Oleh: Herry M. Joesoef, Penulis Buku “Pemimpin Rahmatan Lil’Alamin”.
Hari Rabu (27/6)adalah hari pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia. Ada 171 daerah, dengan rincian 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan mengadakan Pilkada serentak tersebut.
WartaPilihan.com, Depok– Di provinsi, kabupaten, dan kota yang dihuni oleh mayoritas non-Muslim,tentu kita tidak menyoal, apakah calon-calonnya berasal Muslim apa non-Muslim. Tapi, untuk provinsi, kabupaten, dan kota yang dihuni dengan mayoritas beragama Islam, umat Islam tidak boleh tinggal diam.
Dalam pandangan Islam, tidak semua orang diperbolehkan jadi pemimpin, ada syarat-syarat khusus, seperti kaum kafir dan munafik tidak boleh dijadikan pemimpin untuk mengurusi kepentingan kaum Muslimin.
Bertabur ayat dalam Al-Quran yang menyatakan tidak diperbolehkannya orang-orang kafir menjadi pemimpin kaum muslimin di wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim.
Mari kita tadabburi ayat-ayat berikut untuk menjadi peringatan bagi kita bersama.
Pertama, Al-Quran melarang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin (QS. Ali Imraan: 28, An-Nisaa’: 144, dan Al-Maaidah: 51 dan 57)
Kedua, Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin meskipun mereka itu berasal dari kalangan kerabat sendiri (QS. At-Taubah: 23, dan Al-Mujaadilah: 22).
Ketiga, Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai teman setia (QS. Ali Imraan: 118 dan At-Taubah: 16).
Keempat, Al-Quran melarang saling tolong menolong dengan kafir yang akan merugikan umat Islam (QS. Al-Qashash: 86 dan QS. Al-Mumtahanah: 13).
Kelima, dilarang memberi peluang kepada orang kafir sehingga mereka menguasai kaum Muslimin (QS. An-Nisaa’: 141).
Keenam, Al-Quran memvonis munafik dan kafir (QS. An-Nisaa’: 138-139), zalim (QS. Al-Maaidah: 51), fasiq (QS. Al-Maaidah: 80-81), dan sesat (QS. Al-Mumtahanah: 1)kepada Muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin.
Ketujuh, Al-Quran mengancam dengan azab yang menjadikan kafir sebagai pemimpin maupun sebagai teman setia (QS. Al-Mujaadilah: 14-15).
Mengapa umat Islam menolak kepemimpinan kafir di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim? Hal ini agar tidak terjadi fitnah. Fitnah? Ya, fitnah. Jika mereka, kaum kafir itu, menguasai Muslim, maka mereka akan mengatakan, kalau agama kalian benar, mengapa kami dapat menguasai kalian? Tengoklah, betapa dalamnya makna doa dari Nabi Ibrahim Alaihis Salam berikut ini:
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Mumtahanah: 5)
Doa ini dipanjatkan oleh seorang Nabi, diabadikan dalam Al-Quran, dan menjadi pelajaran bagi generasi-generasi berikutnya, sepanjang zaman.
Makna dari doa ini akan dengan mudah kita pahami tatkala ada kata fitnah di dalamnya. Bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak rela kepada kaum Muslimin hingga mereka mengikutinya, sebagaimana diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang yahudi dan nasrani tidak akan rela kepadamu, sampai kamu mengikuti ajaran mereka. (QS. Al-Baqarah: 120)
Itulah makna doa Ibrahim. Beliau memohon kepada Allah, agar jangan sampai ada orang kafir yang menguasai dirinya, lalu dia bisa menindas dan melecehkan secara sewenang-wenang.
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, menukil dari Ali bin Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas:
لا تسلطهم علينا فيفتنونا
Jangan Engkau beri kekuasaan kepada mereka atas kami. Sehingga mereka bisa menyiksa kami.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsir Al-Wasith, memberi catatan atas doa Nabi Ibrahim tersebut:
Ibrahim Alaihis Salam dan orang-orang yang beriman kepadanya berpegang teguh dengan keesaan Allah ketika mereka memisahkan diri dari kaum mereka dan berlepas diri dari mereka seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, kami bersandar kepada-Mu dalam semua urusan kami, kami kembali dan bertobat kepada-Mu, kepada-Mulah tempat kembali dan tempat berpulang di akhirat, bukan kepada siapa pun selain Engkau.
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan mereka menang atas diri kami, sehingga kami menjadi fitnah bagi dan menjadi sebab kesesatan mereka, sebab mereka akan berpegang teguh dengan kekafiran mereka dan mengatakan, ‘Sesungguhnya kami bisa mengalahkan kalian karena kami berada dalam kebenaran.’ Padahal mereka berada di dalam kebatilan.”
Ini adalah penafsiran Qatadah.
Sedangkan Ibnu Abbas berkata, “Janganlah Engkau menjadikan mereka menguasai kami sehingga mereka melancarkan fitnah kepada kami terkait agama kami.” Perkataan yang kedua ini lebih rajih, sebab mereka itu berdoa untuk diri mereka sendiri, sedangkan menurut penafsiran Qatadah mereka berdoa bagi kaum kafir. “Dan ampunilah dosa-dosa kami wahai tuhan kami, sesungguhnya Engkau Mahakuat, Mahaperkasa dan Maha Menundukkan, Engkau memiliki hikmah yang sempurna di dalam perkataan, perbuatanm, syariat, kekuasaan dan pengaturan-Mu terhadap makhluk-Mu.”
Kiranya, nasihat ditas cukuplah dijadikan sandaran, mengapa umat Islam mesti memilih pemimpin Muslim, syukur jika Muslim berkualitas Mukmin, agar segala hajat dan kebutuhan umat yang mayoritas itu bisa diakomodir oleh pemimpinnya. Di dalam banyak kasus, ketika mayoritas Muslim dipimpin oleh pemimpin kafir, yang terjadi adalah musibah demi musibah.
Bersambung