Jika pernyataan Moeldoko sebagai ketua KSP yang punya akses terhadap informasi intelijen itu benar, maka kondisi sebagian rakyat yang hadir di sekitar MK sangat berbahaya.
Wartapilihan.com, Jakarta — Pengamat terorisme dan intelijen, Harits Abu Ulya menyoroti ucaoan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyatakan 30 orang jaringan teroris ikut aksi sengketa pilpres di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, pendapat Moeldoko adalah teror dan menggelikan.
“Ungkapan Moeldoko sadar atau tidak sebagai teror kepada rakyat wabil khusus kepada komponen masyarakat yang hadir di sekitar MK jelang putusan sengketa Pilpres. Publik Sangat mudah memahami, itu hanya sebagai propaganda Moeldoko untuk dengan target mereduksi gerakan rakyat yang mengalir ke MK,” kata Harits, Kamis (27/6).
Alasannya, jelas Harits, pertama jika pernyataan Moeldoko sebagai ketua KSP yang punya akses terhadap informasi intelijen itu benar, maka kondisi sebagian rakyat yang hadir di sekitar MK sangat berbahaya. Mereka terancam aksi teror dari 30 orang teroris yang akan melakukan penetrasi ditengah-tengah mereka.
“Negara abai terhadap keselamatan rakyat, tapi pejabat sebatas sibuk beretorika,” kata Harits.
Alasan kedua, jika pernyataan Moeldoko itu hoaks, sungguh itu sebagai teror kepada sebagian warga negara Indonesia yang hadir di sekitar MK, dan kebohongan akut yang dilakukan oleh seorang Moeldoko yang notabene sebagai kepala KSP di rezim Jokowi. Menggelikan, karena dalam isu terorisme publik paham bahwa aparat terkait cukup besar kewenangan yang di miliki.
“Dengan UU terorisme yang baru aparat bisa melakukan beragam pendekatan untuk amputasi terorisme,” katanya.
Padahal, dari pendekatan low enforcement (penindakan hukum) maupun kontra ideologi dengan cara hard aproach sampai softh aproach, dengan anggaran dan SDM berlimpah, dengan peralatan yang mutakhir, nyaris tidak ada ruang bagi teroris leluasa untuk melakukan pergerakan. Menurut Harits, seseorang baru dilevel terindikasi atau di duga atau tarkait dengan aksi terorisme saja sudah bisa ditangkap sebagaimana yang berjalan selama ini.
“Karenanya pernyataan Moeldoko menjadi sumir, sudah punya informasi 30 orang teroris masuk Jakarta akan ikut aksi di depan MK tapi kenapa tidak ditangkap sebelum mereka masuk Jakarta? Ini menggelikan,” ujarnya.
Ia melihat diksi teroris sering di jadikan label serampangan untuk kepentingan politis status quo. Yang berbahaya adalah jika teroris yang di sebut adalah teroris pabrikasi alias produk dari tangan-tangan kotor oknum aparat atau intelijen.
“Teroris Pabrikasi dia hadir dan ada di saat para pengorder punya kepentingan politis dan membutuhkan kemudian memesan kepada para peternak teroris pabrikasi muncul agar bisa di goreng kembali isu terorisme,” ungkapnya.
Menurut dia, tidak ada kelompok teroris yang nimbrung urusan dengan sengketa Pilpres di MK. “Dan pernyataan Moeldoko berpotensi fitnah dan tendensius kepada sekelompok umat Islam,” pungkasnya.
Adi Prawiranegara