Perlu Pintar Kejar Setoran Anggaran

by
http://www.pajak.go.id/

Menutup bolong anggaran, Pemerintah akan tetap agresif memungut pajak. Pengemplang pajak tak boleh dilupakan.

Wartapilihan.com, Jakarta –Baru-baru ini, masyarakat teralihkan perhatiannya pada sebuah video yang viral di sosial media. Di dalam video itu diceritakan tentang penarikan bea masuk impor kepada penumpang di bandara Indonesia yang membawa tas bermerek dari luar negeri oleh petugas Bea Cukai.

Ada dua video dan berita acara mengenai penarikan bea masuk penumpang yang membawa tas bermerek dengan harga di atas US$ 250 oleh petugas Ditjen Bea Cukai menjadi bahan pergunjingan di sosial media sepekan lalu.

Dalam waktu hampir bersamaan, masyarakat juga dikejutkan oleh cuitan akun Twitter Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan yang memberikan imbauan agar masyarakat melaporkan ponsel pintar dalam SPT Tahunan. Tentu saja reaksi pun berdatangan, banyak yang khawatir handphone mahal yang sudah dibeli dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) itu diberi tambahan pajak lagi.

Pungutan terhadap barang belanjaan masyarakat ini sempat dianggap sebagai kebijakan pemerintah untuk bisa memungut pajak dari semua sumber. Pemerintah memang sedang kejar setoran akibat target pemasukan pajak yang masih jauh dari target.

Realisasi penerimaan pajak dari awal tahun sampai 31 Agustus 2017 baru mencapai Rp 685,6 triliun. Meskipun ada pertumbuhan 10,23% dibanding periode sama tahun lalu, jumlah ini hanya 53,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun.

Walau masih jauh dari target Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis bisa memanfaatkan empat bulan tersisa tahun ini untuk mengejar target pajak. Menkeu menyebutkan, ada sejumlah langkah mengejar target.

Salah satunya yaitu terus memonitor kondisi perekonomian, termasuk harga komoditas batubara yang tengah dalam tren kenaikan. Kementerian Keuangan juga akan mengidentifikasi potensi penerimaan yang belum optimal digarap.

Pada paruh kedua tahun lalu, pemasukan pajak diselamatkan adanya tax amnesty, namun tahun ini tidak ada. Jadi Kementerian harus menginventarisasi, identifikasi apa-apa yang bisa dilakukan untuk mendapatkan Rp 100 triliun yang dulu didapat dari tax amnesty.

Dari sinilah banyak anggapan, pemerintah sedang mencari pemasukan dari berbagai sumber. Pungutan barang mewah, hingga penertiban pembelian barang di luar negeri dituding sebagai upaya mendongkrak pemasukan

Walau memang sebenarnya, pajak atas pembelian barang dari luar negeri, memang bukan hal baru. Pemerintah sudah sejak lama menerapkan pajak bagi pembelian barang dari luar negeri yang nilainya lebih dari US$ 250 /orang atau US$ 1.000 /keluarga, 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/ hasil tembakau lainnya, dan 1 liter minuman mengandung etil alkohol.

Jika penumpang membawa barang pribadi di bawah nilai tersebut maka tidak akan dipungut bea masuk dan pajak impor. Jadi bila seseorang dari luar negeri membeli tas mahal dengan harga di atas ketentuan, dipastikan akan dipungut pajak saat masuk ke Indonesia.

Sementara kewajiban mendaftarkan harta nya dalam SPT tahunan, seperti smartphone yang berharga mahal, hanya sebagai sebuah komitmen warga negara, dan tidak akan dipungut pajak lagi. Jadi, pencatatan harta mahal, dalam SPT sebagai bentuk ketertiban para wajib pajak.

Meski begitu, kabar soal kegundahan pemerintah dalam menutup bolongnya anggaran memang perlu dicermati. Pemerintah, dipastikan akan mencari alternatif lain untuk bisa menambah pemasukan. Direktorat Jenderal Pajak akan memanfaatkan data yang sudah dimiliki untuk mengejar target pajak. Ini terutama data dari amnesti pajak untuk mendongkrak pajak penghasilan (PPh).

Sebagai tindak lanjut tax amnesty, pemerintah sebenarnya juga sudah menerbitkan aturan pajak baru, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2017.
Aturan baru ini mengatur tentang pengenaan  Pajak Penghasilan (PPh) final kepada harta bersih yang dianggap sebagai penghasilan pasca berakhirnya program tax amnesty.

Pemerintah, memang bisa saja mencari sumber pemasukan baru, namun jangan sampai terlalu agresif karena kondisi ekonomi masih lesu hingga dampaknya bisa kurang baik. Seharusnya pemerintah juga fokus kepada para pengemplang pajak. Mereka yang benar-benar melanggar, tidak melapor, harus tetap dikejar hingga kewajibannya dibayarkan.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *