Hari Jumat 23 Sya’ban tahun 492 H (atau 15 Juli tahun 1099 M), saat itu pasukan Salib yang merupakan gabungan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa secara beringas memasuki Yerussalem, Al-Quds. Syiah berada di belakang pasukan Salib.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Pasukan Salib telah mengkonsolidasikan pasukannya selama beberapa tahun sebelum sedikit demi sedikit merebut wilayah dunia Islam. Faktor yang membuat Pasukan Salib memasuki tanah suci Al-Quds salah satunya karena dukungan Dinasti Syi’ah Fatimiyah di Mesir, baik Syi’ah dan Salib sama-sama memiliki tujuan untuk merusak dunia Islam.
Salah seorang ahli sejarah Islam, Syaikh Saad Karim Al-Fiqi, menegaskan bahwa tanpa adanya pengkhianatan dari Syi’ah Fatimiyah dan perpecahan internal di kalangan penguasa dunia Islam kala itu, mustahil pasukan Salib bisa menembus masuk hingga kota Al-Quds.
Sumber-sumber populer mengisahkan pembantaian terhadap kaum Muslimin di kota suci Yerussalem di pertengahan tahun 1099 M itu sebagai salah satu genosida terbesar sepanjang sejarah. Pembantaian yang hanya bisa disaingi oleh invasi Tatar Mongol ke Baghdad dua abad berikutnya dan pembantaian terhadap Muslim Bosnia di akhir abad 20 M.
“Kejadian itu merupakan salah satu pembantaian barbar yang sangat kejam” ujar Syaikh Saad Karim. Semua sumber-sumber sejarah baik dari Islam maupun Kristen menjelaskan genosida yang dilakukan tentara Salib Kristen itu hingga menjadikan tanah suci Al-Quds kolam darah. Genangan darah umat Islam yang digenosida pasukan Salib dikabarkan tingginya sebetis orang dewasa, ada pula yang menginformasikan bahwa genangan darah tubuh orang-orang Muslim hingga mencapai lutut kuda jantan. Hal itu dapat dipahami lantaran pasukan Salib saat itu sampai taraf memotong-motong tubuh kaum Muslimin yang menjadi korban. Mencincang tubuh-tubuh tak berdosa dari kalangan orang tua renta, Muslimah dan anak-anak menjadi hal biasa bagi pasukan Salib.
Pada peristiwa itu pula pasukan Salib Eropa turut juga membunuhi orang Yahudi dan Kristen Arab yang dianggapnya sebagai pengkhianat. Mereka beralasan orang-orang Kristen Arab itu mengkhianati agama mereka, lantaran mau membayar jizyah dan hidup berdampingan dengan kaum Muslimin. Dikisahkan pula oleh sebagian sumber klasik, bahwa penduduk sipil yang lemah tengah berlindung di Masjid Al-Aqsa seraya mengumandangkan do’a perlindungan kepada Allah namun akhirnya tak membuat pasukan Salib segan membunuh mereka. Para muslimah, orang tua renta dan anak-anak pun habis tak tersisa. Mereka dibunuh di masjid dan sekitarnya, dikabarkan di komplek Masjid Al-Aqsa saja ada sekitar 70 ribu telah tumpah darahnya. Kepala-kepala dan bagian tubuh orang-orang Muslim lainnya dilempar ke dalam api, dipasang pula tempat jagal khusus. Di jalan-jalan kota Al-Quds terdapat tumpukan jenazah wanita, anak-anak, remaja, dan orang-orang tua beserta dengan potongan-potongan kepala, kaki dan tangan. Di jalan-jalan, tidak luput pula harta benda penduduk Muslim dirampok dan dijarah pasukan Salib. Para pengamat Kristen sendiri belakangan cukup terheran-heran dengan perbuatan pasukan Salib, lantaran kota yang mereka anggap suci dinodai oleh darah-darah, hasil perbuatan teror mereka. Tidak berlebihan jika peristiwa ini dinilai sebagai aib bagi Kristen Eropa.
Masjid Al-Aqsa pun dijarah, termasuk lampu-lampunya yang terbuat dari permata, emas, dan perak. Masjid tersebut memang menjadi salah satu simbol tingginya peradaban dan arsitektur Islam di masanya.
Syaikh Saad Karim mengutip kata-katra dari ahli sejarah Kristen kontemporer yang bertutur, “Kaki kami tergenang darah orang Islam”. Sumber klasik dari Kristen sendiri mengakui, keesokan harinya (hari Sabtu) seorang pencatat sejarah yang mengunjungi Masjid Al-Aqsa sampai tidak bisa melewati jalan-jalan sekitar masjid Al-Aqsa pasca Jumat kelabu tersebut lantaran puluhan ribu tumpukan jenazah umat Islam dan genangan darahnya. Persis seperti yang diungkap William Shouri, seorang Kristen, yang mengatakan “Negeri Al-Quds berubah menjadi danau luas dari darah orang Islam”.
Ibnu Abri, seorang dari Malta mengatakan, “Tentara Salib tinggal di sana selama sepekan untuk membantai kaum Muslimin, dan di sekitar Masjid Al-Aqsa saja 70 ribu orang Islam dibunuh”.
Surat laporan tentara Salib Kristen kepada Paus, pemimpin umat Kristen, yang berharap mendapat ucapan selamat dari Paus pun membuktikan pandangan mereka terhadap Islam. Mereka berkata dalam suratnya kepada Paus, “Apabila anda ingin mengetahui apa yang menimpa musuh kita, percayalah bahwa kuda-kuda kami berjalan di bekas istana dan tempat peribadahan Sulaiman dengan darah orang Islam yang mencapai lutut kuda-kuda kami.” Surat ini pun ditulis dengan berbangga hati dari pasukan Salib.
Ilham Martasyabana, penggiat sejarah Islam
(Sumber: Khianaat Hazar Tarikh Al-Islam Syaikh Saad Karim Al-Fiqi dan beberapa sumber lain)