Dugaan penipuan yang melibatkan Ustadz Yusuf Mansur masih diproses di Polda Jatim. Media arus-utama gencar memberitakan. Ada agenda apa dibalik pemberitaan tersebut?
Wartapilihan.com, Jakarta –Pekan lalu, beberapa media Online arus-utama kembali memberitakan dilaporkannya Ustadz Yusuf Mansur (selanjutnya disingkat UYM) ke Polda Jatim. Pemberitaan pekan lalu itu merupakan kelanjutan dari pelaporan sejumlah orang dari Surabaya yang merasa dirugikan oleh UYM berkaitan dengan investasi proyek pembangunan Kondominium Condotel Moya Vidi di Yogyakarta.
Sejauh ini, atas pelaporan tersebut, UYM menanggapinya dengan kalem. “In-syaa Allah ada Allah,” katanya. Bahkan, apa yang ia alami ini, menurutnya, dalam rangka membersihkan dirinya agar bisa lebih ikhlas dan lebih lurus jalannya. Sikap UYM itu bisa dipahami lewat pendekatan tasawuf. Muhasabah adalah sikap introspeksi diri agar bisa lebih bersih lagi, baik niat maupun ayunan langkah menapaki jalan yang berliku dan mendaki.
Bagi UYM, berurusan dengan kepolisian bukan yang pertama. Pada tahun 1998 dan 1999, ia sempat menghuni tahanan di tingkat Polsek, walaupun hanya 2 bulan. Itu terjadi saat UYM sedang merintis bisnis dan jatuh. Apa tanggapannya atas penahanan itu? “Dua-duanya sebenarnya fitnah. Tapi saya terima aja. Sebab yakin aja sama Allah. Kesalahannya di urusan lain. Kesalahan bisa dimana saja, termasuk di urusan penahanan. Ngejajal ikhlas,” begitu komentarnya kepada Wartapilihan.com yang tayang 14 Agustus 2017.
Begitulah UYM. Ia pernah berurusan dengan aparat hukum akibat fitnah, dan dijalani dengan ikhlas. Adalah tidak adil ketika sekarang ada persoalan dalam kasus investasi kondomonium, UYM lalu dibidik seakan-akan telah mengulangi “perbuatan” yang dituduhkan 19 tahun lalu.
Sebenarnya, sejak kasus ini dimunculkan ke publik setahun lalu, dan ditindaklanjuti dengan melaporkan ke pihak kepolisian Juni 2017, hanya ada peningkatan status, dari penyelidikan menjadi penyidikan, dan menghadirkan saksi-saksi. UYM sendiri belum secara khusus diperiksa dalam kasus ini.
Meskipun demikian, dalam beberapa pemberitaan media Online arus-utama, UYM seakan sudah menjadi seorang terdakwa. Tengoklah judul-judul berita Online yang ditayangkan pada 22 September pekan lalu: “Kasus Yusuf Mansur, 16 Saksi Diperiksa Polda Jatim”; “Polda Jatim Periksa 16 Saksi Perkara Yusuf Mansur”; “Polisi Periksa 16 Saksi Dugaan Penipuan oleh Yusuf Mansur”; dan “Polda Jawa Timur Periksa 16 Saksi Perkara Yusuf Mansur”. Judulnya mirip-mirip dan terkesan kurang kreatif.
Bahkan, pada sebuah berita Online yang diunggah pada 8 September 2017, terlihat lebih sadis lagi: “Kasus Penipuan Investasi Yusuf Mansur Naik ke Penyidikan”.
Apa yang ada di benak khalayak ketika membaca judul tersebut? UYM sudah divonis sebagai penipu! Vonis “penipu” dijatuhkan, padahal polisi belum selesai memberkas, jaksa belum melakukan penuntutan, dan hakim belum juga mengetuk palu! Perkaranya masih di kepolisian, statusnya baru penyidikan.
Judul-judul tersebut telah mencemarkan nama UYM, baik sebagai pribadi maupun sebagai pimpinan sebuah pesantren yang mencetak para penghafal Al-Quran.
Dengan judul yang “tendensius” seperti itu hakekatnya telah memercikkan noda-hitam di arena dakwah. Pada diri UYM menempel tiga ikon sekaligus: penghapal Al-Quran, penganjur Sedekah, dan pengusaha.
Dalam dunia jurnalistik dikenal “Berita dibalik Berita”. Artinya, berita yang ter-ekspose ke permukaan sebenarnya punya makna dibalik itu. Ada niat atau karena kebodohan si pembuat berita. Tapi dua-duanya, karena niat atau karena bodoh, sama-sama merugikan dakwah Islamiyah.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa orang-orang non-Mukmin itu tidak akan senang melihat kemajuan sebuah dakwah. Apalagi dakwah UYM tidak hanya mencetak puluhan ribu penghafal Al-Quran dan menganjurkan sedekah, tapi juga ia sekaligus sebagai seorang pengusaha. Orang-orang non-Mukmin, tentu saja, tidak suka dengan kemajuan ini. Apalagi seorang ustadz yang sukses dalam berbisnis. Dia harus dihadang, minimal nama baiknya dicemarkan. UYM sedang “Dibidik”.
Kasus ini, tentu saja,tidak berdiri sendiri. Ada pihak-pihak yang berada di belakang tujuan tersebut, baik secara terang-terangan maupun tersamar. Yang menyedihkan, yang memperkarakan UYM juga orang-orang Muslim. Ada potensi diadu domba antar sesama, ada juga konspirasi media yang tidak suka dengan perkembangan Islam dan umatnya yang cukup pesat seperti saat ini.
Dan bagi pembaca Mukmin yang cerdas tentunya tidak begitu saja percaya dengan berita-berita yang tendensius, baik karena kesengajaan maupun karena kebodohan penulisnya. Wallahu A’lam.
Herry M. Joesoef