Persaudaraan Alumni 212 (PA/212) meminta aparat kepolisian RI dimanapun dan apapun jabatannya harus memandang bahwa semua orang sama dimata hukum.
Wartapilihan.com, Jakarta – Membandingkan kinerja antara penyidik kepolisian Bareskrim Gambir Jakarta Pusat terhadap Kinerja Polres Tarakan, Kalimantan Timur terhadap pelaku penista agama yang sama-sama menistakan ajaran Islam Sukmawati Soekarno Putri dan Dendi Rahmadila, seorang pelaku yang hanya dalam 1 hari sejak memposting tulisannya di face book miliknya pada 5 April 2018, sore pukul 17.30 .
Esok harinya tanggal 6 April 2018 Dendi selaku terlapor, langsung ditangkap dan ditahan, oleh penyidik polres Tarakan, Kaltim, setelah dilaporkan ormas dan MUI Tarakan. Karena Dendi dianggap dan diduga melakukan pelecehan atau penistaan terhadap agama yang tertera pada pasal 156 ayat (a) huruf a.
“Ia diduga menistakan suara adzan dengan cara-cara mengkomper panggilan untuk melakukan sholat dengan suara penyanyi dangdut,” kata Ketua Divisi Hukum PA 212 Damai Hari Lubis di Jakarta, (8/4).
Dalam postingannya di FB, Dendi mengatakan bahwa suara penyanyi “jarang goyang lebih merdu dari suara adzan”. Berkaca dengan gerak cepat dari MUI dan Kepolisian Tarakan, lanjut Lubis, hal itu dalah sebuah contoh positif atas due proces of law atau proses penegakan hukum serta sinergi hukum yang baik antar peran masyarakat selaku pelapor dan kepolisian Polres Tarakan.
“Disatu sisi, upaya tersebut merupakan kerja kepolisian selaku lembaga penegak hukum. Di sisi lainnya, peran serta masyarakat kooperatif dalam bentuk pelanggaran perundangan-undangan oleh Dendy,” tutur Lubis.
Sehingga, lanjutnya, Kepolisian RI Tarakan Kapolres D. Supit dan jajarannya, serta MUI Tarakan bisa menjadi acuan serta layak diberikan apresiasi oleh Kapolri Tito dan dapat dijadikan contoh proses penanganan pada peristiwa hukum yang identik, khususnya sebagai suri tauladan oleh Kapolri terhadap kasus Sukmawati atas penistaan terhadap agama Islam.
“Gaungnya, justru sangat berdampak ketidakpercayaan masyarakat kepada aparatur penegak hukum, karena telah membangkitkan sensitifitas ormas muslim dan para ahli hukum di Jakarta dan daerah-daerah wilayah hukum lainnya,” papar dia.
Terkait laporan-laporan terhadap perbuatan Sukmawati yang sama seperti yang dilakukan oleh tersangka Dendi yang langsung ditahan, jelas Lubis, maka Penyidik Polri Bareskrim tidak boleh terkesan pilih tebang dan tumpul keatas tajam kebawah, juga mencegah semakin terkondisikannya citra buruk Polri selaku pengayom dimata masyarakat yang diayominya.
“Sebagai orang yang terlibat dalam banyak pelaporan terhadap Sukmawati, kami menghimbau penyidik Polri yang berkompeten untuk segera proses dan tahan Sukmawati. Sehingga Korps Polri tidak semakin tercoreng,” tandasnya.
Sebab, simpulnya, semua harus diperlakukan sama di mata hukum, jangan hanya kepada ‘murid’ Sukmawati langsung ditahan dalam perkara yang sama, termasuk tidak kepada yang non muslim (Ahok). Kepada Sukmawati pun yang mengaku sebagai muslim harus diperlakukan sama.
“Karena setiap penista agama harus diterapkan penegakan hukum yang sama. Tidak pilih bulu. Terhadap MUI Pusat Korlabi (koordinator peliputan aksi bela Islam) menghimbau jangan lagi membuat statemen pembelaan terhadap pelaku pelecehan syar’i, melalui intervensi terhadap hukum. Terkecuali dalam hal pelaksanaan tupoksinya,” tutup dia.
Ahmad Zuhdi