Ketua TPM Achmad Michdan mendorong Komisi III DPR RI bersama Ormas dan Ulama membentuk Tim Independen guna mengusut kejanggalan dan perlakuan diskriminatif aparat terhadap napiter dan keluarga korban.
Wartapilihan.com, Jakarta –Tim Pengacara Muslim (TPM) melakukan pengaduan ke beberapa instansi terkait perlakuan tidak manusiawi yang kerap dialami tahanan narapidana terorisme (Napiter) di Nusa Kambangan dan Rutan Cabang Salemba. Diantaranya Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, dan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
Ketua TPM Achmad Michdan mengatakan para napiter kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi seperti dipersulit melakukan ibadah berjamaah, shalat Jumat, kondisi sel yang tertutup dan terisolasi, dilarang bertemu langsung keluarga maupun penasehat hukum, dan pengunjung dilarang memberikan makanan untuk narapidana.
“Menindaklanjuti hal tersebut, pada 8 Februari (2018), kami selaku Tim Penasehat Hukum berkunjung ke Lapas Pasir Putih Nusakambangan untuk bertemu dengan klien kami. Namun kami mendapat perlakuan tidak baik dari pihak Lapas,” ujar Michdan kepada Komisi III di Senayan, Jakarta, Kamis (31/5).
Karena itu, Michdan mendorong Komisi III bersama beberapa elemen lainnya membentuk tim independen guna mengusut kejanggalan dan perlakuan diskriminatif aparat terhadap napiter dan keluarga korban.
“Tim Independen ini nanti juga melibatkan unsur Komisi III. Tadi saya minta langsung melihat lokasi di Nusa Kambangan. Termasuk tim di Surabaya juga akan memelajari Undang-Undang Terorisme yang baru ini tepat guna atau tidak, supaya (proses hukumnya) tidak ngawur,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta Komisi III DPR RI segera menindaklanjuti dan mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi terhadap napiter.
“Mudah-mudahan (pengaduan TPM) didukung dengan bukti yang kuat, bukan sekadar cerita. Kita tidak ingin terjadi seperti di Guantanamo atau di negara-negara lain yang justru mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia, membuat orang dendam dan memunculkan bibit-bibit terorisme,” ujar dia.
Kronologi Kunjungan TPM
6 Februari 2018
TPM mengirimkan surat elektronik (e-mail) kepada Kalapas Pasir putih Nusakambangan, perihal permohonan kunjungan dan memberikan konsultasi hukum.
8 Februari 2018
Tim Pengacara Muslim bersama keluarga klien berkunjung ke Nusakambangan. Tiba di Dermaga Wijayapura Cilacap pukul 06.35 WIB.
Setibanya di sana, tim disambut petugas piket dermaga. TPM menyampaikan maksud kedatangan serta menunjukan surat yang sudah di kirimkan pada tanggal 6 februari 2018.
Petugas piket dermaga Wijayapura meminta TPM mengisi buku kunjungan dan memeriksa identitas. Petugas meminta Salinan surat permohonan dan KTP asli.
Setelah buku kunjungan di isi dan KTP asli dititipkan kepada petugas piket, tim menyeberang ke pulau Nusakambangan pukul 07.35 WIB. TPM tiba di pulau Nusakambangan kemudian melanjutkan perjalanan dan tiba di lapas pasir putih Nusakambangan pukul 08.15 WIB.
Setiba di lapas pasir putih tim disambut petugas lapas, setelah menyampaikan maksud kedatangan dan memeriksa identitas. Tim diantar bertemu Kepala Lapas Pasir Putih Nusakambangan. TPM menyampaikan kepada kalapas maksud kedatangan, tim juga menyampaikan bahwa selain penasehat hukum, tim juga membawa keluarga salah satu klien yang ditahan di lapas pasir putih.
Pak Kalapas menyambut TPM dengan baik. Kalapas menyampaikan ada hal-hal yang harus di lengkapi berkaitan dengan syarat kunjungan. Tapi saat itu tidak masalah, meskipun belum Iengkap Kalapas tetap mengijinkan TPM bertemu kliennya di sana.
Kemudian datang petugas Lapas bernama Eko yang menyampaikan bahwa keluarga salah satu klien kami yaitu Bu lsnaeni tidak diperbolehkan bertemu suaminya dikarenakan namanya belum terdaftar di daftar kunjungan di pos pelabuhan.
TPM menyampaikan bahwa nama Bu Isnaeni termasuk dalam daftar nama yang di ajukan di surat permohonan. Bahwa surat TPM tersebut terdaftar tidak Cuma di Lapas pasir putih, tapi juga sudah sampai di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, serta instansi terkait.
Tim menjeiaskan bahwa pihaknya sampai di pelabuhan jam 7 pagi dan pos pendaftaran kunjungan umum belum dibuka. Belum ada petugas yang berjaga di pos pendaftaran. Oleh petugas yang berjaga di pelabuhan, tim diijinkan menyeberang karena menunjukan surat ijin kunjungan yang sebelumnya sudah di kirimkan ke beberapa pihak terkait, seperti Kalapas, Dirjen dan Kanwil.
Tidak ada masalah saat tim di pelabuhan. Tidak ada petugas yang menghalangi atau mencegah menyeberang.
Petugas Eko tetap tidak mengijinkan Bu lsnaeni bertemu suaminya. TPM menyampaikan jika memang Bu Isnaeni harus daftar ulang di pos pelabuhan, timm akan mendaftar. Namun saat itu sudah lewat jam 9. Petugas menyampaikan tidak mungkin untuk melakukan pendaftaran. Jarak antara pos pelabuhan dengan Lapas Pasir putih sangat jauh.
Pada akhirnya, karena petugas Lapas tetap tidak mengijinkan Bu isnaeni bertemu Suaminya, tim memutuskan untuk pulang dan membatalkan pertemuan dengan para klien TPM yang menjadi Narapidana dan diisolasi di Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Nusakambangan.
Ahmad Zuhdi