Khalifah Utsman bin Affan menjelang akhir hayatnya harus mengalami pemberontakan dari para bughot. Pemberontak yang berjumlah ribuan orang dari negeri Mesir, Kufah dan Bashrah itu disinyalir ada pihak yang mendalanginya. Puncaknya, para bughot merasa mendapat legitimasi membunuh Khalifah Utsman lantaran mereka dan pimpinannya akan dibunuh.
Wartapilihan.com — Mereka mengetahui hal itu dari sebuah surat misterius yang berisi rencana makar pembunuhan terhadap Muhammad bin Abu Bakar, putra Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang waktu itu sedang dalam perjalanan ke Mesir. Muhammad bin Abu Bakar sendiri memang sempat menjadi anggota pemberontak dan mereka hendak pulang ke Mesir untuk mencopot kedudukan gubernur Mesir saat itu. Bagi mereka gubernur pilihan Utsman telah membuat kebijakan yang tidak adil kepada masyarakat Mesir kala itu.
Kenyataannya, Khalifah Utsman menyangkal surat itu berasal dari dirinya. Sayyidina Utsman pun bersumpah atas nama Allah yang akhirnya membuat para sahabat Rasulullah percaya bahwa surat “misterius” itu bukanlah berasal dari Utsman. Tidak mungkin seorang sahabat Rasulullah, terlebih As-Sabiqun Al-Awwalun bersumpah dusta atas nama Allah. Untuk sementara perselisihan dapat diredam.
Ternyata setelah ditelusuri, dugaan pembuat surat yang membuat kegaduhan tersebut setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, berasal dari Marwan bin Al-Hakam, yang masih sepupu Utsman. Masyarakat umum marah besar, terutama mereka yang di Madinah serta banyak sahabat Rasulullah yang menuntut dihukumnya Marwan bin Al-Hakam. Namun riwayat-riwayat tersebut banyak yang lemah.
Kedua, berasal dari para pemberontak sendiri yang mengarang surat palsu dan membuat-buat cerita demikian. Maklum, anggota mereka berisi ribuan orang yang banyak dari kalangan munafik dan orang-orang yang belum paham agama. Sehingga mudah saja bagi mereka untuk mengarang cerita, lagipula stempel Khalifah Utsman sendiri bukan hal yang sulit untuk dibuat tiruannya di zaman tersebut. Penelitian kekinian menganggap kemungkinan kedua lebih dekat kepada kebenaran, mengingat ketika para pemberontak dari Mesir meradang marah dan kembali ke Madinah dengan nafsu membunuh Utsman. Anehnya, pemberontak dari Bashrah dan Kufah juga datang di waktu yang tidak terlalu berbeda, dan turut membuat suasana semakin kisruh. Sampai-sampai Ali bin Abi Thalib sebagai Wazir kepercayaan Utsman terus terang berkata, “Ini pasti sudah ada yang mengaturnya”.
Dikatakan bahwa memang Marwan bin Al-Hakam berlindung ke Khalifah Utsman, karena ketika itu Marwan lah yang dituding sebagai pembuat surat. Khalifah Utsman dengan bijak menganggap hukumannya bukanlah seperti tuntutan para pemberontak, sekalipun memang Marwan juga punya kemungkinan bersalah.
Kerusuhan semakin parah akibat masyarakat ‘dikompori’ oleh gerakan kaum Saba yang zindiq, makar pun memuncak, orang-orang dari berbagai penjuru negeri, terutama dari Mesir memenuhi Madinah, yang semuanya sama menuntut Khalifah Utsman dan tentu saja Marwan bin Al-Hakam. Hasil makar Abdullah bin Saba dan kelompoknya terlihat begitu efektif menyebar, terlihat beringasnya masyarakat. Ada pun mengapa kuat dugaan bahwa biang pemberontakan adalah kaum Saba akan dibahas dalam tulisan kami yang lain.
Saat makar memuncak, sebagian sahabat sadar situasi akan tidak terkendali, Ali bin Abi Thalib mengirim dua putranya Hasan dan Husain untuk menjaga Khalifah Utsman dan keluarganya, Abu Hurairah pun sudah siap mengangkat pedang, dan para sahabat lain sudah siap perang memberantas perusuh yang jumlahnya besar tersebut. Namun lagi-lagi, Khalifah Utsman yang punya kesabaran ‘tiada batas’ menyatakan bahwa dirinya tidak menginginkan sedikit pun ada pertumpahan darah, dirinya lebih memilih untuk bersabar.
Ilham Martasya’bana, penggiat sejarah Islam