Generasi Muda Partai Golkar mendesak internal partai untuk melakukan restrukturisasi guna menyelamatkan marwah dan nasib partai berlambang pohon beringin itu.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Partai Golkar akan melewati babak baru paska penahanan Setya Novanto oleh KPK akibat skandal korupsi E-KTP. Kendati proses hukum sedang berjalan terhadap Setya Novanto selaku ketua Umum Partai Golkar sekaligus ketua DPR RI, proses menuju pemulihan Partai Golkar harus segera dilaksanakan. Hal itu disampaikan pimpinan Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Almanzo Bonara di Jakarta, Sabtu (18/11).
GMPG menilai, penahanan Novanto merupakan babak baru bagi partai Golkar untuk melakukan pembenahan secara internal. Berbagai desakan muncul agar Setya Novanto segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
“Partai ini sudah lama terpuruk akibat korupsi yang melibatkan ketua umum Setya Novanto, hasil survei menujukan elektabilitas partai menjadi anjlok, citra partai semakin rusak, sedangkan dalam waktu begitu dekat kita diperhadapkan dengan momentum politik Pilkada Serentak 2018 Dan Pemilu 2019,” papar Almanzo.
Sebab, lanjutnya, kasus Novanto sangat menjadi beban partai baik secara moral maupun secara politik. Status quo kepemimpinan Novanto tak bisa dipertahankan, karena justru mendestruktifkan partai Golkar. Pihaknya mendesak DPP Partai Golkar dan DPD I golkar untuk segera melakukan langkah penyelamatan partai dengan segera memutuskan digelarnya Munas.
“Oleh karena itu sudah waktunya bagi Partai Golkar melakukan perubahan.
para senior Golkar sudah menegaskan untuk segera melakukan Munas, kami pun menilai bahwa hanya itu mekanisme yang tepat untuk memulihkan kondisi partai Golkar saat ini. Munas adalah salah satu jalan dan solusi terbaik untuk merebound kembali partai Golkar yang sudah terkoyak dibawah kepemimpinan Setya Novanto,” tegasnya.
Dia berharap, partai dengan lambang pohon beringin itu tidak lagi melahirkan pemimpin dari kader-kader partai yang rentan dengan persoalan korupsi. Skandal Setya Novanto, kata dia, menjadi pelajaran bagi semua bahwa persoalan korupsi sangat membuang banyak energi dan juga memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap citra partai Golkar, bahkan menyandera partai dalam melakukan kerja-kerja politik.
“Sudah waktunya Golkar menyiapkan kepemimpinan baru partai yang benar-benar bersih dari tindak korupsi, pemimpin yang memiliki kapasitas untuk membawa partai Golkar keluar dari persoalan, serta memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi. Inilah syarat mutlak bagi ketua umum partai Golkar selanjutnya. Jika hal ini tidak menjadi perhatian bersama, maka jangan berharap partai ini bisa bangkit dari kerterpurukan,” tandasnya.
Sebelumnya, pada 15 November 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap SN atas kasus korupsi e-KTP. Pasalnya, SN seringkali mangkir dari pemanggilan pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah itu. Namun, pada 16 November dia mengalami kecelakaan dan dibawa ke RS Medika, dan dipindahkan ke RSCM.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menyatakan, meskipun KPK tidak memiliki kewenangan memberhentikan penyidikan, tapi memiliki kewenangan melakukan penyelidikan. Dalam hukum acara pidana, apabila saksi atau tersangka tidak datang, maka suatu lembaga pemberantasan korupsi dapat melakukan jemput paksa.
“Mengapa KPK mengeluarkan penangkapan sebelas kali, namun SN hanya tiga kali datang. Rasio penanganannya dikhawatirkan tersangka melarikan diri dan kembali mengulangi perbuatannya. Apa yang dilakukan KPK itu sah, rasio orang mau ditahan sudah terpenuhi semuanya,” ujarnya dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (18/11).
Fickar mengatakan, korupsi hanya menjangkau korporasi dan badan usaha. Dalam Undang-Undang extra ordinary crime dibentuklah KPK, badan yang menangani korupsi. Sebab, pemberantasan korupsi tidak bekerja optimal.
“Korupsi itu sekecil apapun merupakan tindak pidana luar biasa, karena ini menyangkut tokoh jadi luar biasa. Secara sosiologi, Pak Setnov dipanggil tapi tidak jalan, ini akhirnya yang membuat publik bertanya-tanya,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi