Pemimpin Menjenguk Allah

by
foto:istimewa

Seorang pemimpin tidak bakal mengenal kebutuhan dasar rakyatnya jika dia tidak mendekat kepada Allah. Menjenguk orang sakit, memberi makan dan minum pada fakir-miskin, adalah jalan memenuhi hak-hak fundamental rakyat yang dipimpinnya.

 

Wartapilihan.com, Jakarta –-Mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kebutuhan dasar seorang pemimpin dan umat Muslim secara umum. Mendekat kepada-Nya, melalui ibadah-ibadah wajib dan sunnah, serta amalan-amalan nyata guna mengangkat harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan yang paling dasar.

Apakah kebutuhan dasar itu? Dalam sebuah hadits Qudsi ini cukuplah kiranya dijadikan pijakan untuk mengenal esensi kebutuhan dasar tersebut. Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menarasikan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pada hari Kiamat:

« يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي . قَالَ : يَارَبِّ ،كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، وَلَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ ، اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي . فَيَقُولُ : كَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَطْعَمَكَ فَلَمْ تُطْعِمْهُ ، أَمَاعَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي . فَيَقُولُ : أَيْ رَبِّ ، وَكَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَسْقَاكَ فَلَمْ تَسْقِهِ ، وَلَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ » .

“Wahai anak Adam, Aku sakit, tetapi engkau tidak menjenguk-Ku. Orang itu bertanya, ‘Wahai Tuhan, bagaimana cara saya menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan penguasa alam semesta?’ Allah menjawab: Apakah engkau tidak mengetahui bahwa seorang hamba-Ku bernama Fulan sedang sakit, tetapi engkau tidak mau menjenguknya. Sekiranya engkau mau menjenguknya, pasti engkau dapati Aku di sisinya.

Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberikan makan kepada-Ku. Orang yang ditanya balik bertanya, ‘Wahai Tuhan, bagaimana cara saya memberi makan kepada-Mu, sedangkan Engkau Tuhan penguasa alam semesta?’ Allah berfirman: Ketahuilah, engkau tidak peduli pada seorang hamba-Ku, si Fulan, yang datang meminta makan kepadamu, tetapi engkau tidak memberinya makan. Ketahuilah, sekiranya engkau mau memberinya makan, pasti engkau akan menemukan balasannya di sisi-Ku.

Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi engkau tidak memberi-Ku minum. Orang itu bertanya, ‘Ya Tuhanku, bagaimana caranya aku memberi-Mu minum, padahal Engkau Tuhan penguasa alam semesta?’ Allah berfirman: hamba-Ku, si Fulan, minta minum kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberinya minum. Ketahuilah, sekiranya engkau memberinya minum, pasti engkau akan menemui balasannya di sisi-Ku.” (HR. Imam Muslim)

Itulah dialog Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hamba-Nya di hari kiamat, dengan kiasan yang sarat makna secara esensial. Sakit, lapar dan haus adalah masalah dasar dari umat manusia. Kesempurnaan iman seseorang akan terganggu ketika seseorang belum mencintai sesama mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Hal tersebut secara eksplisit disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits yang dinarasikan oleh Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Itulah kualitas seorang Mukmin. Mencintai sesama Mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Karena itu, seorang Muslim hendaknya selalu meningkatkan dirinya dan menjaga kualitas dirinya agar tetap menjadi seorang Mukmin. Pada dasarnya, Mukmin itu Muslim, tapi Muslim belum tentu sudah mencapai derajat Mukmin, sebagaimana termaktub dalam surah Al-Hujurat ayat 14:

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Muslim itu kulit luarnya, sedangkan Mukmin itu adalah esensi yang ada dalam lubuk sanubari seseorang. Maka, seorang Muslim mesti terus menerus meningkatkan dirinya menjadi seorang Mukmin dan menjaganya agar tidak turun derajatnya dari kemukminannya itu.

Jika terhadap sesama Mukmin saja seseorang mesti memperhatikan betul saudara-saudaranya, apalagi yang diemban oleh seorang pemimpin.

Pemimpin itu baru akan mengenal rakyatnya jika ia telah mengenal kebutuhan dasar mereka. Itu sebabnya, seorang pemimpin mesti peka terhadap kebutuhan dasar rakyat yang dipimpinnya. Dan, kebutuhan dasar rakyat, dimana dan kapan pun, adalah masalah kesehatan, dan sandag-pangan. Rakyat sakit menjadikan negeri itu tidak akan produktif, rakyat lapar dan haus akan mendekatkan mereka pada kekufuran, kemaksiatan, dan kriminalitas.

Dan, seorang pemimpin itu mestilah bersama rakyat yang dipimpinnya. Jika rakyatnya untuk makan saja masih susah, janganlah menunjukkan kemewahan kepada mereka. Hargai perasaan masyarakat yang masih miskin, jangan diperparah dengan penampilan seorang pemimpin yang suka mengoleksi mobil dan bangunan-bangunan mewah, misalya.

Perhatian terhadap masyarakat mesti dilakukan secar ikhlas, bukan untuk pencitraan. Blusukan adalah salah satu metode untuk mendapatkan informasi langsung dari rakyat yang dipimpinnya. Blusukan itu dengan cara diam-diam, tidak diketahui oleh komunitas sasaran, tidak pakai pengawalan, dan tidak mengajak para pewarta dengan seperangkat alat komunikasinya itu. Jika sudah menangkap problema masyarakat, segera mengambil langkah-langkah solutif.

Bagi seorang pemimpin, menjenguk Allah adalah jalan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Wallahu A’lam.

Herry M. Joesoef

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *