu, paruh Mei 2004, Pengadilan Negeri Padang memvonis 43 anggota Dewan Provinsi Sumbar bersalah dalam kasus korupsi APBD senilai Rp 5,9 miliar.

Begitu pula, di tahun yang sama, Untuk Kota Padang, Sumbar, sebanyak 45 anggota DPRD ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelewengan APBD 2001 dan 2002 sebesar Rp 10,4 miliar.

Dan yang terbaru tentang dugaan korupsi “bergotong-royong” adalah penyelewengan dana hibah yang dilakukan oleh mayoritas anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan(Sumsel).

Adalah Masyarakat Peduli Pembangunan Sumsel, Rabu(26/7) lalu menggelar aksi unjuk-rasa di depan Mapolda Sumsel. Dua hari kemudian, di hari Jum’at, komunitas yang sama menggelar aksi di depan Kantor Kejaksaan Agung dan KPK di Jakarta.

Dugaan korupsi itu melibatkan mayoritas anggota DPRD Provinsi Sumsel masa bhakti 2009-2014 yang berjumlah 75 orang itu. Dana aspirasi tersebut bersumber dari dana hibah Pemprov Sumsel sebesar Rp 379 milyar, tahun 2013.

Tentu saja kita tidak boleh diam atas berbagai penyalahgunaan jabatan, kewenangan, dan keuangan, baik di daerah maupun di pusat. Jika pusat sudah sibuk dengan berbagai persoalannya, daerah tak boleh lengah juga. Karena itu, cara terbaik pengawasan adalah para “awak daerah” mengawal daerahnya masing-masing. Wong Kito tak boleh diam melihat penyalahgunaan keuangan daerah yang nota bene adalah uang rakyat itu.

Transparansi mesti dibuka, sebagai langkah awal menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Herry M. Joesoef

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *