Mempertahankan Perusahaan Tambang Negara

by
foto:http://cdn-a.production.forum.static6.com

Untuk mewujudkan holding BUMN tambang, tiga perusahaan tambang pelat merah akan diubah statusnya, menjadi non persero. Dianggap bisa menghilangkan kontrol negara.
Wartapilihan.com, Jakarta –Rencana Pemerintah mengubah status tiga perusahaan tambang milik negara menjadi non-persero, pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) tiga perusahaan itu pada 29 November nanti, mendapat reaksi negatif dari publik.

Ketiga BUMN tersebut adalah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk. Perubahan status tiga BUMN itu menjadi non persero bisa diartikan sebagai upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik negara.

Para pengamat pun mendesak pemerintah mengevaluasi ulang wacana penghapusan status persero pada 3 BUMN itu. Penolakan atas inisiatif pemerintah ini didasari berbagai alasan.

Yang paling utama, karena dengan dihapusnya status perseroan pada tiga BUMN tadi, maka upaya intervensi pemerintah dan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berkurang, Ketentuan ini sendiri telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Pihak Pemerintah, berdalih hanya akan mengalihkan saham yang berada di tiga BUMN tambang kepada PT Inalum. Saat ini pemerintah memiliki saham Seri B atau saham biasa sebesar 65% di PT Aneka Tambang, di PT Bukit Asam sebesar 65,02%, dan saham di PT Timah 65%.

Karena itulah penyertaan modal negara ke PT Inalum dilakukan dengan pengalihan saham pemerintah yang ada di tiga perusahaan pertambangan. Setelah Pemerintah mengalihkan sahamnya kepada PT Inalum maka, status PT Antam yang tadinya Persero menjadi non persero, demikian juga dengan dua BUMN tambang yang lain.

Dengan adanya pengalihan mayoritas saham Pemerintah ke Inalum maka kepemilikan pemerintah di tiga perusahaan tambang itu secara otomatis tergerus. Pengalihan saham kepada PT Inalum tersebut diklaim tidak akan mengubah status perusahaan publik tiga perusahaan tambang itu.

Pemerintah menegaskan, negara masih memiliki peran dalam pengawasan, namun langkah ini jelas akan membuat kontrol pemerintah tidak bisa secara langsung, atau bakal bertingkat. Ini karena kepemilikan saham PT Aneka Tambang, PT Timah dan PT Bukit Asam akan berada di bawah PT Inalum lantaran status persero mereka telah dihapus.

Masalah yang juga berpotensi muncul di dalam pembentukan BUMN pertambangan ialah masuknya sejumlah kepentingan seiring dengan perubahan status tiga BUMN tadi. Dengan tidak lagi menjadi BUMN, tiga BUMN tadi tidak memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang langsung terhadap pemerintah dan DPR.

Status ini dikhawatirkan malah bisa memunculkan praktik monopoli usaha pertambangan baru, bahkan menyuburkan praktik mafia. Padahal saat ini pengawasan dan kinerja tiga BUMN tadi terbilang ketat karena diawasi pemerintah, DPR dan investor.

Kontrol masyarakat terhadap kinerja dan posisi keuangan tiga BUMN tersebut juga akan kendor, karena dampak negatif dari berkurangnya fungsi pengawasan DPR. Seperti pemberian PMN yang dulu bisa langsung diawasi oleh DPR dan rakyat maka tidak akan bisa dilakukan lagi.

Bahkan jika ada niat PT Inalum sebagai perusahaan induk mau menjual saham Aneka Tambang, Timah dan Bukit Asam ke asing pun tidak harus mendapatkan izin dari DPR karena status persero sudah dihapus.

Memang, kepemilikan pemerintah di tiga BUMN ini masih menyisakan saham dwi warna Sehingga mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016, Aneka Tambang, Timah dan PTBA nantinya akan diperlakukan setara dengan BUMN.

Tiga perusahaan masih akan tetap mendapatkan penugasan pemerintah dan melakukan pelayanan umum selayaknya BUMN. Selain itu, masih bisa mendapatkan kebijakan khusus negara atau pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN.

Dengan segala kekurangan itu, Pemerintah memang perlu berhati-hati mengambil kebijakan terkait status tiga BUMN tambang ini, Sentimen negatif dari publik, bisa berdampak bagi langkah pembentukan holding BUMN.

Karenanya Pemerintah perlu menghitung ulang biaya dan keuntungan dari dari wacana pembentukan holding BUMN pertambangan. Apalagi saat ini kinerja perusahaan-perusahaan tambang ini sedang bagus-bagusnya.

Para anggota DPR juga harus segera menyuarakan aspirasi masyarakat, jangan sampai negara dirugikan akibat kebijakan yang gegabah. Salah satu yang perlu dilakukan sehingga muncul rencana seperti ini adalah perlunya ditinjau Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2016, yang bisa membuat negara kehilangan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan milik negara yang potensial.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *