Sandiaga Uno begitu mengagumi puisi Melayu “Gurindam Dua Belas” karya Raja Ali Haji. Bahkan dirinya sempat membacakan Pasal 5 Gurindam Dua Belas saat prosesi “Tepuk Tepung Tawar” di gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Selasa (4/9/2018).
WartaPilihan.com, Depok—Sandi yang lahir dan besar di Riau, sudah dianggap ‘anak jati‘ melayu Riau. Siapakah sosok Raja Ali haji yang karyanya dikagumi Sandi? Mungkin sebagian besar dari kita belum mengenal beliau. Padahal, beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia tahun 2004 silam. Siapakah sosok beliau?
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad lahir pada tahun 1808 M di Selangor, Malaysia. Beliau adalah seorang ulama, sejarawan, dan juga penyair. Beliau wafat pada tahun 1873 di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Beberapa karya beliau yang terkenal diantaranya adalah kitab syair yang berjudul Tsamaratul Muhimmah dan Gurindam Dua Belas.
Dalam kitab Gurindam Dua Belas, pada pasal kelima yang dibacakan Sandi, beliau menyampaikan resep untuk menjadi insan kamil, manusia yang sempurna. Sempurna disini maksudnya adalah ketika manusia mencapai potensi maksimalnya. Resep tersebut dengan indah disampaikan melalui syair enam bait yang berbunyi,
- “Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa”
- “Jika hendak mengenal orang yang berbahagia, sangat memeliharakan yang sia-sia”
- “Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah kepada kelakuan dia”
- “Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu”
- “Jika hendak mengenal orang yang berakal, di dalam dunia mengambil bekal”
- “Jika hendak mengenal orang yang baik perangai, lihat ketika bercampur dengan orang ramai”
Pada pesan pertama beliau berpesan, apabila kita hendak mengenal orang yang berbangsa atau beradab, maka lihatlah kepada budi pekerti dan bahasanya. Apabila budi pekerti atau akhlaq-nya baik dan bahasa serta perkataannya baik, maka orang teresebut pasti adalah orang yang beradab. Kita dapat melihat contohnya, Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaq dan perkataannya, sehingga tidak heran bila beliau dikatakan sebagai ‘sebaik-baiknya manusia’. Seperti yang Rasul pernah sabdakan, “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam” (HR. Bukhari & Muslim). Orang yang beradab pasti tahu dimana ia menempatkan lisannya dan bagaimana ia menggunakannya.
Pesan selanjutnya adalah untuk mengenal orang yang berbahagia, maka lihatlah, apakah dia mengerjakan hal yang sia-sia atau tidak. Bila orang ‘memeliharakan diri’dari hal yang sia-sia—tidak mengerjakan yang sia-sia—maka ia adalah orang yang berbahagia karena ia mengerjakan hal yang bermanfaat baginya. Seperti dalam sabda Nabi, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya’ (HR. At-Tirmidzi).
Pesan yang ketiga adalah “Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah kepada kelakuan dia”. Orang yang mulia—yang dihormati, memiliki kedudukan tinggi, dan lain sebagaiannya—pasti memiliki perilaku yang berbeda daripada orang biasa. Tahu kenapa? Karena perilaku mereka yang berbeda, perilaku mereka yang lebih hebat yang mengangkat derajat mereka. Misalnya, orang biasa bangun jam 4 pagi atau saat adzan Shubuh, orang yang telah bangun jam 2 atau 3 pagi untuk shalat tahajjud itulah orang yang mulia. Perilaku orang-orang yang mulia ini biasanya bersifat mendekatkan diri kepada Allah dan lebih dicintai oleh Allah.
Selanjutnya, di pesan yang keempat, Raja Ali Haji berkata, “Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu”. Orang yang berilmu bukanlah sekedar orang yang pintar. Bukan hanya yang bisa Matematika, Sains, hafal banyak ayat al-Qur’an atau hadits saja. Tetapi, juga orang yang mengamalkan ilmunya dan terus belajar tanpa henti. Seperti kata mahfuzhat, “Uthlubil ‘ilma min al-mahdi ila al-lahdi” (Tuntulah ilmu dari buaian sampai liang lahat). Bertanya sejatinya juga menunjukkann kerendahan hati, ke-tawaddhu-an, bukti bahwa seseorang itu merasa masih kurang dengan ilmu yang dimilikinya dan sadar bahwa segala ilmu hanya milik Allah Swt.
Di pesan yang kelima, beliau berkata, “Jika hendak mengenal orang yang berakal, di dalam dunia mengambil bekal”. Kata ‘bekal’ disini bermaksud ‘hikmah’. Hikmah bisa didapatkan dimana saja dan dari siapa saja. Apabila seseorang berakal dan dia berpikir, pastilah ia dapat mengambil hikmah dari segala sesuatu yang terjadi. Rasulullah Saw. bersabda, “Hikmah adalah barang yang hilang milik orang beriman, di mana saja dia mendapatkannya dia akan mengambilnya” (HR. At-Tirmidzi dan Ibn Majah). Allah juga berfirman, “Barangsiapa diberikan hikmah, berarti dia diberikan kebaikan yang banyak” (QS. Al-Baqarah: 269).
At last but not least, di pesan yang keenam, beliau berpesan, “Jika hendak mengenal orang yang baik perangai, lihatlah ketika bercampur dengan orang ramai”. Hablum min Allah atau hubungan seorang hamba dengan Allah memang baik. Tetapi, Hablum min an-Naas atau hubungan dengan manusia jangan dilupakan. Kita hidup di dunia tidak sendirian, ada banyak manusia lain yang juga tinggal di bumi Allah ini. Berbuat baiklah pada mereka, terutama yang dekat kepada kita.
Jadi, Insan Kamil atau manusia yang sempurna bukanlah orang yang rupawan wajahnya, indah fisiknya, banyak hartanya, dan sebagaiannya. Tetapi, ia adalah orang yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan di atas. Ia baik budi dan bahasanya, memelihara diri dari hal yang sia-sia, memilik perilaku yang baik, selalu bertanya dan belajar tiada jemu, mengambil hikmah akan segala peristiwa, dan selain baik di hadapan Allah, ia juga baik di hadapan manusia.
Wallahu ‘Alam
M. Faris Ranadi
Santri Pristac, Ponpes AtTaqwa Depok (www.attaqwa.id)