Oleh : Asyari Usman
Pertarungan dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara (Sumut) kelihatannya akan berlangsung dengan taruhan yang sangat tinggi. Ada pasangan calon (paslon) yang santai saja menghadapinya, tetapi ada paslon yang siap melakukan segala cara untuk menang. Paslon yang siap melakukan segala cara itu, sudah kelihatan jelas tindak-tanduknya. Si calon gubernur tidak mau dipermalukan lagi seperti dulu. Dia dan timnya tak akan rela menerima kekalahan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Orang ini tidak ingin kekalahan berulang di Sumut. Karena itu, dia akan menggunakan apa saja yang tersedia padanya untuk mencapai kemenangan. Termasuklah kemungkinan untuk melakukan kecurangan. Yang penting menang. Si cagub telah dengan nyata menyalahgunakan pembagian resi e-KTP. Dia membagi-bagikan resi e-KTP di sejumlah daerah, padahal dia tidak punya wewenang apa-apa untuk urusan resi e-KTP. Mengherankan sekali. Si cagub bisa “menguasai” Dinas Dukcapil yang seharusnya bertugas membagi-bagikan resi e-KTP.
Belum lama ini si cagub “tercyduk” sedang bagi-bagi duit. Dia akan melakukan apa saja. Orang ini sangat berbahaya. Belum berkuasa saja sudah berani mengerjakan hal-hal yang memuakkan. Apalagi kalau dia menjadi gubernur. Habislah rakyat ditipu-tipu.
Si cagub bagaikan didukung oleh para pejabat di Sumut. Dan memang konstelasi politik saat ini, boleh dikatakan, sangat menguntungkan si cagub. Dia bisa mengharapkan “bantuan” dari para pemegang kekuasaan yang siap memihak pada si cagub. Ini bisa dimaklumi karena para penguasa di tingkat daerah wajib mendukung keinginan junjungan mereka di Jakarta.
Tidak hanya didukung para penguasa, si cagub Sumut itu kelihatannya dibantu mati-matian oleh sejumlah komunitas. Beberapa komunitas itu berkepentingan sekali untuk memenangkan si cagub. Yang pasti, komunitas-komunitas musuh umat di Sumut akan bersatu-padu mendukung si cagub. Berbagai kelompok itu sudah memperlihatkan kekompakan pada pilkada Medan 2010, pilgub Sumut 2013, dan pilkada Medan 2015. Analisis persentase perolehan suara pada pilkada-pilkada tsb menunjukkan bahwa berbagai komunitas itu memberikan suara bulat kepada paslon yang sesuai dengan aspirasi mereka.
Dan pola perolehan suara di banyak pilkada lainnya di Sumut, juga cenderung memperlihatkan persatupaduan semua komunitas tsb.
Jadi, rakyat Sumut haruslah bersatu padu juga menolak si cagub yang tidak mengerti daerah ini. Sudahlah tak mengerti, si cagub itu “bekas pakai” pula.
Bak kata orang, sudah tak terpakai di mana-mana untuk apa dibawa ke mari? Memangnya orang Sumut sama dungunya dengan pengusung si cagub? Tidaklah! Orang Sumut pasti lebih cerdas dari pengusung si cagub.
In-sya Allah, dengan semangat persatuan dan persaudaraan, Sumatera Utara akan menjadi “baru” lagi dengan pemimpin yang “brand new”. Tak perlulah “orang luar” yang sudah usang pula. Mari kita dudukkan “orang dalam” yang masih segar. Amin, Allahumma amin! II