Myanmar menambah jumlah tentaranya di Rakhine. Utusan PBB menyerukan agar militer Myanmar tidak melakukan tindakan yang melanggar HAM.
Wartapilihan.com, Yangon – Myanmar memberlakukan jam malam baru dan mengerahkan lebih banyak tentara ke negara bagian Rakhine. Pemerintah mengonfirmasi pada hari Sabtu (12/8) setelah PBB menyatakan kekhawatirannya atas laporan tentang peningkatan militer di wilayah tempat pihak berwenang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi secara luas.
Satu batalyon tentara diterbangkan ke Rakhine pekan ini untuk meningkatkan keamanan yang mendapat kritik dari pelapor khusus PBB Yanghee Lee pada hari Jumat (11/8) dan memperingatkan bahwa hal itu “menjadi perhatian utama”.
Rakhine telah dicengkeram oleh kekerasan sejak Oktober tahun lalu ketika pejuang etnis Rohingya menyerang pos polisi, memicu operasi militer berdarah selama sebulan.
Operasi tentara tersebut menyebabkan lebih dari 70.000 warga desa Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh, membawa serta mereka cerita tentang pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran sistematis yang dilakukan oleh pihak tentara.
Rohingya adalah komunitas tanpa kewarganegaraan, telah banyak difitnah oleh mayoritas Buddhis Myanmar, dan PBB yakin tindakan keras tentara tersebut mungkin mengarah pada pembersihan etnis – sebuah tuduhan yang ditolak oleh pemerintah Myanmar.
Media pemerintah mengatakan pada hari Sabtu (12/8) bahwa “operasi pembersihan sedang meningkat” di pegunungan Rakhine, sebuah wilayah dimana pejuang Rohingya berada.
“Rencana sedang dilakukan untuk memperkuat pasukan keamanan dan pasukan militer dengan penempatan pasukan tambahan,” kata New New Light of Myanmar. Jam malam akan diberlakukan di “area yang diperlukan”.
Tujuannya untuk “mencegah teroris ekstremis mengambil daerah di pegunungan Yu Mei,” kata juru bicara negara tersebut.
Pembentukan militer dilakukan setelah terjadi kekerasan dalam beberapa bulan terakhir ini dengan puluhan penduduk desa terbunuh dan diculik oleh pembunuh bertopeng.
Pemerintah menyalahkan pembunuhan pada pemberontak Arakan Rohingya Salvation Army, yang mengklaim penggerebekan di pos polisi Oktober lalu.
Komunitas Rohingya di daerah terpencil juga terus digerebek dengan pasukan keamanan melepaskan “tembakan peringatan” saat berhadapan dengan sekelompok penduduk desa.
Pakar hak asasi manusia PBB, Lee, mendesak pihak berwenang untuk melakukan operasi keamanan mereka sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional.
“Pemerintah harus memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri dalam segala situasi dan menghormati hak asasi manusia dalam menangani situasi keamanan di Negara Bagian Rakhine,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Myanmar yang beragama Buddha telah lama mendapat kritik karena perlakuannya terhadap lebih satu juta Rohingya dengan menolak memberikan kewarganegaraan.
Kaum minoritas dicerca sebagai migran ilegal dari Bangladesh meskipun telah tinggal di daerah tersebut selama beberapa generasi.
Sebuah komisi yang ditunjuk pemerintah di negara tersebut menolak tuduhan pelanggaran yang meluas, sementara Myanmar menolak mengizinkan tim pencari fakta PBB untuk melakukan penyelidikan sendiri.
Moedja Adzim