Perlukah Anak Diberikan Suplemen Vitamin?

by
Foto: marketeers.com.

Seringkali sebagai orang tua merasa aman ketika sudah memberikan suplemen vitamin untuk anak yang sulit makan atau yang sedang sakit. Tapi apakah memang perlu?

Wartapilihan.com, Jakarta — Berdasarkan definisi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi atau efek biologis dalam jumlah terkonsentrasi.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr Juwalita Surapsari, SpGK, dokter spesialis gizi. Jika melihat definisi tersebut, kata dia, maka suplemen makanan ini sebagian besar berisi mikronutrien (vitamin dan mineral) yang tidak memiliki nilai energi seperti makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak).

“Sehingga salah besar jika Ayah dan Ibu mengharapkan seorang anak yang kurus akan bertambah berat badannya dengan mengkonsumsi suplemen tanpa meningkatkan asupan makanan si kecil,” tutur Juwalita, melalui akun Instagram miliknya, @drjuwalita, Selasa, (24/7/2018).

Dokter di RSPI Pondok Indah ini mengungkapkan, pada prinsipnya, suplementasi diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan zat gizi ataupun untuk mengatasi penyakit akibat defisiensi/kekurangan zat gizi tertentu.

“Anak yang sehat dan aktif, memiliki kebiasaan konsumsi makanan yang beragam, serta teratur berkunjung ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya sebenarnya tidak perlu mengonsumsi suplemen makanan,” tegas dia.

Asupan mikronutrien (vitamin dan mineral) dapat berisiko tidak terpenuhi apabila seseorang sedang mengurangi asupan makanannya untuk tujuan mengurangi berat badan, sedang mengalami penyakit sehingga selera makannya menurun, tidak mengonsumsi satu atau beberapa kelompok makanan tertentu misalnya karena alergi atau karena menjalani diet tertentu (vegan)

“Juga memiliki kebiasaan makan yang buruk sehingga meskipun asupan energinya berlebih, namun kualitas zat gizinya buruk,” tukas dia.
Oleh karena itu, dokter yang aktif di RS Pelni ini mengatakan, suplemen perlu dipertimbangkan untuk diberikan apabila anak menjalani diet vegetarian (karena alasan kepercayaan tertentu), tidak mengonsumsi kelompok makanan tertentu (misalnya tidak mengonsumsi produk susu karena alasan medis).

“Suplemen juga diberikan pada anak-anak yang karena kondisi atau penggunaan obat tertentu dalam jangka panjang dapat mempengarugi penyerapan zat gizi atau mempengaruhi metabolisme zat gizi di dalam tubuh (misalnya penggunaan steroid jangka panjang pada anak yang asma atau alergi lainnya),” terang Juwalita.

Adapun yang perlu diperhatikan ketika memilih suplemen ialah memberikan suplementasi sesuai dengan kebutuhan anak. Idealnya, suplemen yang dipilih memang ditujukan untuk mengoreksi defisiensi atau kekurangan zat gizi tertentu pada anak agar dapat mengetahui zat gizi apa yang kurang, sebaiknya konsultasi dulu dengan dokter.

“Secara umum, pastikan bahwa suplemen yang Ayah dan Ibu pilih memang sesuai dengan kategori usia anak dengan membaca informasi yang ada pada label kemasan. Berikan dosis sesuai dengan yang dianjurkan agar suplementasi tidak berlebih dan tidak kurang. Pemberian vitamin dalam dosis besar atau megadosis dapat menyebabkan anak berisiko mengalami mual, muntah, nyeri perut, serta gangguan hati,” tukas dia.

Bagi bayi yang mendapatkan ASI eksklusif tidak membutuhkan suplemen makanan apapun karena ASI sudah mengandung zat gizi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan bayi di usianya kecuali bila atas indikasi tertentu dari dokter.

“Juga, selalu cek tanggal kadaluarsa serta ijin edar dari BPOM,” imbuh Juwalita.

Lebih lanjut ia menjelaskan bagaimana memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dari makanan tanpa pemberian suplemen. Hal yang bisa dilakukan, menurut dia, yaitu menerapkan kebiasaan makan sehat dengan makanan yang beragam, berikan sayur dan buah yang beraneka ragam karena setiap warna pada sayur dan buah mencerminkan zat gizi yang berbeda-beda.

“Berikan gandum utuh (whole grain) seperti oatmeal, beras coklat, beras merah dan hitam, serta popcorn. Hindari kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh dan lemak trans, makanan tinggi kolesterol, tinggi garam, dan tinggi gula tambahan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *