Menggapai Lailatul Qadar

by
foto:istimewa

Oleh: Abdullah Murtadho, Pengasuh Pesantren Ilmu Alquran, Singasari.

Meraih Lailatul Qadar adalah impian bagi setiap umat nabi Muhammad saw. Sebab mereka adalah umat yang berusia pendek. Kisaran 60 tahunan saja. Dari jumlah ini, tidak semua bernilai ibadah. Anggaplah dikurangi tidur. Jika rata-rata seseorang tidur 8 jam dalam sehari maka 20 tahun habis untuk tidur.

Wartapiliha.com, Jakarta –Delapan jam adalah sepertiga dari 24 jam. Jika demikian, kalau seseorang berumur 60 tahun maka sepertiganya adalah 20 tahun, itu semuanya teralokasikan untuk tidur. Artinya tersisa 40 tahun saja yang masih terpotong dengan mandi, makan, bermain dan lain-lain. Pertanyaannya, sisa berapa usia yang kita gunakan untuk beribadah?

Berangkat dari hal ini, bagi orang yang mengkhawatirkan timbangan amalnya di akhirat, tentu Lailatul Qadar menjadi sebuah solusi. Sebab orang yang melakukan amal shalih saat Lailatul Qadar sama dengan ia melakukan amal itu lebih baik dari 1000 bulan alias 83 tahun 4 bulan. Maka jika ia mendapatkannya sekali saja, ia telah beramal melebihi umurnya. Jika ia mendapatkannya 10 kali, maka ia telah beramal selama 830 tahunan. Berarti amalnya telah menyamai amalan umat-umat terdahulu yang berusia panjang. Pantaslah Lailatul Qadar ini senantiasa didambakan. Hanya saja tidak mudah mendapatkannya. Sebab Allah menyembunyikannya.

Mayoritas ulama berpandangan ia disembunyikan pada salah satu malam diantara malam-malam bulan Ramadhan. Diduga kuat pada sepuluh malam yang terakhir. Adapun potensi terkuat Lailatul Qadar ada di malam-malam ganjil dari sepuluh yang terakhir. Yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Ini didasari oleh sabda nabi Muhammad saw “bersungguh-sungguhlah mencari Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan” (HR. Bukhari).

Kendatipun demikian, ada juga ulama yang menyatakan tanggal tertentu. Diantaranya Syekh Abul Hasan As-Syadzili ra. Beliau membuat rumusan terkait Lailatul Qadar dikaitkan dengan awal masuknya Ramadhan.

Jika awalnya hari Ahad, Lailatul Qadarnya malam ke 29.
Jika awalnya hari Senin, Lailatul Qadarnya malam ke 21.
Jika awalnya hari Selasa, Lailatul Qadarnya malam ke 27
Jika awalnya hari Rabu, Lailatul Qadarnya malam 29
Jika awalnya hari Kamis, Lailatul Qadarnya malam 25
Jika awalnya hari Jumat, Lailatul Qadarnya malam 27.
Jika awalnya hari Sabtu, Lailatul Qadarnya malam 23.

Dengan rumusan ini, Syekh Abul Hasan As-Syadzili menyatakan ia tidak pernah kehilangan Lailatul Qadar .

Lain halnya dengan Sayyidina Ibnu Abbas ra. yang bergelar “Hibrul Ummah” & ” Turjamanul Quran”. Beliau menyatakan bahwa Lailatul Qadar turun pada malam 27. Beliau berijtihad dengan Surat Al Qadr. Di dalam surat tersebut, kata Lailatul Qadar disebut sebanyak tiga kali. Dan jumlah huruf di dalam kata tersebut ada 9 huruf. Lalu beliau mengalikan 3 dengan sembilan sehingga keluarlah angka 27.

Disamping itu beliau juga melihat jumlah kata di dalam surat Al Qadr itu totalnya ada 30 kata. Dan kata yang ke 27, tepat pada kata هي yang merupakan kata ganti dari Lailatul Qadar. Oleh sebab itu beliau menetapkan lailatul qadar jatuh pada malam ke 27.

Akan tetapi meski ada yang telah menetapkan hari, hakikat Lailatul Qadar tetap saja disembunyikan oleh Allah. Karena itu hendaknya kita tetap menghidupkan seluruh malam bulan Ramadhan. Jika masuk 10 malam akhir, kita tingkatkan lagi. Lebih-lebih pada malam ganjilnya. Dan puncaknya pada malam 25 & 27, kita curahkan segala daya amal ibadah kita sebanyak mungkin, sebab dua malam itu memiliki potensi yang terbesar, wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *