Perjalanan Rasulullah beserta 1400-1500 orang rombongan kaum Muslimin tadinya hendak bermaksud menunaikan umrah dengan memanfaatkan momentum ibadah haji. Pertimbangannya, saat ibadah haji merupakan masa berkumpulnya bangsa Arab di Makkah. Rasulullah siap dengan segala kemungkinan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Kaum Muslimin sendiri membawa senjata meskipun disimpan di dalam peti. Dalam pengakuannya saat dihadang utusan Quraisy, Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak datang ke Makkah untuk berperang melainkan untuk berumrah secara damai. Rasulullah sengaja memberikan pilihan untuk membujuk kaum Quraisy sebagai Ahlu Makkah. Kalau Quraisy tetap melarang mereka masuk, itu tandanya Quraisy telah melarang orang-orang yang akan mengagungkan Baitullah. Hal ini melanggar tradisi bangsa Arab. Nama Quraisy pun bisa tercoreng karena menghalangi orang-orang yang hendak memuliakan Ka’bah. Di samping itu, kaum Muslimin bisa mendapatkan simpati bangsa Arab karena niat baik mengagungkan Ka’bah malah dijawab larangan memasuki Makkah. Bahkan ini termasuk tindakan mengusir pengunjung.
Adapun jika kaum Muslimin diizinkan mengunjungi Baitullah, maka itu kesempatan kaum Muslimin memperlihatkan risalah Islam di depan Ka’bah, kala semua mata bangsa Arab tertuju pada mereka. Kedua pilihan itu sama-sama akan menjadi pembicaraan seantero jazirah Arab. Kendati demikian, jika kaum Quraisy mengajak berperang, maka Rasulullah dan para sahabatnya pun siap melayani mereka hingga Allah menentukan kehendakNya.
Keberangkatan Rasulullah dan kaum Muslimin dengan segala diplomasi yang dilakukan, justru sedang memperlihatkan kekuatannya dengan cara yang damai (halus) tetapi bisa memukul telak Quraisy, tanpa peperangan. Citra Quraisy dalam pandangan masyarakat Arab seolah dipertaruhkan, dan celakanya bagi Quraisy, ini menjadi buah simalakama. Oleh karenanya, Quraisy berusaha mengirimkan utusan-utusannya agar tidak terkesan melarang kaum Muslimin -selaku pengunjung Baitullah- memasuki Makkah.
Menjadi pelajaran bagi kita semua betapa Rasulullah sangat piawai dalam penyampaian pesan. Hanya dari perjalanan umrahnya saja kaum Muslimin bisa mengirim “pesan” untuk Quraisy dan bangsa Arab. Hal ini bisa membantu kita untuk memahami, bahwa keberhasilan dakwah bisa diraih dari pemahaman mumpuni terhadap latar belakang sosio-kultur dan tradisi masyarakat di sekitar kita.
Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam