Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 meningkat sebanyak 131,55 juta; jumlah tersebut naik 6,11 juta dibandingkan dengan Agustus 2016. Kenaikan jumlah angkatan kerja ini tidak diiringi dengan penyejahteraan terhadap buruh.
Wartapilihan.com, Jakarta –Para buruh sedang melangsungkan persiapan untuk melakukan aksi demo pada 10 November mendatang, tepat pada hari pahlawan. Mereka menuntut kenaikan upah sebesar Rp 650.000 karena tercekik biaya hidup yang semakin meningkat.
Yusuf Wibisono selaku pakar ekonomi mengatakan, permintaan kenaikan upah tersebut adalah hal yang berat untuk dikabulkan. Pasalnya, saat ini nilai penjualan sedang tertekan; jika upah harus dinaikkan, kemungkinan PHK akan semakin masif.
“Dengan high cost economy masih kuat, termasuk suku bunga dan pajak, pengusaha akan berat kabulkan, terlebih penjualan sedang tertekan, kalau UMP dinaikkan, bukan tidak mungkin PHK semakin masif,” ujar Yusuf, kepada Warta Pilihan, Minggu, (29/10/2017).
Ia menjelaskan, pada dasarnya permintaan kenaikan upah merupakan masalah klasik di banyak negara berkembang. Perusahaan seringkali mengandalkan upah buruh yang murah sebagai keunggulan komparatif.
“Dulu ketika biaya hidup rendah dan jumlah tenaga kerja tak terdidik berlimpah, kita menarik PMA di industri footloose seperti garment, sepatu, elektronik, etc. Seiring pertumbuhan dan kenaikan biaya hidup, harusnya kita beralih ke industri yang lebih maju, berbasis kapital dan pengetahuan berbasis industri. Kita gagal transformasi industri kita,” ungkap Yusuf.
Ia menyayangkan para pekerja yang belum tereduksi secara baik skill-nya, di sisi lain biaya hidup cepat meningkat sehingga adalah hal yang lazim bila buruh lakukan demo setiap tahunnya.
Dosen Ekonomi Syariah Universitas Indonesia ini menerangkan, solusi yang dilakukan tidak bisa secara instan, tetapi mesti segera dimulai dari pendidikan.
“Solusinya tidak bisa instant, tapi harus segera dimulai, pendidikan harus berfokus ke kompetensi engineering, science, technology, energy, and military, tenaga kerja untuk industri padat modal dan padat teknologi harus tersedia dalam jumlah besar,” tutur Yusuf.
Hal lain yang dapat dilakukan, yaitu membangun sektor jasa Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berbasis teknologi canggih.
“Kita bisa membangun sektor jasa UKM berbasis IT, dan disaat yang sama melipatgandakan produktivitas pertanian dengan memasuki agribisnis secara masif,”
Sementara itu, Ganda Upaya selaku ahli Sosiologi Universitas Indonesia mengatakan, dengan daya beli konsumen yang lesu, sulit bagi perusahaan untuk naikkan upah buruh.
“Kecuali jelang pilkada atau pilpres maka ada variabel politik untuk membeli suara buruh. Apalagi sekarang ada gelombang PHK,” tukas Ganda, kepada Warta Pilihan, Sabtu, (28/10/2017).
Ganda menjelaskan, demo para buruh merupakan pengungkapan akan keresahan mereka, bahwa upah mereka tidak sesuai dgn kenaikan harga makanan, listrik, bensin dan juga sewa kos.
“Sewa kos dalam perspektif Max Weber adalah kesulitan ekonomi menurunkan “life chances” para buruh untuk kehidupan sehari-hari,” tukas Ganda.
Hal yang memprihatinkan dalam keadaan buruh ini ialah tuntutan buruh tersebut di-bully oleh pasukan cyber yang menolak hal itu. “Mereka (cyber) memberikan stigma bahwa buruh Indonesia itu pemalas atau rendah produktivitasnya ketimbang buruh asing terutama buruh Cina,” tandasnya.
Maka dari itu, Ganda menekankan, perlu ada pembelaan bagi nasib buruh di Indonesia, terutama pihak Partai Politik di DPR RI yang seharusnya berpihak pada buruh sebagai konstituen.
“Selama koalisi atau parpol di DPR diam atau basa-basi bela buruh, maka kondisi ekonomi buruh akan bertambah buruk,” pungkas Ganda.
Eveline Ramadhini