Oleh : Asyari Usman (Mantan Wartawan BBC London)
Syarat-syarat untuk membuat sebuah negara, tidaklah terlalu susah. Menurut Montevideo Convention on Statehood 1993 (Kovensi Montevideo Tentang Kenegaraan), sebuah negara bisa dibentuk kalau memenuhi empat (4) unsur. Pertama, ada penduduk tetap. Kedua, ada wilayah yang telah ditentukan. Ketiga, ada pemerintahan. Keempat, memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara-negara lain.
Wartapilihan.com, Jakarta –Di mana bisa dibuat negara? Praktis bisa di mana saja. Bagaimana kalau di dalam NKRI, bisa apa tidak? Tergantung. Kalau semua pihak sepakat akan kemunculan negara baru, bisa saja. Sekali lagi: kalau semua pihak sepakat. Jadi, jangan salah paham.
Apakah ada gejala ke arah situ? Gejalanya ada. Tapi, cuma gejala. Mohon lagi agar tidak salah paham. Pastikan: gejala itu adalah pertanda. Isyarat. Gelagat. Bendanya belum ada, belum terwujud. Ibarat penyakit, gejala bukanlah penyakit. Jangan pula nanti saya dituduh anti-NKRI. Dikatakan pesimis. Atau diviralkan sebagai orang yang ingin melihat Indonesia bubar.
Lantas, mana gejala kelahiran sebuah negara di dalam NKRI?
Ok! Pernah tahu, ada sejumlah perusahaan perkebunan yang memiliki 5 (lima) juta hektar lahan? Menurut komisioner HAM, Hafid Abbas (September 2016), lahan 5 juta hektar itu dimiliki satu orang pengusaha saja. Tetapi, LSM Tranparansi untuk Keadilan (TuK) menyebutkan 29 taipan yang mempunyai 25 grup perusahaan sawit adalah pemilik bersama 5 juta hektar itu.
Nah, seandainya lahan yang 5 juta hektar itu berada di satu hamparan, tidak terpencar-pecar, dipagar kawat berduri, berarti sudah ada syarat pertama untuk mendirikan negara. Kemudian, seandainya di dalam wilayah 5 juta hektar itu ada penduduk tetap, berarti ada syarat kedua. Kedua syarat inilah yang paling penting. Syarat ketiga, yaitu badan pemerintahan, bisa saja dibentuk oleh grup-grup perkebunan itu.
Mereka bisa melakukan gerakan politik di kalangan penduduk tetap, meyakinkan mereka bahwa sebuah negara baru akan membuat mereka lebih baik, dlsb. Gerakan politik itu akan memakan waktu 80 tahun. Mereka laksanakan proses pemberian mandat kekuasaan pemerintahan kepada grup-grup perusahaan itu. Dari sini terbentuklah pemerintahan yang akan melaksanakan fungsi-fungsi administratif dan politis. Dus, ini berarti lahirlah syarat ketiga untuk mendirikan sebuah negara.
Tinggal satu syarat lagi. Setelah pemerintahan berjalan lancar, maka tahap berikutnya adalah menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Kalau ini berjalan mulus, berarti terpenuhilah empat syarat yang disebutkah Konvensi Montevideo.
Setelah itu, negara baru tersebut siap untuk diproklamasikan. Tapi, apakah begitu mudah memproklamasikan sebuah negara di dalam NKRI?
Tentu tidak mudah. Cuma, bukan mustahil. Kalau misalnya grup-grup perkebunan itu “pintar”, kemudian mendidik warga 5 juta hektar itu hingga mereka memahami perlunya mendirikan negara sendiri, sangat mungkin sebuah negara akan lahir.
Kapan kira-kira negara berbasis perkebunan sawit itu bisa berdiri? Menurut perkiraan saya, sekitar tahun 2100. Waktu itu, rakyat Indonesia yang sekarang berteriak-teriak “NKRI harga mati”, sudah pikun semua. Buku-buku dan makalah tentang NKRI sudah lenyap dimakan rayap.
Mereka tak pernah melihat rekaman shalawat Jokowi yang dibawakan oleh kaum Islam Nusantara. Generasi 2100 juga tidak dapat menyaksikan rekaman umrah Banser yang melantunkan butir-butir Pancasila.
Berbagai rekaman video tentang NKRI, sudah lenyap bersamaan dengan tutupnya aplikasi YouTube pada tahun 2060 yang telah diganti oleh macam-macam aplikasi berbasis gelombang supermikro. Jadi, rekaman video model sekarang ini, tidak terpakai lagi. Arsipnya pun hilang. Generasi 2100 tidak sempat melihat Vlog-Vlog nasionalis-nusantaris semacam AbuJanda.comm, dll. Internet dengan alamat world-wide-web (www), telah berganti menjadi “united-under-universe” (uuu).
Jadi, alamat situs pada tahun 2100 nanti tidak lagi www.nkri.comm akan berubah menjadi, sebagai contoh, “uuu.sawitnesia.com”.
Nah, apa pula itu “uuu.sawitnesia.com”? Kenapa “Sawitnesia”?
Sawitnesia adalah nama negara yang bakal didirikan oleh cucu-cicit generasi kelima keturunan para taipan 5 juta hektar yang hari ini sedang jaya-jayanya. Para taipan itu meninggalkan wasiat yang ditulis di atas akte notaris yang mereka simpan di dalam brankas.
Wasiat itu berisi pesan agar negara lahan sawit yang akan diproklamasikan di tahun 2100 nanti, diberi nama “Republik Sawitnesia”. II