Beberapa waktu lalu, muncul berbagai tindakan penyimpangan akibat rokok, seperti penumpang Citylink yang akhirnya diturunkan karena merokok di area yang dilarang dan rawan kecelakaan. Seiring dengan peristiwa itu, dalam pekan ini, Polda Metro Jaya mengumumkan akan adanya larangan merokok saat berkendaraan dengan denda bagi yang melanggar sebesar 750.000.
Wartapilihan.com, Jakarta —Azas Tigor Nainggolan selaku analis kebijakan transportasi memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan tersebut. Pasalnya, ia melihat bahwa rokok mengandung 4.000 racun berbahaya yang mematikan.
“Perilaku mengemudikan kendaraan bermotor sambil merokok adalah membahayakan diri juga pengguna jalan lainnya. Selain itu mengemudikan kendaraan sambil merokok menggangu konsentrasi si pengemudi saat harus fokus pada kendaraan yang dikemudikannya,” tutur Azas, kepada Warta Pilihan (wartapilihan.com), Rabu, (7/3/2018).
Merokok saat mengemudi menurutnya juga menyebarkan penyakit dari racun asap rokok kepada orang yang berada bersamanya dalam satu kendaraan.
“Demikian pula merokok sambil mengemudi mengganggu pengguna jalan lainnya karena sering kali asap atau abunya dan bekas rokoknya dibuang sembarang dan mengenai wajah atau badan pengguna jalan yang ada di sekitarnya,” tambah dia.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) ini menekankan, kebijakan ini sudah tepat dan benar untuk melindungi kepentingan keamanan dan keselamatan si pengemudi serta pengguna jalan lainnya.
Larangan ini, ia mengungkapkan, sudah sesuai UU no: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 106 ayat (1) UU no: 22 ini menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Penjelasan Pasal 106 ayat (1) mengatakan yang dimaksud dengan “penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
“Berdasarkan penjelasan pasal 106 ayat 1 pelarangan dan penindakan terhadap para pengemudi kendaraan bermotor yang merokok sudah tepat karena merokok mengganggu konsentrasi si pengemudinya dan membahayakan keselamatan di jalan raya,” tukasnya.
Untuk itu, Azas mendukung agar dalam setiap kegiatannya pihak kepolisian tidak perlu meminta dan menerima sponsor dari perusahaan atau industri rokok.
“Jika pihak kepolisian menerima bantuan sponsor dari industri rokok justru menjadi sebuah ironi, ketika kepolisian melihat produk ini mengganggu konsentrasi dan menjadi salah satu penyebab kecelakaaan lalu lintas tapi tetap membiarkan bahkan menjadikannya sebagai sponsor kegiatan kepolisian,”
Azas berharap, kepolisian dapat menjadi aktor utama aksi melarang rokok dengan cara menolak rokok berada di kantor kepolisian atau di tempat di mana polisi bekerja.
“Sebab jika tidak maka larangan merokok saat berkendaraan ini hanya menyelesaikan persoalan secara parsial tidak sebagai satu kesatuan yang sifatnya menolak bahaya rokok secara menyeluruh,” pungkasnya.
Sementara itu, Muhammad Hadid selaku pengamat transportasi dari Balikpapan mengatakan, sebenarnya bukan hanya merokok yang dilarang, melainkan juga mendengarkan musik.
“Namun khusus musik, masih bisa diperdebatkan,” kata Hadid, dilansir dari jawapos.com.
Menurutnya, aturan larangan mendengarkan musik bagi pengendara roda dua masih sah-sah saja. Pasalnya, telinga yang tertutup earphone membuat pengemudi dapat terisolasi dari sinyal suara sekitar sehingga kepekaan pendengaran lingkungan berkurang.
“Berbeda dengan pengendara roda empat. Musik dirasa tidak begitu mengganggu konsentrasi pengemudi. Asal dengan catatan, volume musik dalam kondisi normal alias tak terlalu kencang atau berlebihan. Sehingga pengemudi masih dapat mendengar suara dari lingkungan luar,” tukas Hadid.
Larangan mendengarkan musik, ia menuturkan, kemungkinan bisa diberlakukan untuk orang-orang yang memodifikasi sound system mobil dengan volume terlalu besar.
“Meskipun sulit mendeteksi mobil dengan modifikasi sound system itu. Apabila kaca mobil tertutup rapat, akhirnya menciptakan area kedap suara. Petugas tak dapat mendengar suara bising musik dari dalam mobil,” lanjut dosen Institut Teknologi Kalimantan (ITK) itu.
Pada pelarangan rokok ketika berkendara, Hadid mengatakan hal itu sudah jadi pembahasan yang cukup lama bagi para ahli transportasi. Ia pun sangat setuju jika ada larangan merokok sambil berkendara, baik untuk roda dua maupun roda empat.
“Kita masing-masing harus sadar dan mendukung terciptanya perilaku keselamatan berkendara,” ujar dia.
Hadid menambahkan, kepolisian seharusnya bertindak tegas terhadap pengendara yang menggunakan gawai/gadget sambil mengemudi. Karena fenomena saat ini, justru masih banyak pengguna roda dua dan roda empat yang mengabaikan aturan itu.
“Baiknya, kendaraan modern sudah dilengkapi fasilitas bluetooth hands free call. Sehingga pengemudi masih bisa menelepon tanpa pegang handphone langsung.
Ada pula fasilitas mobil dengan head unit yang sudah terintegrasi dengan gadget. Itu justru sangat baik karena dapat mendukung keamanan dalam berkendara,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini