Islam melarang umatnya meminum khamr. Bagaimana proses diharamkannya yang notabene di Arab dahulu khamr jadi minuman yang sangat biasa?
Wartapilihan.com, Jakarta –Kyai Taufik Damas, Dewan Syuriah Nadhatul Ulama (NU) memaparkan mengapa di jaman Rasul, perlahan khamr dilarang melalui ayat-ayat Al-Quran yang turun kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam.
“Khamr ada bahayanya pada jaman Rasul. Bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Ada beberapa orang yang minum khamr tersebut dan meracau tentang suku lain, sehingga sentimen kesukuan muncul. Maka, terjadilah kenakalan sosial,” ungkap Kyai Taufik, di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa sore (15/8/2017).
Ia menjelaskan, khamr secara kebahasaan artinya menutup. Sehingga orang yang minum khamr akalnya menjadi tertutup dan kurang berhati-hati dalam bertindak. Hal itulah yang dapat menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat. “Secara kebahasaan, khamr artinya menutup. Akalnya menjadi tidak normal kalau minum. Dampak yang sering terjadi, orang yang minuman keras tingkat kehati-hatian berkurang, jiwanya beda. Disangka gak ada apa-apa,” lanjutnya.
Kyai Taufik menegaskan, khamr yang dimaksud bukan hanya yang terbuat dari anggur saja. Melainkan juga zat-zat yang memabukkan lainnya. “Para ulama sudah bersepakat untuk mengatakan khamr adalah apa-apa yang memabukkan. Jadi, bukan sekedar yang terbuat dari anggur saja (seperti di masa Rasulullah),” tandasnya.
Ia prihatin melihat betapa mudahnya orang mendapatkan minuman alkohol dewasa ini. Ia melihat fakta di lapangan, orang mudah mendapatkannya di toko jamu. Ditambah lagi dengan lingkungan teman yang mengkonstruksikan , ‘semakin mabuk semakin keren’ sehingga remaja semakin merasa tertantang.
“Saya orang yang sangat gaul. Saya lihat fakta kehidupan. Betapa mudahnya orang bisa mendapatkan minol,”
“Anggur bisa didapat di toko jamu. Minum anggur kurang mabuk ditambah autan. Semakin mabok semakin keren. Itulah yg kemudian 6 orang mati karena minuman oplosan. Kadar racun dan alkohol udah rupa-rupa. Tidak terkadar. 10.000/liter harganya. Sangat mudah didapatkan,” lanjutnya.
Maka dari itu, menurutnya, penting kesadaran pemerintah dan juga tokoh agama dalam menjelaskan hal ini kepada anak muda. Ia mengatakan, tokoh agama tidak perlu hanya menghakimi haramnya, tetapi juga punya pengetahuan apa itu minuman keras dan bagaimana bahayanya.
“Tokoh agama jangan cuma bilang haram aja. Sesekali juga belajar apa itu minuman keras dan gmn bahayanya. Menyadarkan pada masyarakat untuk ekstra hati-hati dari pola pergaulan yang memungkinkan mereka mengkonsumsi minol,”
“Minuman keras justru lebih berbahaya daripada jenis narkotika itu. Kontrol dari kita penting, kalau mengandalkan pemerintah aja susah juga. Pemerintah itu kan terbatas. Insyaa Allah bisa diatasi bersama kalau guru, tokoh masyarakat bergabung,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini