Kecelakaan kerja di proyek infrastruktur perlu dicari penyebabnya. Prinsip kehati-hatian dan keselamatan semua warga harus di atas segalanya.
Wartapilihan.com, Jakarta –Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menghentikan sementara beberapa proyek infrastruktur.
Khususnya elevated construction atau konstruksi layang, menyusul runtuhnya bekisting pierhead di proyek tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) pada Selasa lalu.
Kecelakaan di proyek Becakayu menambah panjang daftar insiden pada proyek yang dikerjakan PT. Waskita Karya dalam enam bulan terakhir.
Belum lama ini, proyek yang dikerjakan Waskita, dinding beton penyangga tanah sebelum terowongan di Jalan Perimeter Selatan menuju Bandara Soekarno-Hatta ambrol
Selain itu, tercatat ada lima proyek infrastruktur yang dikerjakan Waskita yang mengalami masalah kecelakaan konstruksi sepanjang Agustus – Desember 2017. Empat dari insiden itu terjadi di proyek infrastuktur jalan tol.
Mulai dari ambruknya Jembatan penyeberangan di proyek Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) pada September 2017; hingga ambruknya girder di proyek tol Pemalang-Batang, Jawa Tengah (Desember 2017).
Satu insiden lainnya yang melibatkan Waskita adalah kecelakaan konstruksi pada proyek LRT (Light Rail Transit) di Palembang, Sumatera Selatan, Agustus lalu.
Dua unit crane –dengan bobot masing-masing 70 ton dan 80 ton– jatuh saat dioperasikan dan menimpa sejumlah rumah warga.
Tiga dari proyek jalan tol tersebut di atas merupakan proyek yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR. Dua di antaranya –tol Bocimi dan Paspro– masing-masing merenggut satu korban jiwa.
Kementerian PUPR telah memberikan sanksi kepada Waskita berupa surat teguran agar kontraktornya itu lebih berhati-hati dalam mengelola dan menyempurnakan sistem keselamatan konstruksinya.
Selain Waskita, beberapa proyek lain yang dikelola perusahaan negara sektor infrastruktur juga tersandung masalah keselamatan konstruksi pada beberapa bulan terakhir.
Proyek jalur kereta api dobel ganda (double double track) di Jatinegara, Jakarta Timur, yang dihela PT Hutama Karya, mengalami kecelakaan jatuhnya crane dan bantalan rel yang mengakibatkan tewasnya empat orang pekerja.
Sementara PT. Wijaya Karya tersandung insiden jatuhnya balok girder pada proyek LRT, Velodrome-Kelapa Gading Januari lalu. Proyek LRT Velodrome – Kelapa Gading merupakan bagian dari 33 proyek strategis yang dikerjakan WIKA dalam kurun tiga tahun terakhir.
Berdasarkan data Februari 2018, dari 33 proyek itu, delapan diantaranya sudah selesai dikerjakan. Seperti, Simpang Susun Semanggi dan Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
Dalam catatan Komite Keselamatan Konstruksi, sepanjang Agustus 2017 hingga Februari 2018, ada 15 kejadian kecelakaan konstruksi. Sebagian besar dari kecelakaan itu terjadi di proyek infrastruktur.
Setidaknya ada benang merah dari beberapa kecelakaan kerja itu. Yaitu terjadi pada hari libur dan malam hari.
Karenanya, bisa saja kecelakaan yang terjadi di hari libur melibatkan pekerja-pekerja yang mengambil atau giliran lembur.
Penerapan model shifting pekerja yang tidak ketat, potensial memicu kelalaian. Jika model dan prosedur shifting-nya sudah ketat dan tepat pun tidak jarang masalah lain timbul.
Karena, biasanya pada shift tiga ini pengawas proyek atau konsultan pengawas, hingga tenaga ahli teknis sudah tidak melakukan pengawasan.
Padahal pekerjaan shift tiga risikonya lebih besar, Fisik pekerja dan tingkat konsentrasi yang sudah menurun membutuhkan pengawasan yang lengkap.
Maraknya proyek infrastruktur di tanah air, tak lepas dari inisiatif Presiden Joko Widodo yang menargetkan ratusan proyek infrastruktur selesai tahun 2019 atau di akhir masa jabatannya.
Untuk menyokong pesatnya pertumbuhan proyek infrastruktur itu, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden yang mencanangkan 245 proyek strategis nasional (PSN) dan dua program prioritas.
Nilainya diperkirakan mencapai Rp 4.187 triliun. Hampir seluruh proyek itu terkait infrastruktur konektivitas antar-wilayah, selain juga proyek bendungan, energi, kawasan ekonomi, dan lainnya.
Namun, melihat banyaknya kecelakaan yang terjadi, keputusan untuk menghentikan proyek ini sudah dirasa tepat.
Selama ini proyek konstruksi sepertinya kurang direncanakan dengan matang dan tidak melalui pengawasan yang ketat dan konsisten.
Beberapa standar operasi keselamatan di berbagai proyek, terlihat kedodoran dan kurang mengindahkan aturan. Sehingga cenderung membahayakan masyarakat sekitar.
Karenanya, seringnya kecelakaan kerja dalam proyek infrastruktur tidak bisa dianggap kejadian biasa, karena telah memakan korban.
Rentetan kecelakaan kerja dalam pembangunan infrastruktur juga harus dipastikan bagaimana penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang menjadi amanat UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja, termasuk UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
Pemerintah harus serius mencari penyebab semua kecelakaan di sektor infrastruktur ini. Keselamatan warga masyarakat lebih penting.
Rizky Serati