Mengatasi Kemiskinan

by
https://i0.wp.com

Negara harusnya banyak campur tangan untuk mengatasi kemiskinan. Bukan diserahkan kepada swasta.

Wartapilihan.com, Jakarta –Tak bisa dipungkiri, bagaimana pun keadaan di suatu negara, baik negara maju atau berkembang, baik negara dengan ekonomi stabil ataupun tidak, semuanya tidak akan lepas dari bayang-bayang kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu momok yang ditakuti para teknokrat jika suatu saat terjadi atau telah terjadi di negaranya.

Wikipedia.org menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Menurut versi Bank Dunia, kemiskinan adalah mereka yang hanya mampu mengeluarkan anggaran rumah tangga kurang dari 2,0 dolar AS per hari.

Di level internasional Amerika Serikat misalnya, sampai saat ini masih terus berjuang keras agar kemiskinan bisa teratasi. Berdasarkan data Biro Sensus AS, pada 2015 tercatat lebih dari 43 juta penduduk di AS atau sebesar 13,5 persen dari total penduduk di negara tersebut masih berada pada kelompok miskin. Dari total penduduk miskin tersebut, ternyata 33 persennya atau mencapai 14,5 juta jiwa adalah anak-anak. Jika dihitung dalam angka rasio, satu dari delapan orang di AS masih terperangkap kemiskinan.

Masih pada sumber yang sama, di level nasional Badan Pusat Statistik (BPS) pada 17 Juli lalu merilis data terbaru jumlah kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data BPS tersebut, pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin yang diidentifikasi sebagai penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 27,77 juta orang. Jumlah ini setara dengan 10,64 persen dari total penduduk Indonesia. Terjadi kenaikan jumlah orang miskin sebesar 6,90  ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebanyak 27,76 juta orang (10,70 persen dari total penduduk).

Dari dua paparan fakta di atas menunjukkan sekali bahwa baik negara berkembang atau negara maju sekalipun, kemiskinan merupakan satu hal yang menjadi keniscayaan di negara manapun. Walhasil menjadi satu pertanyaan, dari kemunculan sistem ekonomi modern atau ekonomi Kapitalisme di abad XVII dan XVIII, siapakah yang bertanggungjawab atas kemiskinan tersebut, Apakah pelakunya atau sistemnya?

http://www.poskotanews.com

Problema Dasar Ekonomi Kapitalisme

Setiap sistem ekonomi pasti diciptakan untuk menjawab satu problematika dasar yang dihadapi. Tanpa adanya problematika dasar tersebut, tak akan ada gunanya suatu disiplin ilmu. Termasuk dalam hal terciptanya ekonomi kapitalisme, tentu menjawab suatu permasalahan dasar yang ia hadapai. Menurut ekonomi kapitalisme problem yang paling mendasar yaitu terbatasnya sarana pemenuhan kebutuhan manusia yang disediakan oleh alam ini. Hal tersebut dikarenakan ilmuan ekonomi kapitalisme memiliki pandangan bahwa manusia dan masyarakat itu senantiasa memiliki kebutuhan, baik kebutuhan berupa barang (goods) maupun jasa (services). Walhasil problem utama dari sistem ekonomi kapitalisme ialah kelangkaan. (Heilbroner, 1982)

Untuk menjawab problem dasar tersebut, maka ekonomi kapitalisme akan menjawab dengan memaksimalkan peran produksi setiap barang dan jasa guna memenuhi semua kebutuhan yang ada. Karena bagi mereka, meningkatkan produksi merupakan asas persoalan ekonomi. Sedangkan pada distribusi, maka struktur harga atau mekanisme pasar bebaslah yang memiliki andil paling besar. Karena bagi mereka, dengan adanya permintaan dan penawaran pada barang dan jasa sekaligus strukur harga yang menyertainya, akan membuat distribusi barang dan jasa berjalan secara alami ke setiap individu masyarakat. Di sini peran negara amat sangat minim, karena negara dianggap hanya sebagai regulator bukan sebagai eksekutor.

Sebagai contoh: apabila masyarakat menghendaki barang (beras, misalnya) maka permintaan beras akan naik. Hal itu akan mengakibatkan harga beras akan naik, sehingga penjual beras akan memperoleh keuntungan lebih banyak. Naiknya keuntungan dari penjualan beras tersebut akan mendorong para petani untuk meningkatkan produksi berasnya dengan cara lebih banyak menanam padi. Bahkan, hal itu juga akan mendorong petani-petani lain untuk mengalihkan produksinya dengan menanam padi, sehingga akan muncul produsen beras baru. Fenomena ini akan membuat produksi total beras akan terus bertambah dengan sendirinya, tanpa harus ada campur tangan dari pemerintah. (Dwi Condro Triono, 2014)

Problem Dasar Ekonomi Islam

Jika ekonomi kapitalsme memandang problem utama sekaligus pemecahannya adalah demikian, maka sangat berbeda dengan pandangan ekonomi Islam. Bagi sistem ekonomi Islam, masalah ekonomi yang ada akan terus berkisar pada: kebutuhan-kebutuhan manusia, alat-alat pemuasnya, dan pemanfaatan alat-alat pemuas kebutuhan tersebut. Karena alat-alat pemuas kebutuhan tersebut telah ada di alam, maka upaya memproduksinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia tidak akan sampai menimbulkan masalah yang mendasar. Bahkan upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa mendorong manusia untuk menghasilkan alat-alat pemuas atau mengusahakannya.

Problem yang terjadi dalam interaksi antarmanusia, atau dalam masyarakat, sesungguhnya muncul dari ada-tidaknya peluang/kemungkinan bagi manusia memanfaatkan alat-alat pemuas tersebut. Artinya masalah sebenarnya muncul dari persoalan bagaimana manusia memperoleh alat-alat pemuas kebutuhannya. Karena itu, inilah akar masalah utama ekonomi, dan ini pula yang seharusnya dipecahkan.

Jika kembali pada kasus kemiskinan yang terjadi baik skala nasional maupun internasional, maka sebetulnya bisa ditarik satu buah kesimpulan bahwa kemiskinan bisa sangat terjadi lantaran masyarakat tidak diberikannya peluang untuk mendapatkan alat pemuas kebutuhan. Jika masyarakat ingin mendapatkan alat pemuas kebutuhan (uang dan bahan pokok, misalnya) haruslah bersaing dalam sebuah mekanisme pasar bebas yang tidak pandang bulu. Kelas kakap akan bersaing dengan kelas teri. Pemodal besar akan bersaing dengan rakyat biasa. Penguasa besar juga akan bersaing dengan UMKM. Dan semua tanpa andil dari pemerintah. Pemerintah hanya menjaga agar semua kompetisi bisa berjalan fair. Bahkan sering terjadi pemerintah –dalam hal ini BUMN- pun harus ikut lelang tender untuk mendapatkan suatu proyek.

Walhasil dalam diskursus ekonomi ini, pengentasan ekonomi yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dengan hanya melihat PDB dan Pendapatan Perkapita dari suatu negara, masih sangat jauh untuk memberantas problem kemiskinan. Yang harus dilakukan adalah bahwa alat pemuas yang selama ini menjadi hak masyarakat seperti sumber daya alam (minyak, tambang, energi, dll) harus dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Hal itu bisa dilakukan dengan cara negara turun langsung ke lapangan sebagai eksekutor. Bukankah amanat UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?    Tentu sebagai sebuah lembaga negara, pemerintah adalah pelaksana utama dalam menjalankan UUD dan UU yang berlaku. Dan kemiskinan yang selama ini menjadi penyakit, bisa terjawab dengan penawar yang tepat.II

Budi Santoso, Mahasiswa Ekonomi Syariah UIKA Bogor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *