Puluhan ribu Muslim Bangladesh berunjuk rasa agar Myanmar menghentikan tindakan kerasnya terhadap Rohingya. Sementara itu, arus pengungsi semakin deras mengalir ke wilayah Bangladesh.
Wartapilihan.com, Cox Bazaar –Puluhan ribu Muslim di Bangladesh berbaris menuju kedutaan Myanmar untuk memprotes tindakan keras negara tersebut terhadap Muslim Rohingya.
Sedikitnya 412.000 etnis Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha pada bulan lalu dan tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh. Banyak yang mengatakan rumah mereka dibakar oleh militer Myanmar atau oleh gerombolan Buddhis.
Para pemrotes meneriakkan slogan-slogan dan melambai-lambaikan bendera Bangladesh saat mereka berbaris melewati jalanan ibukota Dhaka. Satu spanduk bertuliskan, “Berhenti membunuh Rohingya.”
Pawai tersebut yang diselenggarakan oleh komunitas Islam Hefazat-e-Islam berangkat di masjid utama Bangladesh, namun dihentikan oleh polisi sebelum para pemrotes mencapai kedutaan tersebut.
Para demonstran paling vokal dalam meneriakkan slogan melawan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, memanggilnya “teroris” dan menyalahkannya karena tidak menghentikan serangan militer terhadap Muslim Rohingya.
Dewan Keamanan PBB dan banyak negara telah mengutuk kekerasan tersebut.
Warga desa Rohingya tiba di Bangladesh, kelelahan karena pelarian beberapa hari mereka dari gerombolan penyerang dan tentara bersenjata, menceritakan kisah-kisah tetangga yang terbunuh dan rumah-rumah yang terbakar.
“Mereka membakar rumah orang dan banyak orang tua terjebak di dalamnya. Orang-orang muda melarikan diri ke bukit, ” kata Mohammed Zakaria, 70 tahun.
Dia mengatakan bahwa dia melihat banyak mayat tergeletak di tanah, seringkali dengan celah di kerongkongan mereka, saat dia dan 14 anggota keluarganya lainnya berangkat dari rumah mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Duduk di luar tenda yang bobrok di Balukhali, daerah perbukitan yang baru-baru ini ditunjuk oleh pemerintah Bangladesh sebagai lokasi sebuah kamp pengungsian baru, dia mengatakan bahwa perlu waktu 12 hari untuk mencapai keamanan Bangladesh.
Anak laki-lakinya, Omar, 18 tahun, mengatakan bahwa cobaan berat mereka dimulai sekitar sebulan yang lalu ketika gerombolan orang-orang Buddhis menyerang rumah mereka.
“Mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka hanya membunuh orang Rohingya dimanapun mereka menemukannya, ” kata Omar. “Mereka membunuh semua orang, muda dan tua.”
Mereka melarikan diri dengan berjalan kaki, kebanyakan di malam hari untuk menghindari pendeteksian oleh tentara Myanmar, Zakaria mengatakan bahwa mereka melintasi sungai Naf yang membagi kedua negara setelah membayar jumlah besar kepada seorang tukang perahu.
PBB dan badan bantuan lainnya mulai membangun tempat penampungan bagi pendatang baru di lokasi Balukhali untuk memberikan perlindungan saat hujan menyerang daerah tersebut.
“Kami bekerja sama dengan pihak berwenang dan mitra untuk membangun tempat penampungan darurat dan mengkoordinasikan penyediaan bantuan dan layanan dasar termasuk pendaftaran, air bersih, sanitasi, dan perawatan kesehatan,” kata Yante Ismail dari agen pengungsi PBB.
Namun, bahaya tak terduga mengintai, bahkan di kamp-kamp di kota perbatasan Cox’s Bazar di Bangladesh.
Pada hari Senin (18/9), gajah liar menyerang dua tenda sementara di dekat sebuah kamp, menewaskan seorang pria dan anaknya yang sedang tidur. Shamsul Alam, 55 tahun, dan anak laki-lakinya yang berusia 2 tahun meninggal seketika, kata Mohammed Ali Kabir, seorang perwira kehutanan. Istri Alam dan dua anak lainnya terluka dan dibawa ke sebuah kamp medis.
Gajah liar sering melintasi perbatasan antara perbukitan berhutan di Myanmar dan Bangladesh. Pergerakan ribuan pengungsi Rohingya mungkin telah mengusik gajah tersebut.
Moedja Adzim