Peneliti Amerika Serikat menemukan manfaat minum probiotik. Dalam studi terhadap tikus, probiotik bisa meningkatkan respons imun terhadap zat-zat karsinogen.
Wartapilihan.com, Texas –Sebenarnya minuman probiotik banyak dijual di toko swalayan dan minimarket. Namun belum banyak orang yang membeli dan mengonsumsinya. Padahal manfaat minuman probiotik, apalagi bila dilakukan secara rutin setiap hari, sungguh luar biasa. Minuman tersebut mengandung banyak bakteri baik. Bakteri yang terkandung dalam minuman tersebut bisa melindungi saluran cerna dari serangan sejumlah penyakit.
Riset terbaru Profesor Dr. James Versalovic, ahli patologi dan imunologi di Baylor College of Medicine di Houston, Texas, Amerika Serikat, menemukan bukti bahwa probiotik bisa mencegah dan mengatasi kanker kolorektal.
Seperti dilansir situs medicalnewstoday.com (14/9/2017), Versalovic dan koleganya mengujicobanya pada tikus. Dalam studi tersebut, beberapa tikus dewasa direkayasa mengalami kekurangan enzim yang disebut histidine decarboxylase (HDC). “HDC bisa membuat hewan tersebut secara signifikan lebih rentan terhadap pengembangan kanker kolorektal yang terkait dengan peradangan pada perut atau usus,” ujar Versalovic.
Kaitan HDC terhadap kanker memang belum jelas. Namun data yang dikumpulkan dari 2.113 orang yang didiagnosis dengan kanker kolorektal, bersumber dari 15 dataset yang terpisah, meenunjukkan bahwa pasien yang memiliki kadar HDC lebih tinggi , memiliki harapan hidup yang lebih panjang.
Di situ peneliti memusatkan perhatian pada peran Lactobacillus reuteri (L reuteri), yang merupakan probiotik yang ditemukan secara alami di usus mamalia. Bakteri ini telah terbukti dapat mengurangi peradangan di usus, sehingga tim tertarik untuk menguji efeknya pada tumor kanker kolorektal.
Versalovic dan tim menguji peran L. reuteri dalam mengatur respon imun dengan tujuan untuk mengamati potensinya dalam menghambat pembentukan tumor kanker kolorektal. Mereka menggunakan tikus defisien HDC, lalu diberikan L. reuteri. Mereka juga menggunakan senyawa plasebo pada tikus dalam kelompok kontrol, untuk membandingkan efeknya.
Kemudian tikus tersebut diinduksi zat-zat pemicu tumor ganas melalui pemberian azoxymethane, zat kimia karsinogenik, dan DSS, zat yang merangsang peradangan. Lima belas minggu setelah prosedur ini, traktus gastrointestinal tikus dipelajari.
Hasilnya, L. reuteri mengendalikan perkembangan tumor dan efek probiotik. HDC diberi L. reuteri membantu mengubah L-histidine, yang merupakan asam amino yang berperan dalam sintesis protein, hingga histamin, yang merupakan senyawa organik yang terlibat dalam regulasi respon imun. Studi itu dipublikasikan dalam the American Journal of Pathology edisi terbaru.
“Hasil kami menunjukkan peran penting untuk histamin dalam menekan peradangan usus kronis dan tumorigenesis (pembentukan tumor) kolorektal ,” sambung Versalovic. “Kami juga telah menunjukkan bahwa sel, baik mikroba dan mamalia, dapat berbagi metabolit atau senyawa kimia yang bersama-sama mempromosikan kesehatan manusia dan mencegah penyakit.” Ia juga bilang bahwa probiotik diharapkan dapat membantu mengubah L-histidin menjadi histamin akhirnya dapat digunakan untuk membantu penanganan kanker kolorektal.
Namun begitu, Versalovic masih belum yakin apa fungsi histamin dalam kaitannya dengan kanker pada manusia. Namun, data yang dikumpulkan dari 2.113 orang yang didiagnosis dengan kanker kolorektal, bersumber dari 15 dataset yang terpisah, menyarankan agar individu yang memiliki kadar HDC lebih tinggi dan memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
Hasil riset Versalovic boleh dibilang merupakan terobosan baru. Sebelumnya, beberapa peneliti menyebut beberapa faktor utama untuk peningkatan risiko kanker kolorektal, antara lain radang usus, faktor genetik, merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan indeks massa tubuh (body mass index – BMI) yang tinggi.
Sedangkan studi terbaru menunjukkan, microbiome usus juga berperan penting dalam pengembangan kanker kolorektal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan probiotik untuk mempengaruhi mikrobioma dapat membantu mencegah pembentukan tumor. Namun, banyak mekanisme yang dimainkan tetap tidak jelas.
Tentu saja ini menjadi kabar baik. Sebab sekarang kanker kolorektal sudah banyak memakan korban. Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal adalah jenis kanker yang paling sering didiagnosis di antara orang dewasa di Amerika Serikat. Mereka juga memperkirakan bahwa kanker kolorektal dapat menyebabkan sekitar 50.260 kematian pada tahun 2017.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan, tahun 2013, kanker kolorektal menduduki urutan terbesar jenis kanker yang menyerang pria, di bawah kanker paru dan prostat. Sementara itu untuk jenis kelamin wanita, kanker kolorektal kini di bawah kanker payudara. Padahal, sebelumnya posisi kedua ditempatkan oleh kanker serviks. Apabila digabung dua jenis kelamin, kanker kolorektal menempati urutan ketiga di bawah kanker paru dan kanker payudara.
Helmy K