Agama tidak menganjurkan ummatnya menjadi pemalas, duduk di kursi menunggu kejaiban datang, tidur-tiduran berharap rizki turun dari langit.
Wartapilihan.com, Jakarta — Ajaran Islam menganjurkan kepada kita semua untuk selalu giat bekerja, mulai fajar menyingsing sampai matahari tenggelam dalam rangka menjemput karunia Tuhan berupa rizki meskipun jauh di seberang lautan.
Dalam mencari karunia Tuhan, tidak selalu berjalan mulus. Ada yang mendapat ujian berat dan ada yang mendapat ujian ringan. Ada yang lancar sampai tempat kerja, ada yang lama karena harus menempuh jalan cukup jauh.
Ketika sudah sampai di tengah perjalanan, kita disuguhkan aneka macam perilaku pengendara. Ada yang tertib sesuai dengan rambu rambu lalu lintas dan ada yang tidak tertib melanggar aturan lalu lintas.
Tidak tertibnya berlalu lintas seperti: mengendara dengan melawan arah, menerobos lampu merah, tidak memakai helm, menyalip tanpa sen, berhenti sembarang tempat, tidak membawa surat-surat kendaraan, tidak memiliki SIM dll.
Perilaku pengendara yang tidak tertib tersebut, pada gilirannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang tentunya merugikan dirinya sebagai pengendara dan orang banyak. Pada saat yang sama, pengendara tersebut secara transenden mempunyai agama sebagai pedoman hidup termasuk pedoman dalam berlalu lintas.
Kesadaran Berlalu Lintas
Tuntutan resiko hidup yang semakin tinggi, persaingan kerja semakin ketat dan serbuan tenaga asing perlahan tapi pasti, membuat masyarakat terdorong untuk lebih giat dan semangat dalam melakukan pekerjaan.
Salah satu indikatornya adalah berangkat kerja lebih awal untuk menghindari macet di perjalanan. namun pada saat kita sampai di perjalanan, mata kita seolah-olah sudah terbiasa melihat pengendara dengan kecepatan tinggi, menyalip tanpa menyalakan sen, saling serobot meminta jalan sampai menyembunyikan klakson dengan suara keras dan panjang.
Semua itu, hanya satu tujuan yaitu agar sampai ke tempat kerja dengan tepat waktu. Di sisi lain, keselamatan pengendara terkadang diabaikan walau harus mengancam keselamatan dirinya dan orang lain.
Berbagai data menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Banyaknya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia seiring dengan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat. Terlebih regulasi kredit motor di Indonesia cukup mudah bahkan bisa dikatakan sangat mudah.
Akibatnya, kecelakaan pengendara sepeda motor angka statistiknya tiap tahun selalu mengalami peningkatan. Data korlantas menunjjukkan bahwa angka kecelakan pengendara sepeda motor menyumbang terbesar yaitu 64%.
Tiap bulan puluhan ribu kasus kecelakaan sepeda motor selalu menjadi bahan kajian aparat kepolisan. Betapa tidak pertumbuhan sepeda motor tiap tahun mencapai 14% dan ini searah dengan angka kecelakaan berlalu lintas sepeda motor yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Indonesia, sebagai negara berkembang tentunya sangat mafhum dengan peningkatan angka kepemilikan sepeda motor tahun 2013 mencapai 86.253 juta dari total populasi 104.211 juta. Tiga tahun kemudian angkanya terus membengkak populasinya mencapai 124.348.224 dan kini lebih dari 100 juta unit menurut Gaikindo Auto show sebagaimana yang dilansir kompas (19/8/2016).
Lalu disumbang sejak tahun 2012, angka penjualan kendaraan roda empat selalu di atas 1 juta unit tiap tahunnya. Di satu sisi pertumbuhan kepemilikan kendaraan menyumbang geliat di sektor ekonomi namun di sisi lain menimbulkan perubahan sosial yang terus terjadi setiap hari. Inilah realitas sosial yang tidak bisa dibantah keberadaannya.
Agama dalam berlalu Lintas
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pada Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai beban moral besar untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah bagaimanakah sepak terjang orang yang mempunyai agama dalam perilaku pengendara sehari-sehari.
Masalah ini bisa kita ambil filosofinya dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang berkendaraan harus memberi salam pada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam pada yang duduk, dan rombongan yang sedikit pada yang banyak.
Ini artinya bahwa kita dilarang berlaku sombong (kebut-kebutan, ugal-ugalan, menyalip tanpa sen dll) ketika naik kendaraan terlebih pada saat melewati jalan raya yang ramai kendaraan harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas, agar keamanan tetap terjaga .
Lebih dalam lagi, agama dituntut untuk hadir dalam setiap pengendara, agar ketertiban di jalan raya memberikan rasa nyaman bagi pengendara yang lainnya. Menurut Kuntowijoyo (2014) agama harus ditransformasikan ke dalam aksi kehidupan sehari-hari agar nilai-nilai agama lebih membumi tidak sekedar simbol dan semua mahluk dapat merasakan kehadirannya.
Senada dengan di atas, seorang ulama kota Madinah dan mantan Rektor Islamic University of Madinah, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam suatu majelisnya pernah menjelaskan bahwa mentaati lampu merah dan rambu-rambu yang dibuat oleh pemerintah di jalan-jalan adalah wajib, sekalipun hukum asalnya adalah mubah.
Tapi hukumnya berubah karena ada perintah dari penguasa. Sedang jika penguasa memerintahkan sesuatu yang mubah atau sunnah, maka hukum perkara itu jadi wajib berdasarkan al-Qur’an surat an Nisa’ ayat 56.
Alhasil, masyarakat yang beragama harus menjadi tuntutan bagi pengendara yang lainnya. Paling tidak saling mengingatkan bahwa melawan arus, menerobos lampu merah, tidak memakai helm, memiliki SIM, tidak ugal-ugalan adalah bagian dari nilai nilai agama untuk menjaga keselamatan para pengendara. ||
Asep Abdurrahman
Akademisi Universitas Muhammadiyah Tangerang dan Pengajar SMP Daarul Qur’an Internasional Tangerang