Mengenang KH. Fawzy Sa’ied Thaha

by
Foto: Istimewa

Inna lillah wa inna ilayhi raji’un. Telah wafat Guru kita tercinta, pembimbing di jalan harakah da’wah,  Ki Agus Mahmud Fawzy Agustjik (usia 73 tahun), pada hari Senin, tanggal 16 Oktober 2017, pukul 21.43 WIB. Semoga beliau wafat dengan _husnul khatimah.

Wartapilihan.com, Jakarta –-Pesan sms inilah yang saya buka pertama kali pada waktu senin pagi. Di tengah marak bangkitkanya jema’at Ahmadiyah (baik Qadiyan maupun Lahore). Nama Ustadz Fawzy Sa’ied Thaha tidak bisa dilepaskan dalam blantika pemikiran Islam. Khususnya dalam dirasatul firaq ._Saya pertama kali mengenal  Kyai Fauzy Agustjik di tahun 2003 tatkala duduk dibangku _tsanawiyah Guru kami, ajengan Ustadz Ahmad sudah mengenalkan karya Kyai Fawzy dalam dirasatul firaq jema’at Ahmadiyah. Dan ternyata Kyai Fawzy Sai’ed Thaha nama lain dari Kyai Fawzy Mahmud Agustjik putra Kyai M. Agustjk yang merupakan tokoh Masjumi Banten. Melalui tulisannya berjudul AHMADIYAH APA & MENGAPA_di Majalah _Al-Muslimun tahun 1980 itulah menjadi modal awal saya berdebat dengan jema’at Ahmadiyah Cianjur tahun 2006.

Saya mencatat, paling sedikit ada lima teladan dari sosok Kyai Fawzy  Sa’id Thaha yang bisa diambil pelajaran (ibrah) untuk pelanjut estafet da’wah saat ini. Antara lain:

Pertama,  Keberhasilan Allahu Yarham  KH. Agustjik (ayah Kyai Fawzy dan Sekretaris Pribadi M. Natsir) adalah melahirkan kader  biologis tapi juga mehirkan kader ideologis seperti Ustadz Fawzy Sai’ied Thaha yang langsung dari sentuhan tangan pendidikannya. Bahkan perjuangan KH. Agustjik di Dewan Da’wah  dilanjutkan kembali oleh putra ideologisnya. Dalam pentas sejarah pergerakan Indonesia banyak memang para Ulama Haraki yang melahirkan kader biologis dan juga melahirkan kader ideologis. Antara lain seperti: Haji Rasul melahirkan Buya Hamka, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari melahirkan KH. Wahid Hasyim, Tuan A. Hassan melahirkan Ustadz. Abdul Kadir Hassan, KH. M. Isa Anshary melahirkan Endang Saifuddin Anshary, KH. E. Abdurrahman melahirkan Ust. Junus Anis, Ust. Mohammad Darban melahirkan Ahmad Adaby Darban, Ki Bagus Hadikusuma melahirkan Djarnawi Hadikusuma, KH. Abdullah Syafi’ie melahirkan KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’e, KH. Imam Zarkasyi melahirkan KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, KH. Noer Ali melahirkan KH. Amin Noer, dan lain-lain. Dan kita juga berharap dari keturunan Kyai Fawzy Agustjik Allahuyarham dapat ada yang kelak meneruskan perjuangannya. Risalah merintis, da’wah melanjutkan…!

Kedua, Keteguhan dan keberanian Kyai Fawzy Sa’ied Thaha dalam menegakkan kebenaran dalam melawan aliran sesat khususnya kelompok jema’at Ahmadiyah.  Awal Perdebatan Ahmadiyah versus Tuan. Ahmad Hassan terjadi tahun 1930an di Gang Kenari Jakarta Pusat. Dalam ceramah-ceramahnya Kyai Fawzy selalu menyampaikan kisah heroik keteguhan Tuan Ahmad Hassan dan Bapak Mohammad Natsir dalam berjuang menegakkan kebenaran. Kisah-kisah sirah jihad itu sangat dihayati dan diresapi betul oleh Kyai Fawzy dalam membangun jiwa pribadinya. Oleh karena itu Persyarikatan Muhammadiyah banyak menyebut Kyai Fawzy sebagai aktivis Jam’iyyah Persatuan Islam tempat dimana Tuan Ahmad Hassan dan Bapak Mohammad Natsir pernah berkiprah, padahal beliau adalah tokoh Muhammadiyah Tanggerang.

Ketiga, Gajah mati meninggalkan gading. Manusia wafat meninggalkan amal dan karya. Salah satu warisan perjuangan Kyai Fawzy kepada generasi muda Islam adalah karya-karyanya dalam studi pemikiran aliran sesat.

Buku Agama Ahmadiyah diterbitkan oleh Dewan Da’wah Banten dan buku Ahmadiyah Dalam Persoalan yang terbit pertama kali tahun 1981 oleh PT Al-Ma’arif Bandung, menjadi rujukan para pemerhati gerakan Ahmadiyah di Indonesia bahkan di  Asia Tenggara. Rujukan sumber primer kitab, buku, buletin, majalah, dan siaran resmi PB. Jema’at Ahmadiyah  digunakan oleh Kyai Fawzy langsung untuk mengcounter jema’at Ahmadiyah sehingga cukup membuat  Ahmadiyah menjadi kalang “kabut” dalam membantah argumen dan hujjah Kyai Fawzy. Seingat saya Tokoh-tokoh yang saya pernah temui selalu menyampaikan, dalam diskurus perdebatan dengan jema’at Ahmadiyah, Kyai Fawzy tidak pernah kalah dalam arena pertarungan. Argumen dan hujjah yang digunakannya mirip sekali dengan Tuan Ahmad Hassan dalam berdebat tahun 1930-an. Buku Ahmadiyah Dalam Persoalan merupakan kumpulan-kumpulan artikel dan tulisan Kyai Fawzy dalam majalah _Al-Muslimun,_No. 84, Maret 1977 sampai dengan Nomor 134, Maret 1981.

Keempat, Bapak Mohammad Natsir Allahu yarham selalu menyampaikan, da’wah harus dilakukan dengan bina’an difa’an. Khususnya dalam gerakan Difa’an.

Tokoh-tokoh seperti: Tuan. Ahmad  Hassan, Ustadz Arsyad Thalib Lubis, KH. Abdullah Wasi’an, KH. Ahmad  Husnan, Ustadz Abu Jamin Roham, Ustadz Nabhan Hussein, Ustadz Dahlan Basri Thahiry, Ustadz AD EL Marzdedeq, Ustadz  Amin Djamaluddin, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, Ustadz Farid Okbah, (tiga nama yang terakhir masih hidup). Perlu ada generasi muda yang melanjutkan perjuangan mereka dalam  menjaga dan membela Islam dari serangan hama parasit ‘aqidah.

Kelima,  Sebagai seorang aktivis da’wah dan kepala rumah tangga. Ditengah kesibukannya mengurusi umat, ia masih sempat mengantarkan anak-anaknya dalam berangkat belajar ke sekolah. Dan cara ini digunakan Kyai Fawzy dalam menyampaikan nilai-nilai perjuangan kepada putra dan putrinya.

Kyai Fawzy memang telah wafat. Tapi, dia serasa masih bersama kita karena pemikiran-pemikirannya yang  tertuang di dalam berbagai bukunya masih ‘hidup’ dan setia menemani kita. Seperti kata Buya Hamka: Orang boleh pintar setinggi langit,  Tapi kalau dia tidak menulis, jangan harap ia bertahan di muka bumi

Selamat Jalan Kyai Fawzy Agustjik, Semoga Allah SWT menempatkan engkau disisi-Nya yang terbaik. engkau adalah karunia tak bertara dari Allah SWT untuk umat Islam Indonesia.

Hadi Nur Ramadhan, Founder Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamadun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *