Risiko Menjadi Ayah Tunggal

by
foto:https://cdns.klimg.com

Peneliti Kanada menunjukkan, pria lebih tidak tahan menjadi ayah tunggal dalam keluarga yang memiliki anak. Lebih gampang terkena penyakit dan meninggal dunia lebih cepat. Perlu dukungan sosial dari masyarakat.

Wartapilihan.com, Jakarta –Menjadi single parent merupakan tugas berat bagi ayah atau ibu tunggal. Mereka harus mengurusi rumah tangga secara mandiri. Selain harus mencari nafkah, dia harus membereskan rumahnya sekaligus mendidik dan mengawasi.

Tapi risiko kesehatannya lebih tinggi pada ayah tunggal. Selama ini muncul mitos keluarga yang dibina oleh ayah tunggal akan tidak akan lebih baik daripada keluarga yang diasuh ibu tunggal. Tak cuma itu, sebuah studi berskala besar menunjukkan bahwa risiko kematian dini lebih banyak terjadi pada ayah tunggal ketimbang ibu.

Dalam situs medicalnewstoday.com (14/2/2018), Dokter Maria Chiu dari Institute for Clinical Evaluative Sciences dan University of Toronto — keduanya di Kanada, membuktikannya. “Kami menemukan bahwa ayah tunggal memiliki mortalitas tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu tunggal dan ayah yang beristri, serta kematian lebih tinggi lima kali lipat dibandingkan dengan ibu yang bersuamin,” kata Chiu yang juga ketua tim peneliti.

Chiu bersama koleganya mengikuti gaya hidup hampir 40.500 warga Kanada selama 11 tahun. Dari semua peserta, 871 merupakan ayah tunggal, 4.590 ibu tunggal, 16.341 adalah ayah yang memiliki pasangan, dan 18.688 adalah ibu yang juga sudah bersuami. Rata-rata, peserta berusia antara 41 dan 46 tahun.

Orang tua tunggal, kata Chiu, didefinisikan sebagai mereka yang bercerai, berpisah, janda atau duda. Mereka tidak menikah lagi. Sedangkan orang tua berpasangan merupakan yang telah menikah resmi atau belum. Sedangkan disebut orang tua apabila memiliki anak kandungan atau adopsi yang berusia 15-25 tahun serta tinggal bersamanya.

Dengan menggunakan model risiko proporsional Cox, para ilmuwan tadi membandingkan risiko kematian pada pasangan dengan ayah dan ibu tunggal. Peneliti menanyakan penyakit apa saja yang diderita semua peserta.

Dalam awal studinya, periset menemukan bahwa ayah tunggal lebih cenderung menderita penyakit kanker dan penyakit jantung daripada ibu tunggal dan ayah-ibu yang masih berpasangan. Selain itu, mereka lebih mungkin dirawat di rumah sakit menjelang akhir studi ini. Kesimpulannya, secara keseluruhan, ayah tunggal ditemukan lebih dari dua kali lebih mungkin meninggal prematur daripada pasangan rekan kerja dan ibu tunggal mereka.

Ayah tunggal juga memiliki gaya hidup kurang sehat dan lebih cenderung minum minuman keras sekali sebulan serta mengonsumsi lebih sedikit buah dan sayuran. Temuan tersebut kini dipublikasikan dalam Jurnal The Lancet Public Health.

Penelitian itu menjadi relevan karena jumlah ayah tunggal di Amerika Serikat terus bertambah dalam decade terakhir.Menurut Pew Research Center, pada 1960, 300.000 rumah tangga dipimpin oleh ayah tunggal. Tetapi jumlahnya membengkak jadi 2,6 juta ayah tunggal yang masih mengasuh anak-anaknya. Di lain pihak, ada sekitar 1,9 juta ibu menjadi single parent pada 1960, dan meningkat menjadi 8,6 juta pada 2011.

Sehingga tak heran, keluarga orang tua tunggal yang dipimpin oleh ayah kini menjadi lebih umum di seluruh dunia, terutama karena meningkatnya angka perceraian, perpisahan dan anak-anak yang lahir di luar nikah. Hasil studi ini tentu saja menunjukkan bahwa kekuatan mental pria untuk menjadi ayah tunggal masih kalah dibandingkan ibu tunggal, terutama dalam mengurus rumah tangga dan anak secara mandiri.

Selama satu decade terakhir, dari 100 orang tua, terdapat enam ayah tunggal untuk meninggal. Di lain pihak, hanya dua ibu tunggal dan dua ayah beristri yang meninggal dunia dalam periode tersebut. Sedangkan dari ibu bersuami yang meninggal hanya seorang.

Toh, Chiu mengatakan bahwa studi yang dilakukannya, tidak dapat menarik kesimpulan apa pun mengenai penyebab kematian. Namun, ia dan koleganya berspekulasi tentang beberapa kemungkinan penyebabnya. Gaya hidup yang tidak sehat ditengarai memainkan peran. Ketika mereka berpisah dengan istrinya, mereka kurang mendapat dukungan sosial dari keluarga, teman atau jaringan komunitas lainnya. Sehingga untuk mengatasi tekanan tersebut diduga mereka meminum alkohol atau berperilaku tidak sehat sebagai salah satu solusinya.

“Penelitian kami menyoroti bahwa ayah tunggal memiliki tingkat kematian lebih tinggi, dan menunjukkan perlunya kebijakan kesehatan masyarakat untuk membantu mengidentifikasi dan mendukung orang-orang ini,” ujarnya.

Helmy K

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *