Oleh: Herry M. Joesoef
Pilkada serentak yang berlangsung Rabu 27 Juni 2018, penuh dinamika. Moral calon pemimpin perlu dikedepankan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Kepemimpinan, baik di tingkat lokal maupun nasional, mesti dikedepankan. Mencermati fenomena Pilkada serentak 2018, banyak hal yang perlu jadi perenungan bersama. Ambisi untuk meraih jabatan publik ditempuh dengan beragam cara, termasuk memanipulasi identitas diri.
Ada calon yang tiba-tiba dicokok oleh KPK, ada calon yang selalu mangkir ketika dipanggil KPK dengan alasan persiapan Pilkada, ada juga yang ijazahnya dipersoalkan. Kasus Sumatera Selatan misalnya, yang sampai H-2 masih terjadi demo-demo yang menginginkan kejelasan adanya ijazah salah seorang calon wakil gubernur, Mawardi Yahya, bisa ditafsirkan bahwa betapa masyarakat menginginkan calon pemimpin yang bersih dari berbagai persoalan, apalagi yang menyangkut hukum.
Keprihatinan kita adalah, jika sebelum menjadi pemimpin saja sudah melakukan akrobatik pencitraan, bagaimana jika sudah menjadi pemimpin publik? Inilah yang perlu jadi renungan bersama.
Calon pemimpin dengan segudang masalah hukum dan etika yang disandangnya, mesti diwaspadai. Dan masyarakat perlu tahu dan faham akan hal itu.
Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam mengingatkan,“Tidaklah seorang pemimpin memimpin masyarakat muslimin, lantas dia meninggal dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.(HR. Imam Bukhari)
Pesan moral hadits ini adalah ditujukan kepada mereka yang sudah jadi pemimpin. Tentu saja proses menjadi pemimpin akan berkait dengan kinerjanya ketika menjadi pemimpin.
Kita berharap, para pemimpin yang terpilih adalah mereka yang tidak punya beban hukum, agar kepemimpinannya bisa didukung bersama.