Kedatangan Barack Obama ke Indonesia bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan keindahan alam Indonesia ke mancanegara.
Wartapilihan.com, Jakarta — Ketika Presiden Amerika Serikat ke 44, Barack Obama berkunjung ke Bali, Jogja, Bogor, juga Jakarta, akhir Juni hingga awal Juli ini, di Times Square, Manhattan, New York, iklan tentang keindahan alam Indonesia, yang berjudul Wonderful Indonesia ditayangkan tanpa henti.
Kementerian Pariwisata, sebagai pemasangnya, memang tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa menjadikan mantan Presiden ke 44 Amerika itu sebagai endoser pariwisata Indonesia secara tidak langsung.
Langkah antisipatif ini juga dilakukan, ketika Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud bersama keluarga besarnya, berkunjung ke Bali. Saat itu Kementerian Pariwisata menyuguhkan promosi besar-besaran di stasiun televisi Al-Jazeera.
Bagaimanapun, kedatangan Obama juga tokoh dunia lainnya ke pusat pariwisata Indonesia, perlu diimbangi dengan gerakan promosi yang baik. Pariwisata bisa menjadi pendukung kesejahteraan masyarakat yang signifikan.
Thailand misalnya, perekonomiannya, sangat di dukung oleh industri pariwisatanya. Sekitar 22 persen PDB negeri gajah putih itu, disumbang sektor ini. Tahun lalu, lebih dari 30 juta turis asing membanjiri kuil-kuil, pantai, dan bar di Thailand.
Menyadari strategisnya industri pariwisata ini, Pemerintah Indonesia juga menargetkan kedatangan 20 juta turis asing pada tahun 2019 nanti. Memang masih jauh dari apa yang sudah dicapai negeri tetangga, namun, mengingat potensi yang belum dipoles secara baik, target ini dirasa masuk akal.
Sebenarnya agar tambah efektif, pemerintah bisa menawarkan wisata yang lebih berkarakter kepada turis dengan latar belakang tertentu. Wisata halal, misalnya, Indonesia harusnya bisa lebih unggul di bidang ini, dengan mengundang lebih banyak turis muslim.
Namun, wisatawan mancanegara muslim seperti Timur Tengah, malah biasanya pergi berlibur tidak langsung ke Indonesia, tetapi ke Malaysia, Singapura, dan Thailand. Indonesia sendiri kurang memiliki brand dalam wisata halal ini.
Padahal Indonesia, berdasarkan riset Global Muslim Travel Index (GMTI) Mastercard-CrescentRating 2017, menempati posisi ketiga sebagai tujuan wisata utama untuk pasar wisata muslim, menyusul Malaysia dan Uni Emirat Arab yang nilainya mencapai US$ 220 miliar pada 2020.
Hasil studi itu menunjukkan kesuksesan Indonesia yang telah berhasil meningkatkan posisinya selama dua tahun berturut-turut. Meski begitu, kelambanan Indonesia memanfaatkan pariwisata halal, ada di berbagai faktor.
Saat ini pengembangan wisata halal memang paling kuat dilakukan pemerintah, sementara operator wisata dirasa kurang optimal mempromosikan sektor ini.
Padahal wisata halal, memiliki potensi yang luas untuk dikembangkan. Jumlah wisata muslim saat ini mencapai 120 juta, diprediksi menjadi 170 juta pada 2020. Sementara belanja wisata halal global saat ini US$ 130 miliar dan pada 2020 diproyeksikan US$ 200 miliar.
Di sisi lain berbagai daerah sudah berlomba memikat wisatawan dengan pariwisata halal. Seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang juga telah meraih sejumlah penghargaan internasional sebagai destinasi utama wisata halal dunia. Sejumlah provinsi lain pun telah mendeklarasikan sebagai tujuan wisata halal. Mereka di antaranya Sumatra Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Sumatra Utara.
Karenanya, operator wisata seperti biro perjalanan perlu lebih agresif mengenalkan wisata halal ke manca negara, khususnya di negeri-negeri muslim. Kemampuan mereka menawarkan paket yang menarik, dan berkarakter itu yang perlu ditingkatkan.
Selain itu, yang tak kalah penting dan banyak dilupakan adalah masalah standarisasi. Selama ini, karena sudah terbiasa menyediakan barang halal yang tak dipersoalkan konsumen dalam negeri, pelaku industri jadi lupa mengadopsi sertifikasi halal yang berlaku secara internasional.
Padahal mengikuti standarisasi secara global ini penting untuk memberikan jaminan kepada para wisatawan. Memiliki standar global tentu saja akan meningkatkan daya saing industri secara internasional.
Indonesia juga perlu memperkuat konektivitas udara secara langsung dari negara-negara asal wisatawan Muslim. Kerja sama travel agen, dan industri penerbangan serta dukungan pemerintah untuk bisa mewujudkan ini menjadi sangat penting.
Selain itu, perlu kesadaran dan pemahaman bersama dari semua pihak yang berkepentingan, bahwa ini sektor yang potensinya sangat besar. Wisata halal sebenarnya akan menuju ke halal market, bukan hanya semata wisata agama, namun lebih ke nuansa gaya hidup yang positif.
Rizky Serati