Halal dan thayyib menjadi prinsip seorang muslim. Sebab, kehalalan itu menyangkut ibadah transedental dengan Allah SWT. Sehingga, proses untuk mengetahui suatu kehalalan produk harus paripurna dan komprehensif.
Wartapilihan.com, Jakarta –Sejumlah komunitas yang konsen dalam advokasi dan edukasi halal seperti Halal Corner, My Halal Kitchen, Tanya ASI, dan Sekolah Berbasis Pesantren, hari ini, Kamis (12/10), menyambangi Komisi Fatwa MUI guna membicarakan terkait vaksin measles dan rubella (MR). Pasalnya, sejumlah komunitas tersebut mendapatkan ancaman dan self claim dari pihak tenaga kesehatan (Nakes) dan biofarma yang mengatakan vaksin halal dan mencatut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam.
“Seolah-olah mereka meligitimasi pernyataan Pak Niam bahwa vaksin yang digunakan tahun ini halal. Bahkan banyak masyarakat yang mengalami sakit sampai kematian pasca imunisasi, namun dinafikan oleh Nakes tersebut,” kata Aisha kepada wartawan di Gedung MUI, Jakarta, Kamis (12/10).
Terlebih, kata Aisha, pihak Nakes dan Pemerintah Daerah Banten mengancam denda Rp 700 Miliyar jika seorang anak tidak mengikuti vaksin. Sebab, lanjutnya, mayoritas masyarakat sudah aware halal dengan merujuk pada Undang-Undang no. 33 tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal dan Fatwa MUI No. 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi.
“Kalau itu untuk kesehatan silakan saja. Imunisasi itu kan tidak hanya vaksin. Ada juga metode lain yang juga aman. Kita meminta ketegasan dari MUI tentang konsep darurat dan mubah seperti apa. Sehingga tidak disalahagunakan oleh pihak Nakes dan Kemenkes. Sebab, sejak tahun 2005 Kemenkes belum menyediakan ketersediaan vaksin halal,” ujarnya.
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin menuturkan, ada oknum pemerintah yang menjelaskan kepada masyarakat bahwa pengurus MUI menyatakan vaksin MR sudah halal. Padahal, pihak Kemenkes sendiri secara formal belum mengajukan proses tersebut.
“Kita akan segera komunikasi dengan pihak Kemenkes, namun jaminan keagamaan (ihwal halal) juga harus dipenuhi karena itu merupakan bagian dari amanah konstitusi,” ungkap Hasanuddin.
Founder My Halal Kitchen Meili Amalia mendukung program Imunisasi dengan menggunakan produk halal dan thoyib yang terjamin kehalalannya dan dinyatakan melalui adanya Sertifikat Halal dari lembaga yang berwenang.
“Tetapi kami menolak segala bentuk paksaan, upaya intimidasi dan persuasi yang memojokan orang tua yang memilih untuk tidak mengimunisasi anaknya dikarenakan vaksin belum memiliki Jaminan Kehalalan dari lembaga yang berwenang (Komisi Fatwa MUI),” ujar Meilia kepada Wartapilihan.com.
Selain itu, dia mendorong Majelis Ulama Indonesia untuk melakukan teguran keras secara tertulis ataupun melakukan advokasi melalui tuntutan hukum atas pelanggaran Undang-Undang No. 33 tahun 2014 yang dilakukan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
“Kami mendorong Majelis Ulama Indonesia untuk memberikan batas waktu yang tegas dan definisi yang jelas terkait keadaan yang dianggap darurat dan mubah bagi vaksin yang belum memiliki Sertifikat Halal,” serunya.
Meili berharap, MUI dapat menindaklanjuti hasil pertemuan hari ini agar masyarakat tidak bingung meskipun MUI bukan lembaga law inforcement tetapi moral inforcement. Selain mempunyai hak kesehatan, tuturnya, masyarakat juga memiliki hak untuk ibadah dan hak beragama.
“Saya rasa MUI dapat melakukan advokasi dengan undang-undang jaminan produk halal. Pada saat ini UU JPH kan sudah keluar, tapi sampai saat ini masih terjadi tarik-menarik antar Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan,” paparnya.
Kementerian Kesehatan menginginkan pengecualian atau penundaan karena beranggapan semua bahan vaksin yang digunakan di impor dan membutuhkan waktu lama untuk sertifikasi. Good will pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan karena sudah lebih dari 10 tahun vaksin berjalan.
“Mereka (Kemenkes) selalu berlindung dari kata darurat, menyangkut nyawa dan menimbulkan wabah apabila tidak divaksin. Padahal ada syarat-syaratnya dan mereka tidak pernah menyampaikan hal terburuk dari dampak vaksin itu,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi