Petani Lokal Jadi Frustasi

by
Panen padi. Foto: Istimewa

Kebijakan pemerintah yang selalu mengimpor berbagai kebutuhan pokok dinilai tidak mendukung sektor pertanian lokal.

Wartapilihan.com, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah tidak mendukung swasembada pangan dengan terus menerus membuka kran impor disejumlah bahan kebutuhan pokok.

Menurut Firman, sektor pertanian yang ditangani langsung oleh Kementerian Pertanian sudah sangat tepat bahkan on the track karena mampu menjaga kualitas produk pertanian dianggap mampu bersaing dengan produk luar.

“Tapi sayangnya kenapa di lintas kementerian lain tetap saja tidak mendukung malah terus-terus melakukan impor dan sangat nyaris membuat petani lokal hampir frustasi,” kata Firman melalui keterangan tertulis yang diterima Warta Pilihan, Sabtu (31/3).

Politikus Golkar ini menilai, kebutuhan pangan sangatlah fundamental dan bahkan sudah menjadi bagian hidup bagi petani. Namun sayangnya, pemerintah tidak pernah merespon langsung hal itu bahkan cenderung meninggalkan.

“Pemerintah mulai harus melihat bagaimana sektor pertanian lokal sangat maju dan bahkan bisa bersaing dengan negara lain. Apalagi tantangan ke depan bagi Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kebutuhan bahan pangan pokok agar bisa dilirik oleh negara lain sehingga kita tidak terlalu tergantung kepada impor,” tegasnya.

Berdasarkan informasi dari pedagang beras, kata Firman, saat ditemui di lapangan menyampaikan dengan jelas bahwa kenaikan harga beras dari Rp 10 ribu sampai ke tingkat harga tertinggi Rp 14 ribu yang lalu setalah dilakukan import besar-besaran ternyata tidak berdamapak terhadap penurunan harga dipasaran yang signifikan. Menurutnya, dihitung tingkat kenaikan harga yang mencapai 40 % harga eceran di pasar induk malah hanya terjadi penururan sekitar 5%.

“Itu artinya harga beras tetap lebih tinggi atau naik sekitar 25% sampai dengan 35 % dari harga semula yang hanya Rp 10 ribu per kilonya,” ujarnya.

Firman yang juga Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) lantas mempertanyakan alasan import beras dilakukan pemerintah untuk siapa? kalau kenyataanya tidak ada dampak penurunan setelah masuknya beras import untuk masyarakat.

“Saya menduga pasti ini adalah kongkalikong antara pembuat kebijakan dan perusahaan importir tertentu yang akan memanfaatkan situasi ini,” tuturnya.

Disisi lain pada sidak itu, Firman mengaku mendapat
pertanyaan dari pelaku pasar apakah kebijakan import yang dilakukan pemerintah kemarin disalurkan dipasar atau tidak? atau hanya untuk stok karena kalau disalurka ke pasar pasti akan ada dampak penurunan harga yang signifikan. Tetapi fakta dilapangan tidak sesuai karena harga eceran masin bertengger diatas Rp 13 ribu/kilo.

Selain itu, masih kata Firman, pedagang pasar tersebut juga menceritakan tentang aliran supplay beras dari Jawa Tengah ke pasar induk seperti tersendat atau dibatasi sehingga hal ini patut diduga menjadi salah satu penyebab harga beras di pasar masih bertengger diatas Rp 13 ribu/kilo.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah hendaknya segera mulai melakukan langkah-langkah kongkrit dan antisipasi terhadap lonjakan harga kebutuhan pangan pokok khususnya beras, apalagi menjelang bulan puasa dan idul fitri yang akan datang serta ditambah memasuki tahun politik seharusnya patut diwaspadai jangan sampai ada pihak-pihak memanfaatkan isu ini demi kepentingan tertentu.

Sebelumnya, dalam kurun waktu beruntun, pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan impor bahan pangan dengan alasan untuk menjaga stabilitas harga jelang Lebaran 2018.

Kementerian Perdagangan melalui Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Sampai akhir Februari kemarin beras impor yang mendarat di Bulog baru mencapai 261 ribu ton.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan langkah impor ini diambil sebagai solusi yang efektif dalam waktu singkat. Menurutnya, panen memang sudah mulai terjadi pada bulan Januari dan Februari, hanya saja, jumlahnya masih belum bisa ditentukan.

“Dari sisi pasokan, panen memang ada setiap hari cuma jumlahnya berbeda. Kami tak mau kekurangan pasokan, maka kami akan impor beras khusus yang tidak ditanam di dalam negeri,” ujar Enggar beberapa waktu lalu.

Sementara itu penjelasan dari Kementerian pertanian bahwa 2016 sudah swasembada beras tetapi justru pemerintah/kemendag membuka kran impor hingga bulan Juni mendatang dengan dalih untuk menjaga stok dan stabilisasi harga menjelang puasa walaupun faktanya harga dipasaran nyaris tidak pernah bisa turun sampai dengan harga sebelumnya Rp 10.0000,-.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *