Ketua Divisi Hukum Persaudaraan Alumni 212, Damai Hari Lubis, menyatakan bahwa Sukmawati sebenrnya mempunyai dua kasus hukum. Pertama, kasus penodaan agama Islam (pelecehan adzan dan cadar). Kedua, kasus pemalsuan ijazah tahun 2013.
Wartapilihan.com, Jakarta –Banyaknya laporan yang dilayangkan masyarakat kepada penyidik di berbagai daerah khususnya Jakarta, harusnya kepolisian harus segera mengusutnya. “Puisi yang disampaikannya secara hukum memuat unsur-unsur hukum sebagai penodaan atau penistaan terhadap Islam. Dalam puisi jelas dikatakannya bahwa kidung Indonesia lebih indah dari suara azan dan konde ibu Indonesia lebih indah dari cadar,” kata Lubis dalam pers rilisnya yang diterima Warta Pilihan pagi ini (7/4).
Pengacara ini menyayangkan polisi terlihat lambat dalam menanganinya. “Padahal secara hukum yang mengatur baik KUHP (materiil) dan hukum formalnya (KUHAP) perbuatan kejahatan ini adalah kategori bentuk delik umum bukan delik aduan, dimana sebenarnya polisi yang telah mengetahui atau menemukan adanya pelanggaran penistaan ini, seharusnya sudah dapat memprosesnya serta menahan pelakunya, bukan polisi malah sibuk menyarankan agar dimaafkan perbuatan Sukmawati tersebut,” jelasnya.
Ia menyatakan agar jangan sampai penegak hukum mengajari masyarakat agar menentang sumber hukum UUD 1945 tentang ‘semua orang sama dihadapan hukum dan juga ‘mengajari’ masyarakat melanggar ketentuan perundang-undang RI / KUHP.
Selain kasus ini, Sukmawati juga menyimpan kasus lain. Menurut Lubis, putri Bung Karno ini pada tahun 2013 terkena kasus dugaan ijazah palsu. Waktu itu penyidik Mabes Polri telah menetapkan Sukmawati sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan ijazah SMA 3 Jakarta. “Ijazah yang diduga palsu yang digunakan Sukmwati untuk mendaftar sebagai calon anggota DPR RI dari Partai PNI Marhaenisme. Sukmawati juga tercatat memalsukan ijazah SMA 22. Sehingga oleh salah satu media Sukmawati diberi julukan sebagai ‘Ratu Ijazah Palsu’,” terang Lubis.
Ketua Divisi Hukum PA 212 ini mengharapkan penyidik wajib melanjutkan perkara Sukmawati ini dan dengan segera mungkin dilimpahkan ke pengadilan bila telah lengkap berkas-berkasnya (P-21). “Perkara ini sudah lama mengendap entah apa alasan hukumnya,” tanyanya heran.
Dalam kasus pemalsuan ijazah ini, menurutnya, cukup dibuktikan adanya korban secara immateriil yakni dalam bentuk kesusilaan dan atau terkait sebuah kehormatan (kehormatan sebagai nama baik sekolah dengan disertai saksi korban). “Dalam hal ini kerugian immateril dialami oleh Kepala sekolah, atau guru dan atau murid atau alumnus sekolah yang dipalsukan,” jelasnya.
“Jadi secara hukum penyidik bisa mendalami dan mengenakan terhadap Sukmawati atas dugaan pelanggaran terhadap pasal 263 KUHP (ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara) Junto 264 KUHP (ancaman 8 tahun tahun penjara),” jelasnya. II
Izzadina