Wartapilihan.com, Jakarta – Sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kembali digelar Selasa kemarin (24/1). Seperti sidang-sidang sebelumnya, massa pendukung dan penentang Ahok melakukan pengawalan sidang tersebut di tempat yang berbeda. Di pihak penentang Ahok, yang sebagian besarnya dihadiri oleh umat Islam alumni Aksi Bela Islam 212, tampil tokoh budayawan Taufiq Ismail membacakan puisi. Dengan suara khasnya, penyair berusia 82 tahun ini membacakan dua judul puisi dari atas mobil komando. Berikut adalah dua puisi tersebut, yang ditranskrip oleh Warta Pilihan berdasarkan peliputan di lokasi:
Di Lautan Manakah Tenggelamnya?
Kita umat Islam berjalan mencari kejujuran
Tidak tahu kita di mana alamatnya?
Kita pergi bersama-sama mencari kesederhanaan
Tidak tahu kita di mana bersembunyinya?
Kita bertanya di mana letaknya tanggung jawab
Di lautan manakah tenggelamnya?
Kita berjalan mencari ketekunan dalam bekerja
Di lembah manakah dia menghilangnya?
Apa yang kita lihat sekarang
Begitu banyak sogokan-sogokan
Apalagi menghadapi pemilihan
Akan banyak yang berkeliaran berbisik
Menyampaikan sogokan-sogokan
Laknat untuk mereka yang memberikan sogokan!
Kita berjalan bersama mencari keadilan
Di manakah kiranya dia melayangnya?
Keadilan…
Adakah keadilan di negeri kita ini?
Masih ada harapan…
Masih ada harapan…
Kita meletakkan harapan itu
Kepada mereka yang duduk di meja dengan taplak hijau itu
Jatuhkan hukuman penjara kepada penista Qur’an!
[Mendengar bait ini, massa sontak memekikkan takbir-red]
Wahai yang memegang kekuasaan
Kenapa penista Qur’an tidak pernah ditahan?
Masya Allah, lebih 20-30 tahun yang lalu
Ada penista-penista agama
Begitu ketahuan, langsung mereka ditahan
Kemudian diadili dan dijatuhi hukuman
Rabbana yaa Allah, yaa Tuhan kami
Kami bersama-sama berjalan mencari kejujuran
Mencari tanggung jawab
Mencari ketekunan bekerja
Zaman ini sangat merindukan kalian
Zaman ini sangat merindukan kalian
Rabbana pertemukanlah kami dengan mereka
[Massa kembali memekikkan takbir
saat Taufiq Ismail menyelesaikan bait ini-red]
Perang Ini Harus Kita Menangkan
Ibarat apa yang terjadi pada tahun 60-an,
pada tahun 59, 58,61, 61
Yang sekarang ini terulang kembali
Siapa yang mengulangnya?
Yang mengulangnya adalah kader-kader dari PKI dahulu
Yang menggunakan topeng-topeng baru
Mereka ingin melaksanakan perang kembali
Melawan umat Islam
Kemudian kita bertanya dalam puisi ini
Masih adakah orang jujur di negeri kita
Masih adakah orang jujur di negeri kita? Masih adakah?
Masih ada, tetapi mereka dibungkam suaranya
Masih adakah orang waras di negeri kita? Masih adakah?
Masih, tapi mereka dibuat tidak berdaya
Masih adakah orang berakhlak di negeri ktia? Masih adakah?
Masih ada, tapi mereka dibuat tidak berwibawa.
Masih adakah orang yang adil di negeri kita?
Masih. Mudah-mudahan, yang duduk berjajar
Di atas meja dengan taplak hijau
Menjalankan keadilan itu
Menjatuhkan hukuman kepada penista Qur’an
Menjatuhkan hukuman yang tegas kepada penista Qur’an
Menjatuhkan hukuman yang tidak ragu-ragu
Kepada penista Qur’an
Dulu penista agama
Begitu keluar pernyataannya di surat kabar
Langsung ditahan
Yang sekarang
Sudah jelas-jelas penista Qur’an
Masih dibiarkan berkeliaran
Yaa Allah, Rabbana, kami tidak putus asa
Kami ada di lapangan ini
Kami ada di berpuluh-puluh kota di Indonesia
Jumlahnya berjuta-juta
Kalau dikumpulkan dalam satu hari
Bisa tegak 7 juta berkumpul
Masya Allah!
Yaa Allah, ya Rabbana
Alhamdulillah…. Alhamdulillah… Alhamdulillah…
Saudara-saudaraku, maka sekali lagi
Tidak ada cerita putus asa
Seperti apa yang disampaikan
oleh saudara kita Usamah tadi
[Usamah Hisyam, ketua umum Parmusi,
yang berorasi sebelum Taufiq Ismail-red]
Yaitu tidak ada cerita putus asa
Hukuman harus jatuh kepada penista Qur’an
Apabila hukuman itu tidak jatuh
Sudah saatnya untuk kita
Menjalankan revolusi
Takbir! Takbir! Takbir!
[massa menyahuti dengan bertakbir-red]
Alhamdulillah! |
Reporter : Ismail Alam