Sheikh Mohammed mengatakan bahwa pemimpin politik Hamas yang menetap di negara tersebut bertujuan untuk mempromosikan “rekonsiliasi” Palestina.
Wartapilihan, Doha – Menteri luar negeri Qatar mengatakan bahwa kehadiran pemimpin politik kelompok Hamas yang berbasis di Gaza itu di Doha telah “dikoordinasikan dengan AS” dan ditujukan untuk memfasilitasi persatuan Palestina.
“Kehadiran Hamas di Doha telah dikoordinasikan dengan AS dan negara-negara di kawasan ini, dan ini adalah bagian dari usaha kita untuk menengahi faksi Palestina untuk mencapai rekonsiliasi,” kata Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani kepada Al Jazeera pada hari Kamis (8/6).
Pernyataan tersebut muncul empat hari setelah Arab Saudi, Bahrain, UEA, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan transportasi dengan Qatar, penutupan, perbatasan udara dan laut. Hal tersebut membuat negara-negara GCC ke dalam krisis terbesar mereka selama bertahun-tahun.
Mereka menuduh Qatar mendukung kelompok bersenjata, termasuk Hamas, dan saingan regional mereka, Iran. Qatar mengatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
Jalur Gaza telah mengalami blokade Israel selama satu dekade dan telah mengalami tiga serangan Israel yang secara besar-besaran merusak infrastrukturnya.
Analis mengatakan kepada Al Jazeera awal pekan ini bahwa peran Qatar di Palestina telah mengakomodasi dan mendukung kedua pemain politik utama Palestina, yaitu Hamas dan Otoritas Palestina (PA), badan semi pemerintah yang mengelola Tepi Barat yang diduduki Israel.
“Kami tidak dapat berbicara mengenai dukungan finansial, Qatar hanya menjadi tuan rumah Hamas dan berdiri di samping dan posisinya,” kata Modallal.
“Posisi Qatar adalah untuk menyeimbangkan antara semua sisi, hal ini telah mendukung PA (Otoritas Palestina) dan Hamas.”
Qatar telah berkali-kali menyatakan dukungannya terhadap solusi dua negara atas konflik Palestina-Israel.
Meskipun memfasilitasi tempat untuk pemimpin politik Hamas, visi Qatar untuk perdamaian bertentangan langsung dengan Hamas sampai akhirnya Hamas mengubah posisi lama dalam penyelesaian dua negara dalam sebuah dokumen politik baru.
Pada tahun 2006, Qatar berusaha menjembatani perpecahan antara Fatah, partai penguasa PA, dan Hamas. Qatar meminta gerakan tersebut untuk mengenali negara Israel dan melepaskan kekerasan sebagai bentuk perlawanan walaupun ditolak Hamas.
Setahun kemudian, Qatar juga menjadi tuan rumah bagi Shimon Peres, mantan wakil perdana menteri Israel, yang mencoba untuk mendorong Israel melakukan negosiasi langsung dengan Hamas.
Dalam KTT Liga Arab 2017 di Yordania, Qatar termasuk di antara 22 negara anggota yang mendukung Prakarsa Perdamaian Arab yang ditengahi Saudi yang mendukung solusi dua negara untuk mengembalikan normalisasi hubungan dengan Israel.
“Qatar mendukung Gaza, bukan Hamas, dan telah mendukung Otoritas Palestina di Gaza lebih dari sekali sehingga hal tersebut meruntuhkan klaim bahwa dukungan Doha untuk Gaza adalah dukungan politik untuk Hamas,” analis politik Hebron, Belal Shobaki, mengatakan kepada Al Jazeera.
Mengenai bantuan kemanusiaan ke Gaza secara tidak langsung dapat melayani Hamas, Shobaki mengatakan bahwa Doha “menyelamatkan otoritas PA Presiden Mahmoud Abbas dari keruntuhan lebih dari sekali ketika terjadi defisit anggaran PA telah diblokir”.
Hubungan Hamas dengan Ikhwanul Muslimin juga menjadi inti pernyataan menteri luar negeri Saudi, kata para analis.
Negara-negara Arab yang bersekutu dengan AS, yaitu Mesir, Saudi, dan UEA menunjuk Ikhwanul Muslimin sebagai “organisasi teroris”.
Meskipun dalam piagam pendiriannya Hamas mendefinisikan dirinya sebagai cabang Ikhwanul Muslimin, gerakan tersebut mengklarifikasi posisinya dalam dokumen baru yang menggambarkan dirinya sebagai organisasi Palestina yang murni.
Moedja Adzim