Bulan Jumadil Akhir tahun ketiga hijriyah ada peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam, yakni peristiwa ekspedisi perang (sariyah) ke Qaradah di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Kisahnya bermula dari himpitan krisis ekonomi yang melanda Makkah pasca kekalahan di perang Badar (Ramadhan 2 H). Hal ini membuat Quraisy berpikir keras untuk menemukan jalur dagang baru selain pantai Barat Hijaz (Makkah-Madinah-Dumatul Jandal-Syam). Maka disepakati oleh Quraisy bahwa kafilah dagang mereka akan melalui jalur Najd dan Iraq ke Syam. Ini terbukti dalam peristiwa ekspedisi Zaid bin Haritsah ke Qaradah, salah satu wilayah di Najd.
Tokoh Quraisy Shafwan bin Umayyah bersama kafilah dagang Quraisy sangat mewaspadai adanya serangan dari Madinah. Hal itu dimaklumi lantaran kaum Muslimin Madinah dan Quraisy Makkah sedang terlibat peperangan yang berkesinambungan. Apalagi di perang Badar banyak sesepuh Quraisy semacam Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal menemui ajalnya.
Saat itu Shafwan mengungkapkan, “Sungguh Muhammad dan para pengikutnya mempersulit perdagangan kami. Kami tidak tahu apa yang harus kami perbuat terhadap para pengikutnya. Mereka tidak meninggalkan pesisir (Barat) dan orang-orang pesisir telah membuat kesepakatan dengan kaum Muslimin. Kami tak tahu jalan mana yang harus kami lalui. Jika kami tinggal, kami hanya makan modal kami sementara kami berada di tanah kami sendiri, dan tak punya perbekalan yang cukup di tanah ini. Sungguh, kami biasanya pergi berdagang ke Syam setiap musim panas, dan berdagang ke Habasyah pada musim dingin.”
Seorang kawannya, Aswad bin Muththalib menimpali “Jauhi saja jalur pesisir dan tempuhlah jalan ke Iraq.”
Akhirnya terpilih Furat bib Hayyan dari Bani Bakr bin Wail sebagai penunjuk jalan (Al-Waqidi, Al-Maghazi, bab Ekspedisi ke Qaradah). Pemimpin Quraisy seperti Abu Sufyan bin Harb pun turut serta dalam rombongan dagang tersebut, harta perak milik Abu Sufyan merupakan harta paling besar dalam rombongan kafilah tersebut.
Quraisy memang sedang berusaha menempuh jalur dagang baru mengingat krisis ekonominya semakin menjadi-jadi, apalagi jika mereka tidak bisa mencapai Syam untuk berbisnis. Sebelumnya, jalur dagang ke Syam melalui pesisir Barat Hijaz (Makkah-Madinah) sudah direbut pihak Madinah bahkan sebelum perang Badar, melalui datasemen-datasemen yang dilancarkan Rasulullah. Setelah kemenangan Badar Al-Kubra, otomatis Madinah semakin memegang hegemoni di jalur dagang strategis menuju Syam, terlebih kota Madinah sendiri merupakan tempat transit para kafilah dagang Arab menuju Syam, terutama bagi mereka yang bermukim di arah selatan Madinah seperti Makkah.
Rasulullah adalah figur pemimpin yang memiliki kecepatan dan ketepatan informasi. Beliau telah mendengar keberangkatan kafilah dagang Quraisy melalui jalur Najd-Iraq, dengan harta dan keuntungan dari perdagangannya itu kelak mereka akan kembali menyerang Madinah. Dengan pertimbangan itulah beliau mengirim 100 mujahidin yang dipimpin Zaid bin Haritsah untuk menghadang rombongan Quraisy di Qaradah. Akhirnya kafilah Quraisy itu tercerai-berai diserang Zaid dan pasukannya, kaum Muslimin mendapatkan ghanimah perak sebanyak 30 ribu dirham, dan harta total sebanyak 100 ribu dirham.
Sang penunjuk jalan, Furat bin Hayyan berhasil ditangkap oleh pasukan Muslim, setelah itu ia dihadapkan ke Rasulullah, Rasulullah memperlakukannya dengan baik serta mengajaknya masuk Islam. Furat pun menerima Islam dan menjadi mualaf. Dengan demikian Madinah memiliki orang yang paling paham jalur dagang ke Syam melalui Najd-Iraq. Setelah sebelumnya berhegemoni di jalur Hijaz. Belakangan lantaran sudah begitu terhimpit krisis ekonomi, Quraisy melampiaskan murkanya ke Madinah. Kaum Quraisy bertekad mengumpulkan harta orang-orang kaya mereka untuk modal berperang, sehingga meletuslah perang Uhud yang terkenal di bulan Syawal tahun itu juga. Perang Uhud memang menjadi perang penentuan bagi Quraisy, sebab kalau mereka kalah, selain harta mereka sudah habis, kedua jalur dagang (Hijaz, Najd) untuk mereka berbisnis pun sudah jatuh ke tangan Madinah.
Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam