Menggerakkan Ekonomi dari Pelonggaran Moneter

by
Sumber:http://images.solopos.com/2015/03/FOTO-SEKOLAH-PASAR-MODAL-_-Kini-Pasar-Modal-Ada-Sekolahnya%E2%80%A6.jpg

Penurunan Suku Bunga Acuan bank sentral diharapkan segera berdampak pada perekonomian. BI harus memiliki bauran kebijakan dalam pelonggaran moneter.

Wartapilihan, Jakarta –Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (23/8) ditutup menguat 33,7 poin (0,57%) ke level 5.914, atau kembali mencetak rekor tertinggi baru sepanjang sejarah. Penguatan indeks ini didorong kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan BI 7-day reverse repo rate sebesar 25 bps, menjadi 4,5%, sehari sebelumnya.

Penguatan harga indeks harga saham, menjadi indikasi adanya kepercayaan terhadap arah kebijakan fiskal dan moneter Indonesia saat ini. DI sisi lain, kebijakan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya, diharapkan  bisa berdampak besar pada perekonomian.

Terkait keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan bank sentral ini, Deputi Gubernur BI, Perry Warjio menyebutkan, ada empat faktor utama yang menjadi pertimbangan RDG.

Pertama, karena inflasi Indonesia yang relatif terkendali, bahkan lebih rendah dari yang diperkirakan BI sebelumnya. Hingga Juli, Indeks Harga Konsumen secara tahunan berada di level 3,88% (year on year), atau  jika dibandingkan dengan tahun lalu (year to date) berada di kisaran  2,60%.

Tahun depan, inflasi juga akan dijaga di level 3,5%. Penurunan inflasi yang lebih rendah dibanding yang terdahulu, memberi ruang penurunan suku bunga BI.

Faktor ke dua adalah Defisit Neraca Berjalan atau Current Account Defisit (CAD) yang terkendali. Tahun depan neraca berjalan diperkirakan berada di level di angka 1,5-2% dan 2-2,5%. Ini lebih rendah dari batas aman CAD di Indonesia yang bera di level 3%.

Faktor eksternal, atau pengaruh global menjadi pertimbangan ketiga. Seperti potensi kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan akan lebih kecil dan tertunda. Sehingga tekanan pada perekonomian dalam negeri tidak terlalu besar.

Sementara faktor keempat, penurunan suku bunga ini diharapkan bisa mendorong penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

Kebijakan baru ini memang diyakini akan segera berdampak besar pada transmisi kebijakan moneter, di mana terjadi penurunan suku bunga kredit dan deposito, yang bisa menggairahkan sektor riil.

BI memang sudah seharusnya memikirkan ekonomi domestik dengan menurunkan suku bunga acuannya. Hal ini dimaksudkan untuk membuat bank lebih bergairah melakukan ekspansi kredit sehingga sektor riil seperti sektor manufaktur lebih menggeliat.

Penurunan BI Rate ini memang dampaknya sangat luas, semua sektor bakal merasakan manfaat dari penurunan ini. Namun selain bermain suku bunga acuan, BI juga seharunya membuat satu paket kesatuan pelonggaran moneter.

Misalnya, Giro Wajib Minimum (GWM) diperlonggar, hingga loan to value atau LTV yang dinaikkan. Sehingga, uang muka kendaraan dan properti bisa diturunkan untuk menstimulus permintaan di tengah lesunya daya beli. Dengan beberapa aspek kebijakan ini, maka pelonggaran moneter bisa menjadi satu paket kesatuan stimulus.

Pihak BI sendiri memang menyatakan sedang merencanakan adanya merelaksasi, dengan memperhatikan kondisi pertumbuhan ekonomi pada berbagai daerah. Karenanya penurunan LTV akan diterapkan secara spasial, berbeda-beda di tiap wilayah.

Dari semua dampak yang bisa didapatkan dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia ini, adalah mengurangi biaya keuangan atau cost of fund industri perbankan, sekaligus menggenjot kembali belanja konsumsi korporasi.

Dengan cost of fund yang lebih terjangkau, maka sektor riil seperti korporasi akan lebih mudah mendapatkan pendanaan dari perbankan, juga meningkatkan jumlahnya. Sehingga kinerjanya bisa semakin baik dan berdampak kepada peningkatan aktivitas perekonomian.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *