Tersebutlah sebuah negeri bernama Antah Berantah.
Letaknya persis di garis khatulistiwa dengan pemandangan alamnya yang permai dan dipenuhi keaneka ragaman hayati yang sungguh mempesona.
Di dalam perut buminya berlimpah permata, mineral, nikel dan batubara.
Dan di dasar lautnya tempat ikan tuna bertelur dan penuh bertebar mutiara.
Penduduknya ramah tamah dan penuh persaudaraan. Mereka suka berbagi senyum dalam suasa sulit sekalipun.
Di musim kemarau matahari menyinari wilayah Antah Berantah dari timur sampai ke ujung barat selama dua belas jam.
Dan di musim penghujan air berlimpah menyuburkan gunung dan lembah.
Menurut catatan sejarah, Antah Berantah pernah dijajah bangsa Eropa selama tiga setengah abad lamanya.
Konon, penjajah itu tak seberapa banyak dan tak cukup kuat.
Tapi, mereka dapat bertahan begitu lama menjajah karena di dalam negeri Antah Berantah ternyata ada banyak juga orang-orang yang bermental budak.
Orang-orang ini adalah para kutu loncat yang suka bertengger di batang timbul.
Di mana ada batang timbul di situlah mereka melompat menjadi kutu loncat.
Ketika para penjajah dari Eropa itu diusir oleh para ulama dan santrinya para budak ini bersalin warna dan rupa seolah paling berjasa.
Dan pada hari ini mereka nyaris menduduki seluruh jabatan dan kekuasaan di negeri Antah Berantah ini.
Dan mereka didukung oleh para ulama su’ dan para intelektual penjilat.
Kalau dahulu mereka mengabdi kepada penjajah Eropa maka hari ini mereka mengabdi kepada penjajah Cina dan korporat jahat.
Tapi anehnya,
para pejuang dan pembela sejati negeri Antah Berantah ini seperti tidak belajar pada sejarah dan tidak bisa membedakan mana pejuang dan mana pecundang.
Mana pemimpin dan mana penipu.
Mana pemimpin wong cilik dan mana pemimpin licik.
Tak heran,
negeri Antah Berantah sampai hari ini tetap terjajah.
( Iwan Hasanul Akmal )
*Depok Awal Pebruari 2022.