Kebijakan pertembakauan perlu direvitalisasi untuk bisa mewadahi semua kepentingan. Meningkatkan pendapatan, mengurangi perokok, hingga tetap mempertahankan industri yang sarat tenaga kerja.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10,04%. Kenaikan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2018. Keputusan untuk menaikkan harga cukai rokok diambil dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 19 Oktober lalu.
Kenaikan tarif cukai rokok tahun 2018 ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 24 Oktober 2017 lalu. Berdasarkan aturan tersebut, kenaikan cukai hasil tembakau terbesar berada pada golongan sigaret putih mesin di kisaran 12 persen hingga 22 persen.
Kementerian Keuangan menyatakan kenaikan cukai rokok ini berdasarkan empat aspek. Pertama, kenaikan cukai rokok ini telah memperhatikan pandangan masyarakat terutama dari aspek kesehatan dan konsumsi rokok yang harus dikendalikan.
Kedua, kenaikan cukai rokok ini harus bisa untuk mencegah makin banyaknya rokok ilegal. Ketiga, kenaikan ini juga memperhatikan dampaknya terhadap kesempatan kerja, terutama pada petani dan buruh rokok. Keempat terkait peningkatan penerimaan negara.
Selain menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 10,04%, Kementerian Keuangan juga akan mulai menyederhanakan struktur tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2018. Penyederhanaan ini akan berlangsung bertahap hingga akhir 2021. Kementerian mengklaim penyederhanaan ini untuk mempermudah pengendalian produksi rokok.
Pemerintah memang tak mungkin meminggirkan kebijakan industri hasil tembakau ini, mengingat sangat strategisnya sektor ini. Industri hasil tembakau dari data Kementerian Perindustrian menunjukkan kenaikan setiap tahunnya.
Kontribusi industri hasil tembakau pada tahun 2016 memberikan pemasukan cukai sebesar Rp 138,69 triliun atau 96,65% dari total cukai nasional. Sedangkan, serapan tenaga kerja di sektor manufaktur dan distribusi mencapai 4,28 juta orang serta di sektor perkebunan sebanyak 1,7 juta orang.
Selain mendapat tambahan pemasukan dari kenaikan cukai, pemerintah berharap dapat melakukan pengendalian produksi rokok, agar perokok berkurang dan meminimalkan dana kesehatan.
Sementara, kenaikan cukai bakal membuat pabrik rokok yang tidak menggunakan mesin, atau Sigaret Kretek Tangan (SKT) mendapat dampaknya. Dengan kata lain, cukai rokok bakal meningkatkan harga rokok, sehingga lebih banyak konsumen SKT beralih ke Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan dikhawatirkan terjadi penurunan pangsa pasar SKT.
Hal ini bisa dilihat dari data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), sejak 2012 pangsa pasar SKM meningkat dari 62,92%jadi 71,41% pada 2016. Sebaliknya, konsumsi SKT menurun dari 27,67% pada 2012 menjadi 20,56% di tahun 2016.
Ini sejalan dengan kenaikan cukai rokok dari 2012 hingga 2016. Otomatisasi yang dijalankan perusahaan-perusahaan besar akhirnya berujung pengurangan jumlah tenaga kerja pelinting rokok.
Jika memang terjadi penurunan kapasitas pabrik rokok tangan ini, maka dampaknya akan terjadi pengurangan tenaga kerja. yang 90% di antaranya adalah kaum perempuan. Yang ujungnya juga akan berpengaruh ke produksi rokok nasional.
Selain itu, dampak peningkatan harga rokok adalah kenaikan pengguna rokok illegal alias rokok yang tidak membayar cukai. Data Gappri menyebutkan ada kenaikan rokok ilegal dari 6,2% pada 2010 menjadi 12,1% pada 2016.
Bisa dilihat dampak kenaikan cukai rokok menyebar ke berbagai hal. Dari ancaman pengangguran hingga penurunan daya saing industri rokok masyarakat. Pemerintah di satu sisi dihadapkan pada dampak kenaikan produksi rokok yang bisa membuat jumlah perokok bertambah. Hal ini membuat risiko kesehatan untuk perokok juga meningkat, sehingga dana kesehatan untuk penanggulangan kesehatan akibat merokok ini bisa membengkak.
Bagaimana pun risiko atas kebijakan yang sama-sama bisa berdampak negatif ini di dua sisi harus di minimalkan. Karena itulah, Pemerintah perlu memikirkan perubahan fundamental sektor pertembakauan. Yang melibatkan petani hingga industri besar.
Reformasi aturan atau penyederhanaan terkait pungutan terhadap industri ini diharapkan mampu melindungi kepentingan industri kecil yang banyak memperkerjakan tenaga kerja. Sementara para pecandu rokok bisa dikurangi.
Rizky Serati